34. Sweet Morning

132 12 2
                                    

"Bang, Abang itu pintar, ganteng, kaya, harus punya istri yang minimal pintar dong." Juyeon tersenyum mendengar ucapan Chacha, ia senang dengan jawaban perempuan itu.

"Padahal kamu udah pintar loh."

"Eum?"

"Masuk perusahaan Bang Sangyeon itu nggak gampang."

"Tapi aku masih kebanting kalo disandingin sama Abang. Untung belum dikenalin sama kolega bisnisnya."

"Kamu mau?"

"Ha? Nggak nggak, kalo nggak harus kalo boleh sih nggak usah." Wajah Chacha auto panik mendengar tawaran Juyeon. Bertemu dengan teman-teman Juyeon yang dalam mode informal saja Chacha masih berusaha, apalagi yang mode formal? Duh kalo boleh sih nggak usah ya. Juyeon tersenyum kemudian menepuk pahanya, Chacha bingung dong. Sebenarnya nggak bingung-bingung amat sih, otak Chacha juga nggak sepolos itu. Tapi dia juga harus jaga image ya kan, ibaratnya mereka nih masih dalam tahap PDKT gitu loh.

"Sini duduk," ucap Juyeon sembari menepuk pahanya.

"Eum? Nggak papa?"

"Nggak papa dong Sayang, sini," ucap Juyeon lagi, gila, mana senyumnya manis banget lagi. Kalo nggak jaga image Chacha udah salting brutal liat laki-laki yang berstatus sebagai suaminya itu. Sumpah ya, Chacha penasaran di kehidupan sebelumnya dia ngelakuin kebaikan apa sampai-sampai dipertemukan dengan orang seperti Juyeon. Chacha lantas pelan-pelan duduk di paha Juyeon, duh jantung Chacha auto berdetak kencang. Selama ini mereka paling jauh ya peluk cium, kalo yang waktu itu kan gara-gara Chacha mabuk. Juyeon menangkup wajah perempuan  itu dan menatapnya lamat-lamat.

"Sayang, you've become the best version of yourself. Don't go too hard on yourself ya, terserah kamu kalo mau belajar atau mau ngapain. Tapi jangan terbebani ya, just be yourself, i love the way you are, ok?" Chacha yang notabenenya gampang tersentuh tak dapat menahan air matanya. Juyeon tersenyum kemudian mengusap lembut air mata sang istri.

"Makasih banyak ya Bang."

"No need Sayang," ucap Juyeon kemudian memeluk Chacha.

"Cantik," ucap Juyeon lembut setelah melepas pelukannya. Perlahan tapi pasti Juyeon mendekatkan wajahnya kemudian bibir pria itu menyapa bibir Chacha. Jelas perempuan  itu terkejut, namun ia mencoba untuk mengikuti alur Juyeon dan sesekali membalas sebisanya.

"Sayang, boleh?" tanya Juyeon dengan tangan yang sudah memegang ujung baju Chacha, tatapan pria itu benar-benar menghipnotis Chacha membuatnya tak mampu menolak sehingga perempuan itu hanya bisa mengangguk. Duh, padahal kan tadi rencananya mau belajar. Semoga saja tak akan ada penyesalan di kemudian hari.

***
Untung ini hari sabtu, kalau tidak entah apa yang akan terjadi. Dua insan manusia tampak masih pulas di kasur di saat matahari sudah tinggi dan sinarnya bahkan sudah masuk ke kamar. Namun tak ada tanda-tanda kedua manusia itu akan bangun sampai akhirnya dering ponsel membangunkan si perempuan.

"Bang, ada yang nelepon nih."

"Siapa, Sayang?" tanya Juyeon dengan mata yang masih terpejam, tangan pria itu memeluk pinggang sang istri membuat tak ada jarak di antara mereka.

"Mama."

"Angkat aja, Sayang." Chacha berdehem beberapa kali agar suaranya tak tampak seperti orang yang baru bangun. Malu lah sama mertua jam segini baru bangun.

[Halo Ma.]

[Eh Cha? Juyeon mana?]

[Masih tidur Ma, kayaknya capek banget.]

[Oh ya udah, mama cuma mau ngingatin, nanti kita makan malam di rumah kakek ya, Juyeon udah ngasih tau kamu 'kan?]

[Udah Ma.]

[Ok deh, udah ya, sampai ketemu nanti Sayang.] Sumpah ya keluarga Juyeon nih penuh cinta banget, nggak heran kalo Juyeon juga romantis dan penuh cinta.

[Siap Mama.]

Chacha meletakkan ponsel Juyeon di nakas setelah telepon berakhir. Jam menunjukkan pukul tengah sembilan, Chacha ingin bangun namun Juyeon tampak enggan melepas pelukannya.

"Bang lepas," ucap Chacha namun Juyeon menggeleng dan justru menggesekkan wajah di leher Chacha.

"Makan malam kan nanti malam Sayang, ini masih pagi."

"Udah tengah sembilan."

"Masih pagi 'kan?"

"Iya sih, tapi aku mau buat sarapan dulu, emang Abang nggak lapar?" Juyeon membuka mata dan menyamakan posisinya dengan Chacha dan menatap perempuan itu.

"Mau sarapan kamu aja, boleh?" Chacha tak polos, ia tahu maksud pria itu.

"Nanti malam mau ke rumah nenek Bang."

"Kan nanti malam."

"Kalo aku nggak bisa jalan atau cara jalan aku aneh gimana? Malu ih."

"Ngapain malu? Justru mereka pasti senang, aw!" Chacha langsung mencubit perut Juyeon, omongan pria itu ada-ada saja.

"Malu ih," ucap Chacha dengan wajah cemberut.

"Sekarang memang masih sakit ya?"

"Masih lah, Abang kayak nggak ada hari esok lagi coba, kita aja baru tidur jam empat." Juyeon tersenyum melihat Chacha yang berbicara dengan wajah kesal namun juga memerah. Ya ampun istri Juyeon ini kenapa ngegemesin banget sih? Rasa-rasanya Juyeon pengen minta Chacha berhenti kerja aja biar bisa fokus nyenengin dia. Juyeon mengelus rambut Chacha kemudian mengecup kening perempuan itu.

"Makasih banyak ya, Sayang."

"Eum?"

"Makasih udah percaya sama Abang dan mau belajar menjalani hubungan ini dengan normal."

"Makasih juga udah datang ke kehidupan aku dan buat aku kayak sekarang ini Bang. Aku benar-benar nggak pernah kepikiran bisa hidup seperti sekarang ini. Tapi memang ya, rencana Tuhan itu selalu sempurna," balas Chacha, ia mengalungkan tangannya di leher Juyeon sedangkan pria itu memeluk pinggang Chacha. Mereka mulai tampak tak canggung lagi, mungkin karena tadi malam melakukannya dengan keadaan sama-sama sadar ya.

"Kamu pengen anak berapa Sayang?"

"Eum? Random banget tiba-tiba nanya anak."

"Nggak random dong, tadi malam kan kita lagi usaha. Tapi, kalo kamu belum siap, nggak papa, nggak banget kok. Jangan terlalu dipikirin, atau kamu minum pil KB dulu?" Chacha langsung menggelengkan kepala dengan wajah terkejut mendengar pertanyaan Juyeon membuat pria itu tersenyum. Istri Juyeon ini kenapa menggemaskan sekali sih?

"Nggak ah, nggak mau pake gituan," ucap Chacha, ia memang belum siap, tapi ia juga tak berani menolak amanat dari Sang Pencipta. Jadi kalau sudah dipercayakan memiliki keturunan, Chacha yakin itu artinya ia sudah siap.

"Jadi nggak papa kalo kamu hamil?"

"Nggak papa lah, kalo aku hamil aku yakin itu artinya Tuhan udah ngasih aku kepercayaan. Toh juga kita udah nikah kan, bukan yang gimana-gimana."

"Ya ampun sayangnya abang." Juyeon begitu bangga dengan ucapan Chacha. Semakin hari ia semakin yakin bahwa menikahi Chacha adalah keputusan terbaik yang pernah ia buat.

"Sekarang lepas ya, mau mandi."

"Bentar lagi ya, Sayang." Ya ampun ini Juyeon mintanya dengan puppy eyes, Chacha mana sanggup nolak.

"Tapi aku lapar, abis mandi pengen sarapan."

"Kita pesan aja ya?"

"Ya udah, tapi pesan sekarang ya, aku lapar banget."

"Ya udah Sayang, silahkan pesan," ucap Juyeon, Chacha mengambil ponselnya untuk memesan makanan sedangkan Juyeon kembali memeluk Chacha dan bahkan menciumi leher sang istri.

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Jun 10 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

Istri Bayaran || The Boyz Lee Juyeon Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang