13. Boleh Nikah?

87 6 0
                                    

Hehehe gimana ya, pasalnya selama ini Chacha tak pernah bercerita tentang kisah asmaranya pada sang ibu. Ya karena tak ada yang mau diceritakan sih, kan Chacha tak pernah punya pacar. Saat ia menyukai seseorang pun hanya berakhir dengan menyukai dalam diam. Kalau pun Chacha disuruh lebih dulu beraksi, ia tak mau karena sesuka-sukanya Chacha pada laki-laki ia lebih suka uang. Tapi kalo suka sama Juyeon dapat dua-duanya sih, hehehe.

[Eum ...] Chacha diam, perempuan itu bingung sekarang, haruskah ia menceritakannya pada sang ibu sekarang?

[Kamu kayak ragu gitu, berarti ada nih.]

[Hhh, kalo misalnya ada boleh nggak Ma?] Sang ibu tertawa mendengar pertanyaan sang putri, memang usia Chacha masih terbilang sangat muda sih untuk menikah. Tapi kalau memang sudah ada jodohnya dan sudah siap secara finansial dan mental, kenapa tidak? Pun, orang tua Chacha memang bukan tipe yang melarang ini itu. Salah satu hal yang selalu Chacha banggakan dari kedua orang tuanya adalah mereka selalu membebaskan Chacha melakukan apa saja dengan catatan Chacha harus bertanggung jawab dengan semuanya.

[Ya boleh lah, kan yang nikah kamu. Lagian mama juga yakin, pilihan kamu itu nggak salah, tapi memang ada? Dari tadi kamu nggak jawab.] Chacha terlalu bingung untuk berbicara sehingga ia hanya mengangguk. Bukannya gimana ya, tapi Chacha juga sebenarnya tak tahu harus bagaimana. Penawaran Juyeon menggiurkan, sayang aja gitu kalau ditolak. Ya walaupun taruhannya masa depan Chacha, tapi tak apa lah, Chacha berharap semuanya akan baik-baik saja. Lagipula Juyeon tampaknya pria baik-baik kok, semoga ya.

[Wah, jadi selama ini anak mama udah pacaran, anak mama ternyata udah pacaran.]

[Eh nggak, aku nggak pernah pacaran Ma.]

[Lah? Trus? Katanya mau nikah, masa ada yang tiba-tiba mau ngajak kamu nikah?]

[Memang.]

[Ha? Gimana ceritanya coba kamu diajak nikah sama orang yang nggak kamu kenal?]

[Ya kenalan dulu, dia temennya bos aku, aku udah dikenalin malahan sama keluarga besarnya.]

[Berarti bukan orang sembarangan.]

[Eum.] Chacha mengangguk pelan, ia yakin sekarang ada sedikit perubahan pikiran dari sang ibu.

[Kamu yakin sama dia?]

[Yakin sih, tapi restu mama sama papa yang paling penting.]

[Keluarganya udah tau tentang keluarga kita?]

[Udah.]

Mama Chacha diam, tampaknya banyak hal yang dipikirkan wanita paruh baya itu. Dari dulu mama Chacha selalu bilang kalau ia tak ingin mendapat menantu yang jauh lebih kaya dari anak-anaknya karena beliau takut hal tersebut malah membuat hubungan rumah tangga mereka tak baik. Wanita paruh baya itu tak ingin anak-anaknya diperlakukan semena-mena oleh pasangan mereka. Tapi ini bukan hanya jauh lebih kaya, melainkan bak langit dan bumi.

[Mereka nggak papa sama status kita yang cuman petani? Mama nggak mau nantinya kamu menderita gara-gara harta Cha. Mama sama papa kerja keras biar kalian hidup enak, biar kalian bisa gapai apa pun yang kalian pengen. Tapi semua balik ke kamu, kalo kamu udah yakin ya udah nggak papa.] Diam, Chacha diam lagi, dia jadi berpikir lagi, apakah keputusannya ini tepat. Ya ampun Chacha bawaannya mau nangis aja kalo udah gini.

[Iya Ma, aku udah yakin.]

[Ya udah, kapan rencana kalian?]

[Yang pasti dia ngobrol sama mama sama papa dulu, besok malam bisa?]

[Bisa, ya udah yang penting kamu yakin ya. Kalo mama sama papa bakal dukung apa pun keputusan kalian selama itu baik.]

[Iya Ma, makasih ya Ma. Besok dia mau ngomong sama Mama sama papa, bisa?]

[Bisa dong, ya udah, kita istirahat ya.]

[Iya Ma, sehat-sehat Mama sama papa ya.]

[Iya kamu juga.]

"Hah ..." Chacha menghela napas, lagi-lagi ia berharap semoga ini merupakan keputusan yang benar. Siapa tahu kan ini memang cara Tuhan mempertemukan Chacha dengan jodohnya. Seumur-umur tak pernah pacaran tapi langsung menikah dengan seorang Juyeon.

***
"Hah ... ayo Chacha, sekarang waktunya kerja, kamu harus profesional," batin Chacha begitu ia tiba di kantor, kejadiannya malam minggu lalu tapi Chacha masih saja terngiang-ngiang. Ia sendiri masih bertanya-tanya, apakah keputusan yang ia buat ini benar? Entahlah, tapi Chacha harap benar. Perempuan itu menghela napas kemudian memulai pekerjaannya.

"Chacha?" Baru saja Chacha hendak memakai headset suara yang tak familiar menyebut namanya.

"Iya bener, lo Chacha 'kan?"

"Iya Kak, kakak? Kak Eunseo?" Chacha lupa-lupa ingat, jadi lebih baik dipastikan.

"Lo ternyata kerja di sini, ayo ikut gue." Alih-alih menjawab pertanyaan Chacha, Eunseo justru langsung menarik tangan Chacha menuju ruangan Sangyeon. Chacha tak ingin membuat keributan sehingga ia hanya mengikuti Eunseo.

"Ternyata lo karyawan di sini? Wah nggak nyangka gue. Pake pelet apa lo sampe-sampe Juyeon suka sama lo? Bagi dong peletnya, tapi lo jangan make lagi, gue aja, biar Juyeon sukanya sama gue." Astaga! Omongan macam apa itu?

"Kak, katanya banyak yang suka sama Kakak nggak sih?"

"Memang, banyak banget malahan. Tapi gue maunya Juyeon, makanya siniin peletnya." Dih, sekarang Chacha paham kenapa orang menyebut Eunseo cewek gila. Padahal cantik banget loh, tapi cantik-cantik sedeng kalo kata Chacha ini mah.

"Nggak ada Kak, aku nggak ada make pelet. Mahal, aku nggak ada duitnya."

"Ya kan lo bisa ngutang dulu, sama Juyeon otomatis lo balik modal jadi bisa bayar peletnya deh. Pokoknya Juyeon buat gue, gue ganti duit lo, dua kali lipat gue ganti, atau mau berapa kali lipat juga gue ganti. Pokoknya gue mau Juyeon, gue nggak mau tau." Heh! Makin nggak jelas ni perempuan.

"Duh maaf banget nih Kak, aku nggak ada make apa-apa, serius deh. Atau Kakak mau aku bantuin cari pelet buat dapetin Bang Juyeon?" Eh? Chacha malah ikutan nggak jelas. Sengaja sih, soalnya kalo mode waras malah jadi gila ngadapin orang modelan Eunseo ini. Jadi kalo dia gila kita ikutan bertingkah gila aja, semoga nggak ikutan bener-bener gila sih.

"Ide bagus tuh, tapi lo mesti jauhin Juyeon."

"Enak aja, nggak mau." Chacha refleks menolak, tapi dalam hati. Soalnya kalo terang-terangan Eunseo bisa mengamuk.

"Eh ngapain nih di ruangan gue?" Chacha dan Eunseo sama-sama menoleh saat mendengar suara Sangyeon.

"Eh selamat pagi Mas Sangyeon," ucap Chacha dengan sangat sopan dan Sangyeon mengangguk.

"Dih pelit banget lo, gue cuma pinjam ruangannya bentar. Gue mau negasin ke dia kalo gue mau Juyeon, jadi dia mesti jauhin Juyeon. Gue bakal ngelakuin apa pun termasuk pelet."

"Gila lo, padahal banyak yang ngejar-ngejar lo."

"Memang, gue gila, gue tergila-gila sama Juyeon. Gue harus dapatin Juyeon apa pun caranya."

"Nggak usah aneh-aneh, tinggal pilih cowok yang ngejar-ngejar lo itu aja. Chacha sama Juyeon mau nikah "

"APA!"

Istri Bayaran || The Boyz Lee Juyeon Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang