19. everyone but an exception

1.9K 163 12
                                    

Sepasang iris sabit Zurielle mengerjap pelan kala sisi kasurnya terasa bergetar akibat ponselnya. Terganggu dengan getarannya, jemari si omega segera meraih ponselnya untuk mematikan pengganggu tersebut sebelum kembali bergelung dalam selimut.

Zurielle tidak tahu alasannya dengan buru-buru mengakhiri getaran alarm ponselnya sesimpel sebab ia ingin kembali masuk ke dalam mimpinya lantaran kepalanya terlampau pening atau tak ingin membangunkan presensi lain yang tertidur di sebelahnya. Karena saat ini, mata Zurielle tak lagi rasakan kantuk namun tatapi dalam lelaki tujuh tahun lebih tua darinya.

Pikiran kacau balaunya sebab perkataan Kaisar dia singkirkan jauh-jauh, matanya jatuh pada telapak lebar Januar yang berada di sampingnya. Dia pelan-pelan menyelipkan jemarinya di sana, merasakan bagaimana tangan besar itu mampu membuat seluruh tangannya tenggelam disembunyikan.

"Elle-"

"Sorry!" Zurielle terperanjat, buru-buru melepas tautan tangan mereka yang naasnya harus tidak sempat sebab Januar menarik tangannya dengan cepat, kembali menyatu dalam genggaman yang diinisiasi oleh sang alpha.

"Our hands," gumam Januar dengan mata tertutup. "as if they suits each other." Zurielle merasakan ibu jari si Moeis mengusap-usap kulit punggung tangannya lembut. Sebagai balasan, Zurielle menganggukkan kepalanya kecil sekali meski sadar Januar tak akan mengetahuinya.

"Lima belas menit lagi, ya?" Januar tak berniat mengajukan pertanyaan. Itu keinginannya yang tak menerima penolakan dari lawan bicaranya. Sedang si omega tidak menjawab. Dia menatap Januar yang masih senantiasa memejamkan matanya dengan khidmat.

Menatap tangannya yang tengah tertaut dengan milik Januar. Dia mengulum bibir sementara, "Leherku nggak enak, masih alkohol banget. Nggak-"

"I made you hangover soup semalam, tinggal kamu panasin." Titah Januar, enggan melepas tangan mereka. Dia malah menarik tubuh Zurielle untuk masuk lebih dalam pada peluknya.

"Tonight will be Moeara's anniversary, mungkin sampai tengah malam. Jadi, ayo kita tidur dulu." Januar melanjutkan, tak menerima bantahan Zurielle. Sebab terbukti kini dia meletakkan salah satu tungkainya diatas tubuh Zurielle. Menjadikannya seolah-olah bantal guling.

"Hey!" seru Zurielle menggebu-gebu kala pergerakannya terasa makin terbatas. Kekehan tanpa suara terdengar dari si alpha. Dia mendengus pelan sebelum pelan-pelan tangannya menyelinap keluar dari genggaman Januar.

Beberapa saat berlalu tanpa suara, baik Januar dan Zurielle keduanya membungkam bibir. Selama ini, omega itu tak pernah ada masalah dengan sunyi, dia selalu menyukainya. Namun yang ini, benar-benar mengganggu benaknya. Sunyinya terasa salah. Maka kini telunjuknya sibuk membuat pola abstrak tak kasat mata pada pakaian Januar, tepat di dadanya. "Jan,"

"Hm?"

"Kamu marah." Sambungnya lagi setelah dehaman dari Januar terderngar. Mata Zurielle menatapi lelaki yang lebih tua. "Kamu selalu gitu. Kalau nggak nyaman, kesel, marah-you always do skinship to them."

Zurielle mengulum bibirnya pelan. "Waktu kamu kesel sama Ibu karena terlalu demanding pas nentuin konsep nikahan kemarin, you hugged her. Dulu-"

"Dulu?" Januar membuka mata, lantas dia menyejajarkan wajahnya dengan si omega.

Sedang Zurielle masih menimbang-nimbang untuk mengucapnya. "Waktu kolega kamu minta waktu buat bicara sama aku, kamu bad mood and you hold my hand too. Jadi sekarang, kamu kenapa?"

Tak mendapat jawaban membuat si Cantik menyingkirkan kaki Januar dari tubuhnya. Dia mendudukkan diri di atas kasur, menatap Januar yang meski masih bergelung di dalam selimut, kesadarannya telah terkumpul.

to my twenties, jaejenTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang