Pernah, pertanyaan mengenai makna mencintai ditujukan kepada Januar oleh mantan kekasihnya. Dahulu jawabnya hanya seambigu “To which extend of love?” sambil mengernyitkan alis dengan mata yang fokus pada layar komputernya.
Kekasihnya—mantan—akan mendengus pelan sebelum menepis kasar telapak Januar yang sadar kalau dia tak suka dengan pertanyaan balik yang Januar lontarkan kembali kepadanya. Saat itu, pertanyaan kelewat filosofis tersebut tertinggal tanpa jawaban. Mungkin sesimpel sebab Januar tak merasa pertanyaan tersebut penting. Mungkin juga, sesimpel sebab Januar tak pernah tahu makna mencinta versi dirinya sendiri.
In fact love indeed an indescribable thing.
Mencinta itu terlalu luas maknanya, tapi sasarannya selalu telak. Kalau-kalau matanya menemukan Zurielle yang tengah berdiri sendiri di tengah kerumunan asing, cinta untuknya berarti menemani yang terkasih.
Kalau dia mendapati Zurielle yang tengah jatuh dalam jurang kesedihannya, cinta untuknya berarti menarik Zurielle keluar dari sana. Memberi peluk hangat meski sekejap. Mengusap punggungnya sampai tangisnya tak lagi terdengar, sampai isak tangisnya tuntas.
Maka ketika irisnya menemukan Zurielle yang masuk ke dalam unit mereka sambil menyeret sling bag-nya dengan linglung, dia tak kuasa untuk tidak menghampirinya. “It’s already 2 AM, where have you been?!” tanyanya dengan intonasi yang ditinggikan.
Tangannya memegang kedua pundak si Cantik. Dia menunduk untuk sejajarkan wajahnya dengan si omega, membuat aroma alkohol menguar kuat sampai ke penciumannya. Wajah berahang tegas itu kini Januar tangkup dalam kedua telapaknya. “Kamu mabuk! Kamu nggak pernah begini sebelumnya, Elle.”
“Kenapa marah-marah, sih?! I can do whatever the heck I want!” serunya sambil menatap nyalang lelaki itu.
Januar meraih lengan si Salim, hendak membawanya menuju ruang tengah sebelum ditepis oleh Zurielle sendiri. Ia mengembuskan napasnya berat, berusaha keras tak tersulut dengan emosinya serta sekuat tenaga menahan agar feromonnya tidak menguar sembarangan hingga membuat omega itu sesak.
“Pulang jam dua malam dalam keadaan wasted, kemungkinan kamu mabuk sendirian di sana. Bagaimana saya nggak marah, Elle?” Alis Januar menukik dalam, dia berusaha membuat Zurielle menatap padanya yang sedari tadi sedang kalut-kalutan menunggu si omega pulang hanya untuk menemukan Zurielle yang mabuk nyaris tak sadarkan diri.
“Yang paling penting, saya nggak ada di sana buat accompany kamu.” Januar menyugar surainya frustrasi. “Saya nggak perlu jelasin ke kamu alpha bisa se-wild apa kalau dalam keadaan mabuk—bahkan dalam keadaan nggak mabuk—alpha brengsek bisa aja melecehkan kamu! Kamu seharusnya udah tahu.”
Iris elangnya menyelami iris Zurielle yang sudah menatap kelewat tajam kepadanya, penuh amarah di dalam sana meski dalam keadaan mabuk. “Kamu omega, kamu menarik. Without even trying, you can make everyone turn their head for you. Omega, sendirian, belum ada bite mark. Saya tanya, spekulasi apa aja yang bisa ada di kepala alpha-alpha bejat di sana kalau liat kamu?” tanyanya.
Kedua tangan si omega mengepal kuat, napasnya memburu. “Maksudmu aku gampang dilecehkan?” tantangnya sembari mengambil langkah maju ke depan. Tubuhnya yang sempoyongan nyaris tak menjejak tanah dengan baik kalau saja lengan Januar tak segera menahan perutnya.
Wajah memerahnya mendongak tatapi Januar. Tawa sintingnya menguar, “Hng—hahaha!” Tangannya menepuk-nepuk wajah si alpha beberapa kali.
“Kenapa kalau kalian—shit!” umpatnya saat kembali dia tersandung akibat kakinya sendiri. “—terpancing buat melakukan hal amoral ke omega, selalu jadi salah kami!”
KAMU SEDANG MEMBACA
to my twenties, jaejen
Fanfic"𝘈 𝘭𝘰𝘵 𝘵𝘩𝘪𝘯𝘨𝘴 𝘪𝘯𝘥𝘦𝘦𝘥 𝘩𝘢𝘱𝘱𝘦𝘯 𝘪𝘯 𝘺𝘰𝘶𝘳 𝘵𝘸𝘦𝘯𝘵𝘪𝘦𝘴, 𝘢𝘯𝘺 𝘸𝘰𝘳𝘥𝘴 𝘡𝘶𝘳𝘪𝘦𝘭𝘭𝘦?" -- Bagi para borjuis, mengokohkan kekayaan dan menjaganya agar terus berkembang hingga ke generasi yang akan datang ialah apa yang...