Sang Taurus meneguk salivanya pelan. Tubuh bersandar pada kursi mobil sambil menatap pergerakan mobil di depan mereka. Kemudian embusan napas kasarnya pelan-pelan mengudara.
"Elle, you're okay?" Sang alpha menoleh padanya tatkala lampu lalu lintas berubah merah. Matanya memperhatikan bagaimana si omega bergeming seolah perkataan Januar tadi nihil adanya.
"I'm fine." gumamnya pelan sebagai jawaban. Bahkan Zurielle sangsi akan pernyataannya sendiri.
"Kamu mau makan apa?" tanyanya kembali setelah menginjak pedal gas dengan tenang.
Desahnya mengudara, "Aku ikut kamu, Januar." Dia menoleh kepada sang alpha, menunjukkan kepasrahannya. Kepalanya sudah terlalu penat untuk diajak berpikir.
Dan menemukan Zurielle yang seperti itu buat Januar tak lagi bersuara. Hidung memerah selepas menangis dengan iris permatanya yang masih dijejaki sisa tangis, tak perlu pikir panjang untuk Januar mengganti tujuan mereka.
Kembali ke Langham, apartemen mereka. Mungkin dirinya yang akan masak kembali untuk acara makan siang, mungkin nantinya dia Januar akan memanfaatkan aplikasi ojek online—Januar pikirkan nantinya.
"Alani was a friend of mine, back in highschool." celetuk Zurielle. Pecahkan suara Jeff Bernat dalam alunan lagunya yang bertajuk Cruel.
Sang alpha tidak memberi komentar, dia hanya melirik dari ujung matanya sebelum kembali fokus pada jalanan di depan.
"Aku, Alani, and two others were in BBHS"
Bina Bangsa Highchool, sekolah swasta bertaraf internasional. Turut menjadi sekolah sang alpha saat menjejaki bangku terakhir dalam jenjang pendidikan wajib. Sekolah yang dimasuki oleh anak pebisnis, politisi terkenal, sampai ekspatriat.
"I was accepted in MIT, seperti yang kamu tau. Alani dan dua orang yang lain, lanjut di UI. Salah satu dari dua orang itu, lanjut di UI pretty much karena disiapkan untuk step into politics—like their parents have done." Zurielle melanjutkan.
Pandangannya jatuh kepada surat yang belum habis dibacanya-mungkin tak akan pernah dibacanya hingga tuntas. Dirematnya kertas itu kuat-kuat sebelum Zurielle selipkan masuk dalam tas kecilnya.
"Tapi yang satu ini—" Zurielle menelan kasar salivanya, dadanya secara tiba-tiba dilanda sesak. "—this man, dia hanya mampu masuk UI. Dia nggak se-privileged itu untuk lanjut di luar negerti atau universitas swasta top seperti yang lain."
Lulusan BBHS telah dipersiapkan untuk melanjutkan pendidikan di luar negeri. Tiap tahunnya, lebih dari 87% muridnya melanjutkan pendidikan di luar negeri. Tak banyak yang melanjutkan pendidikan di Indonesia. Beberapa case yang paling umum ditemui, anak BBHS memutuskan untuk lanjut di Indonesia sebab kebutuhan politik orang tuanya.
"Dia—"
"—anak beasiswa." Zurielle melanjutkan kalimat Januar yang rumpang.
"Oh, udah ada scholarship buat masuk BBHS?" Januar mengangguk-angguk paham. Pria itu memang pernah mendengar sekelibat informasi mengenai Sistem Penyamarataan Pendidikan yang terpaksa BBHS ambil sebab desakan pemerintah.
"Mm—udah, pas tahun aku masuk." Zurielle mengulum bibirnya pelan. Dia melempar pandangannya ke jendela samping. Menatap bagaimana pohon-pohon seolah bergerak mundur dengan iris sabitnya.
Januar membungkam mulutnya, spekulasi bermain di kepalanya tak ia tepis. Tangannya memutar roda kemudi, membawa mereka masuk pada area perhotelan yang merangkap sebagai apartemen mereka.
"Kamu—" Januar bergumam, "You haven't done yet with your past, do you?" Persneling mobil dinetralkan selepas diparkirkan, membawa Januar lebih leluasa untuk menatap omega Salim.
KAMU SEDANG MEMBACA
to my twenties, jaejen
Fanfiction"𝘈 𝘭𝘰𝘵 𝘵𝘩𝘪𝘯𝘨𝘴 𝘪𝘯𝘥𝘦𝘦𝘥 𝘩𝘢𝘱𝘱𝘦𝘯 𝘪𝘯 𝘺𝘰𝘶𝘳 𝘵𝘸𝘦𝘯𝘵𝘪𝘦𝘴, 𝘢𝘯𝘺 𝘸𝘰𝘳𝘥𝘴 𝘡𝘶𝘳𝘪𝘦𝘭𝘭𝘦?" -- Bagi para borjuis, mengokohkan kekayaan dan menjaganya agar terus berkembang hingga ke generasi yang akan datang ialah apa yang...