29. Sensitif (II)

158 11 1
                                    

Whop jelas Chacha cemburu parah, Chacha itu orangnya cemburuan. Ia tipe orang yang 'my eyes only on you and your eyes only on me', punya dia ya cuma buat dia, orang ngelirik pun nggak boleh. Untung sekarang posisinya ia dan Juyeon belum ada perasaan, kalau sudah Chacha auto ngereog melihat tingkah-tingkah perempuan itu. Cantik memang, Chacha akui para perempuan itu cantik-cantik dan jauh lebih cantik daripada dirinya. Tapi kan mereka bisa melihat Juyeon bersama Chacha, apa Chacha tak terlihat? Atau jangan-jangan mereka mengira Chacha itu asisten Juyeon atau malah babu. Sumpah ya, ini darah Chacha rasanya mendidih melihat tingkah para perempuan itu, padahal Juyeon tak menanggapi loh. Apalagi kalau sampai Juyeon menanggapi, whop bisa bahaya. Kalau boleh jujur sebenarnya ini selalu menjadi beban pikiran Chacha, setiap kali ia keluar dengan Juyeon pasti ada saja perempuan yang bertingkah. Ingin rasanya Chacha meminta Juyeon untuk selalu memakai masker. Tapi Chacha bisa apa? Untuk cemburu saja sebenarnya ia merasa tak pantas. Saking tak tahannya Chacha cepat-cepat mengambil apa yang ia butuhkan, perempuan itulah bahkan tampak tergesa-gesa.

"Mau makan di rumah aja?" tanya Juyeon setelah mereka memasukkan belanja ke dalam mobil. Juyeon berusaha memahami Chacha, perlahan dan sedikit demi Juyeon mulai mengerti sifat perempuan itu. Juyeon tahu Chacha cemburu, perempuan itu kesal, tapi ia tak mampu mengungkapkannya. Juyeon tak ingin setelah ini Chacha kembali diam-diam menangis karena gejolak batinnya. Sekali lagi, Juyeon tak ingin Chacha sedih bersamanya, tak bisa bahagia setidaknya jangan sampai menangislah. 

"Iya," jawab Chacha singkat namun dengan wajah yang menunduk, namun di saat itu juga perutnya berbunyi. Demi apa pun Chacha malu sekarang, momen apa sih ini? Menyebalkan!

"Kita makan di ruang VIP," ucap Juyeon kemudian menarik Chacha menuju sebuah restoran yang tak jauh dari parkiran. Kalau menunggu sampai rumah kelamaan.

"Mukanya kusut banget, kenapa?" tanya Juyeon lembut sembari menunggu pesanan mereka datang. Chacha langsung tersenyum dan menggeleng.

"Nggak papa kok," jawab Chacha, ya kali perempuan itu bilang dia kesal sama perempuan-perempuan tadi, Chacha mah nggak ada hak.

Tak lama kemudian pesanan mereka datang, namanya juga VIP, banyak kelebihannya dong. Cacing Chacha tadi udah pada demo jadi harus dikasih jatahnya, mungkin tadi cacing di perut Chacha ikutan cemburu makanya perempuan itu cepat lapar karena energinya terpakai lebih banyak dari biasanya.

"Santai aja makannya, nggak usah buru-buru," ucap Juyeon namun Chacha menggeleng dengan posisi menunduk menanggapi ucapan pria itu.

"Pengen cepat pulang," ucap Chacha, demi apa pun sekarang hati Chacha masih sangat sensitif. Ini dia masih rentan untuk menangis, daripada malu menangis di depan umum lebih baik mereka cepat pulang. Jangankan di depan umum, di depan Juyeon saja Chacha malu menangis. 

***

"Pas banget kalian nyampe, mama juga baru sampe, jadi nggak perlu nunggu." Rasanya hari ini menjadi hari paling melelahkan bagi Chacha. Dalam bayangan perempuan itu tadi setiba di rumah ia akan langsung menggendong Yongyi, membawa anjing kecil itu ke taman belakang dan mencurahkan semuanya pada hewan kecil itu. Ya setidaknya Yongyi tak akan cepu pada Juyeon, kalaupun anjing kecil itu ingin cepu tak akan bisa. Jadi Yongyi adalah tempat bercerita terbaik bagi Chacha apalagi saat ini ia tak ada teman dekat di Jakarta. Tapi semua khayalan perempuan itu auto pecah saat melihat kedatangan ibu mertua. Untung rumah mereka dalam keadaan bersih dan rapi, kalau tidak hancur sudah reputasi Chacha di hadapan mama Lee.

"Ma," ucap Juyeon dan Chacha, mereka mencium tangan wanita paruh baya itu dan memeluknya secara bergantian.

"Kalian ngedate siang-siang gini?" Duh mertua Chacha bisa aja, doain aja deh Ma Chacha bisa beneran bisa ngedate sama Juyeon. 

"Ehehe nggak Ma, kita belanja bulanan, sekalian nanti malam teman-teman Bang Juyeon mau main ke sini. Jadi kita mau masak buat nanti malam."

"Kita? Kamu yakin? Yang ada Juyeon cuma ngerecokin kamu." Juyeon yang merasa namanya disebut langsung menoleh.

"Weh mama sepele," ucap pria yang tengah mengeluarkan belanjaan itu.

"Fakta toh."

"Aku bisa loh Ma."

"Ya udah, pas banget berarti mama datang, jadinya bisa bantuin kalian. Tadinya mama datang buat liat kira-kira kegiatan pengantin baru ini ngapain. Ternyata produktif juga kalian."

"Kita selalu produktif Ma, Mama nggak tau aja."

"Kalo produktif berarti bentar lagi mama sama papa bakal punya cucu dong. Wah, nenek kamu bakal punya cicit dong." Eh? Chacha terkejut mendengar ucapan ibu Juyeon, kenapa produktifnya malah mengarah ke situ sih?

"Kalo itu mah Ma, kita nunggu dikasih kepercayaan aja, kalo udah waktunya pasti dikasih."

"Iya, tapi nggak ada salahnya berharap dan meminta Ju. Ih ya ampun mama nggak bisa bayangin gimana nanti mama punya cucu, pasti lucu banget. Ya ampun bayanginnya aja udah gemes banget." Haduh, ini kenapa dari kemarin bahasannya anak sih? Chacha belum siap loh, benar-benar belum siap, andai saja ia berani mengungkapkan hal tersebut. Tapi tak mungkin juga ia berkata seperti itu pada keluarga Juyeon, salah satu alasan mereka ingin Juyeon cepat menikah kan karena ingin menimang cucu. Ya kali Chacha bilang kalau dirinya belum siap, cukup dirinya dan Juyeon yang sama-sama paham akan hal ini. 

"Iya Ma iya, doain aja ya terbaik," ucap Juyeon seadanya lalu mereka pun masuk ke rumah.

"Aku buat minum bentar ya Ma," ucap Chacha setelah mereka duduk di ruang keluarga.

"Nggak usah, mama bukan tamu, sini duduk," ucap ibu Juyeon sembari menarik Chacha untuk duduk di sampingnya. 

"Gimana hari-harinya?" tanya ibu Juyeon, pria itu sedang ke kamar, katanya sih mau ganti baju. Juyeon kalo di rumah memang auto kutangan.

"Baik Ma, Bang Juyeon baik banget." Ibu Juyeon tertawa mendengar jawaban Chacha, perempuan itu bingung dong, jawabannya salah apa gimana? Lagian Chacha juga bingung harus menjawab apa? Tak ada yang menarik dari hari-hari perempuan itu. Say thanks pada Yongyi yang membuat Chacha tidak merasa kesepian.

"Mama nanya kamu Sayang, hari-hari kamu gimana?" Ya ampun ini Chacha masih mode sensitif loh, dia bisa aja tiba-tiba menangis kalau dilembutin kayak gini. Bukannya gimana, di keluarga Chacha tak biasa seperti ini. Keluarga Chacha itu tampak diam dan cuek, tapi aslinya sangat peduli. Chacha dilembutin seperti ini bawaannya jadi lemah gitu, matanya bahkan sudah berlinang, cairan bening itu siap untuk jatuh kapan saja.

"Hey, kenapa? Juyeon ngapain kamu? Juyeon kasar sama kamu?" Chacha auto menggeleng, kan memang tidak.

"Nggak Ma, Bang Juyeon baik, baik banget malahan."

"Jadi kenapa heum? Kenapa? Ayo cerita sama mama."

"Aku boleh peluk Mama?"

Istri Bayaran || The Boyz Lee Juyeon Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang