✿ 25. Mualaf?

317 93 0
                                    

Assalamu'alaikum, jangan lupa vote ya cantik!🙃

Motornya berhenti di depan rumah, laki-laki tersebut melepaskan helm, lalu turun dari motor kesayangannya itu

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Motornya berhenti di depan rumah, laki-laki tersebut melepaskan helm, lalu turun dari motor kesayangannya itu.

Ia menghela napasnya pelan, rasanya lelah sekali hari ini. Pulang agak telat karena kerja kelompok dulu.

Sadewa jalan menuju teras rumah, lalu membuka pintu utama dengan pelan. "Shalom, gue pulang," ucapnya.

Dilihatnya seorang pria paruh baya yang sedang menonton televisi. Ayahnya, Adiatma menoleh sembari tersenyum tipis.

"Baru pulang Dewa?" tanya Adiatma.

Ayahnya itu sudah tinggal bersamanya lagi, bahkan mereka sudah baikan dan rukun lagi. Mereka sudah saling memaafkan dengan setulus hatinya masing-masing.

Sadewa mengangguk pelan, lalu melepas sepatunya dan juga kaos kaki. "Iya, soalnya kerja kelompok dulu," jawabnya singkat.

Tidak berbicara lagi, Adiatma tiba-tiba tertawa renyah. Sadewa yang mendengarkannya pun langsung memandang ke televisi, melihat film apa yang sedang ditonton oleh pria itu.

Sadewa sudah selesai menaruh sepatunya ke rak, lalu ikut duduk disamping Adiatma. Ia penasaran juga sama filmnya, kenapa Sang ayah sampai tertawa seperti itu. Kayaknya filmnya asik banget.

"Nonton apa sih yah?" tanya Sadewa.

Adiatma menoleh ke arahnya. "Itu, film yang judulnya 'Kita dan Masanya', film pas ayah sama bunda masih remaja sekarang tayang ulang," jawabnya.

"Dulu bunda suka banget sama film ini, dulu tuh filmnya cuman tayang di bioskop tapi sekarang udah tayang di tv," sambung Adiatma yang bernostalgia.

"Ayah rela gak jajan selama satu minggu buat bisa nonton film ini di bioskop sama bunda kamu," ucap Adiatma yang senyum-senyum sendiri.

Sadewa yang mendengarkan cerita tersebut ikut tersenyum sampai terkekeh. "Wah iya, kah?" sahutnya.

"Iya, Dewa. Dulu tuh ayah benar-benar sayang banget sama bunda, cinta matilah pokoknya. Apapun masalahnya ayah selalu tetap tegar dan berusaha biar bisa dapatin bunda kamu," ucap Adiatma yang kembali menonton film tersebut dengan serius.

Sadewa menatap lekat ayahnya itu, kemudian ia tiba-tiba berpikiran pada Aisyah. "Ayah mah suka bunda sama-sama satu agama, kalo Sadewa sekarang jatuh cintanya sama cewek yang agamanya muslim, susah yah buat bersatu," celetuknya.

Ayahnya itu seketika tercengang dengan ucapan Sang anak. Ia menoleh, lalu tersenyum masam. "Oh iya? Siapa namanya?" tanyanya.

Sadewa yang malu jadi ragu buat jawab pertanyaannya. "Namanya ...,"

"Siapa?"

"Aisyah Zahira Yumna," ucap Sadewa yang menundukkan kepalanya.

Adiatma menepuk-nepuk pundak Sang anak. "Kalau kamu benar-benar suka dan cinta sama Aisyah, apapun masalahnya bakalan diterjang sama kamu," ucapnya.

"Tapi kan yah, kata Aisyah, gue lagi diuji sama Tuhan. Biar Tuhan tahu kalo gue itu lebih mencintai ciptaannya atau penciptanya," protes Sadewa.

Adiatma mengangguk kukuh. "Iya, memang benar. Tapi kamu jangan percaya sama kalimat jodoh itu gak bakal ke mana,"

Sadewa mengerutkan keningnya. Ia menjadi bingung dengan ucapan Adiatma. "Maksud ayah?"

"Karena cinta itu jangan dinanti, harus didapati dengan penuh keberanian," ucap Adiatma to the point.

"Jadi gimana yah?" tanya Sadewa lagi yang masih tidak mengerti.

Adiatma menunjuk ke arah bingkai foto yang tertempel di dinding. Foto di mana ia menikah dengan Anjani.

"Dulu ayah juga kayak kamu. Bedanya bunda kamu itu anak orang kaya sedangkan ayah anak dari orang yang kurang mampu, tapi ayah selalu berusaha dengan keberanian biar bisa milikin bunda, dan akhirnya kita berjodoh atas izin Tuhan," ucap Adiatma.

"Kamu harus berusaha biar bisa dapatin Aisyah dengan izin Tuhan," sambungnya.

Sadewa tersenyum tipis. "Memang kalo Tuhan izinin gue bisa bersatu sama Aisyah, apa gue boleh yah masuk ke Islam?" tanyanya dengan ragu.

Adiatma mengangguk kecil. "Ayah bolehin kamu masuk Islam, tapi kamu juga harus bisa berusaha biar dapatin Aisyah. Bukan karena kamu udah masuk Islam terus dikira gampang dapatin Aisyah,"

"Aisyah pasti anak yang takluk sama agamanya, kan?" tanya Adiatma.

Sadewa menghela napasnya kasar. "Iya, Sadewa bakalan berusaha biar bisa bersatu sama Aisyah. Apapun masalahnya itu bakalan gue hadapin dengan sabar, sampai gue bisa jodoh sama Aisyah,"

"Tapi ayah ngizinin gue masuk Islam, kan?" tanya Sadewa memastikan.

"Ayah izinin kok kalo itu mau kamu, ayah juga gak berhak buat ngatur-ngatur kamu. Bisa dimaafin aja, ayah bersyukur banget," ucap Adiatma yang membuat Sadewa menyunggingkan senyumannya.

"Tapi apa Aisyah bakalan mau sama gue walaupun udah jadi mualaf?" tanya Sadewa.

Adiatma meminum teh hangatnya sebentar, lalu ia menatap serius ke arah Sadewa. "Coba kamu tanya dulu, kalo memang mau ya kamu harus masuk Islam," balasnya.

Sadewa diam dahulu, ia berpikir kembali. Jika memang Aisyah mau dengannya kalau ia telah masuk agama Islam. Sadewa tidak apa-apa, tapi jika tetap saja Aisyah menolaknya maka percuma saja ia sampai pindah agama. Itu membuat Sadewa ragu.

Adiatma yang menatap Sadewa diam langsung menepuk pundaknya lagi. "Hayo! Masih ragu ya? Kalo masih ragu bisa dipikirkan lagi, cewek bukan Aisyah aja kok, nak," ucapnya.

"Tapi cuman Aisyah yang beda dari yang lain, ayah," sahut Sadewa.

"Dipikirkan aja lagi, kalo memang fiks kamu mau masuk ke Islam, ayah boleh kok," ucap Adiatma tersenyum tipis.

Bersambung...

Kira-kira Sadewa bakalan beneran mualaf gak yah?? Ayo ayo komen nih🤭

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Kira-kira Sadewa bakalan beneran mualaf gak yah?? Ayo ayo komen nih🤭

Kita Yang Berbeda ; Heeseung (✔) Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang