25. all of my enemies started out friends

1.3K 145 24
                                    

"Elle, sayang," Itu Ibu, memanggilnya penuh kasih untuk memberi pelukan ringan kepadanya. Bahkan wanita itu tak gusar untuk tak memberi salam kepada Januar, anak kandungnya sendiri. Hanya Ayah serta Oma yang memberi sapaan pada si bungsu Moeis itu. Pun Januar tidak begitu mempermasalahkan.

"Oma—" Zurielle menundukkan tubuhnya untuk memberi kecup singkat di kedua sisi pipinya sebelum memberi peluk singkat dan duduk di sampingnya.

"Ayah dan Ibu udah pesenin untuk kita, 'kan?" Januar duduk sembari menggulung kedua sisi lengan kemeja putihnya. Dia memberi senyum tipis kepada semua orang yang ada di meja itu.

"Udah, cuma mungkin Elle mau pesan lagi. Kita juga belum pesenin minuman untuk kalian." Ibu menjawab sembari memberi gestur untuk memanggil salah satu waiter untuk membawakan buku menu.

Iris Zurielle melirik kepada Januar di hadapannya yang ternyata—siapa sangka-—engah menatapnya. Alpha itu langung memberikan anggukan pelan sebagai jawaban yang berarti, pilihannya dapat ditentukan oleh Zurielle.

"Mm-ng, saya Lemon Juice sama,—" dia berucap sambil menatap pramusaji yang rupanya sudah datang, kemudian melirik sekilas Januar sebelum tangannya kembali membalikkan lembaran buku menu. "—air aja, tapi yang sparkling, ya?"

Zurielle terkekeh pelan kepada Januar sebelum dia mengembalikan menu. Lantas dia menoleh kepada Oma yang sudah memulai pembicaraan.

"Kamu ini, Januar. Nggak pernah ajak cucu mantuku ketemu sama Oma." Wanita itu menatap cucu bungsunya yang empat belas Februari kemarin genap sudah usianya 33 tahun. Sebetulnya acara makan malam ini selain sebab Oma berkunjung ke Jakarta, juga sebagai acara merayakan bertambah satu usia Januar yang sudah lewat beberapa hari itu.

"Padahal Elle ini kalo balik ke Indonesia selalu lama, gimana kamu ini." Oma melanjutkan lagi. Membuat Januar langsung tersenyum tidak enak.

"Maaf, Oma. Janu lagi sibuk akhir-akhir ini." ucapnya sebelum mengucap terimakasih sedikit berbisik kepada pramusaji yang membawakan minuman mereka.

"Oma 'kan cuma mau ketemu sama, Elle. Bukan sama kamu, Jan." Oma membalas lagi dengan kekehannya sembari makanan disajikan di depan mereka. Ayah nampak ikut tertawa bersama Ibu dan Zurielle. Keempatnya tertawa melihat Januar yang nampak kikuk dan langsung meraih sumpitnya untuk mengambil salah satu sushi di sana.

"Yang itu ada black truffle-nya di dalam, kamu 'kan nggak suka, Mas." Zurielle menyumpit sushi yang sudah diletakkan Januar di piringnya. Omega itu menatap seluruh piring yang ada sebelum mengambil unagi sushi untuk sang alpha, tak tahu kalau Januar selama ini menatap pergerakannya.

Membuat Januar tertegun sesaat sebelum mengembangkan senyumnya dan menganggukkan kepalanya. "Makasih, Sayang." Januar membalas dengan senyum lebarnya.

"Akhirnya Kamu ada yang manggil 'Mas', ya? Dulu 'kan kamu maunya selalu dipanggil 'Mas' padahal anak bungsu." Ibu tertawa bersama Oma yang mengangguk setuju.

"Karena kepengen dipanggil 'Mas' dulu waktu highschool Januar sering ke panti asuhan—main dengan anak-anak lebih muda dari dia." Ayah melanjutkan, kenangan masa kecil si bungsu Moeis yang sedari usianya belia sudah menunjukkan sifat-sifat mengayominya.

Si Omega menoleh kepada Januar yang pura-pura tidak mendengar meski nyatanya telinga lelaki yang beberapa hari lalu sudah genap 33 tahun itu memerah tomat. "Maaaass," panggilnya usil sebelum bergabung tertawa dengan yang lain.

"Elle—"

"Oh, Moeis?"

Suara wanita menyebut marga mereka sontak membuat kelima orang diaana menolehkam kepala mereka untuk menemukan perempuan usia lima puluhan dengan Birkin Hermes berwarna mencolok yang ditentengnya. Tampak tersenyum manis kepada mereka, kepada Zurielle.

to my twenties, jaejenTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang