Eh? Apa tadi? Chacha tak salah dengar? Jelas pemandangan di sampingnya jauh lebih menarik. Tak hanya menarik, tapi juga sungguh mempesona. Namun bahaya lama-lama memandangi wajah tampan Juyeon, nanti kalo Chacha benar-benar suka pada pria itu memangnya ia mau tanggung jawab?
"Eh? Ehehe, ini Abang ibadah 'kan?" Alih-alih menanggapi perkataan Juyeon, Chacha memilih membahas hal lain dan Juyeon pun mengangguk.
"Abis ini mau kemana Bang?"
"Kamu liat aja nanti, mau ditransfer berapa?"
"Eh?"
"Kan biasanya gitu."
"Ah iya juga," ucap Chacha sambil menggaruk wajahnya.
"Kayak biasa aja Bang," ucap Chacha lagi dan Juyeon pun mengangguk tanda mengerti.
"Kamu nggak ada niat make kartu yang abang kasih? Abang liat nggak ada notifikasi pemakaiannya."
"Nggak lah, kan nggak ada acara apa-apa, nggak ada yang perlu dibeli."
"Nggak harus ada acara sih, kamu bisa beli buat diri kamu sendiri. Buat jajan, atau beli apa gitu."
"Nggak ah, barang aku udah banyak." Standar barang berbeda, bagi Chacha barang yang ia punya sudah banyak tapi menurut Juyeon itu mungkin masih sedikit.
"Gimana kerja di tempat Bang Sangyeon?"
"Works well, semua baik-baik aja."
"Kost-an?"
"Eum?"
"Tetap nggak ada niat buat pindah?"
"Nggak lah, ngapain, sayang duitnya. Lagian yang ada aku nanti capek mesti cepat-cepat bangun biar nggak telat, kalo sekarang kan enak, pas di samping kantor."
"Ya udah deh terserah kamu, berarti kamu yang harus sering keluar."
"Ha?"
"Nggak, ya udah ayo turun." Chacha tak menyangka ia seasik itu mengobrol dengan Juyeon sampai-sampai tak terasa mereka sudah sampai di gereja.
"Nih."
"Masker? Buat apa? Abang sehat kok."
"Nggak papa, tapi kalo nggak mau dipake juga nggak papa," cicit Chacha, ya ampun kenapa perempuan ini membuat Juyeon tak sanggup menolak perkataannya sih? Juyeon pun hany tersenyum kemudian memakai masker yang Chacha berikan. Chacha tahu ia tak pantas cemburu kalau ada yang terpana melihat Juyeon saat bersamanya. TAPI TETAP SAJA TAK BISA, hati Chacha panas dengan situasi tersebut. Tapi tak mungkin juga Chacha terang-terangan mengucapkan hal itu pada Juyeon sehingga ia hanya memberi masker tanpa mengatakan apa-apa. Chacha sangat bersyukur saat Juyeon mau memakai masker tersebut.
"Makasih Bang," ucap Chacha saat Juyeon membukakan pintu mobil untuknya, mereka pun berjalan beriringan memasuki gereja. Walaupun sudah memakai masker tetap saja banyak tatapan memuja tertuju Juyeon. Untung Chacha juga memakai masker, kalau tidak ia yakin orang-orang akan membandingkan dirinya dengan Juyeon. Pasti akan banyak yang mencibir menyebut Chacha tak cocok dengan Juyeon. Jadi pacar bayaran saja seribet ini, apalagi kalau sampai jadi pacar sungguhan? Eh tapi memang bisa?
***
Untung Chacha hanya pacar bayaran, kalau tidak ia sudah menggila melihat tingkah perempuan tadi. Bisa-bisanya mereka datang menyalam Juyeon dan mengajak pria itu berfoto padahal Juyeon sudah menggenggam tangan Chacha. Untung Juyeon hanya menerima jabatan tangan mereka dan menolak dengan sopan saat diajak berfoto. Tapi tetap saja ada yang tak mau menyerah bahkan sampai menanyakan akun media sosial Juyeon. Tentu saja Juyeon menolak walaupun mereka cantik-cantik. Jujur saja emosi melihat tingkah para perempuan itu, mau dibilang cegil juga minimal tahu tata krama lah. Itu Juyeon jelas-jelas udah menggenggam tangan Chacha dan beberapa kali memanggil perempuan itu dengan panggilan sayang, tapi perempuan-perempuan tersebut tetap tak menyerah walaupun pada akhirnya tak membuahkan hasil apa-apa. Itu bukan cegil lagi sih, tapi kalo Chacha bilang nggak ada otak. Kalau tidak mengingat dirinya hanya pacar bayaran, Chacha benar-benar akan memaki para perempuan itu. Menurut Chacha mereka jatuhnya tidak menghargai sesama perempuan, sudah tau laki-laki itu ada pacar dan sedang bersama pacarnya tapi masih saja. Untung Juyeon tak begitu menanggapi mereka, dan tak membuka maskernya. Kalau sampai Juyeon membuka masker para perempuan itu pasti sudah menggila."Kusutnya banget mukanya," ucap Juyeon, kini mereka sedang dalam perjalanan menuju butik yang sama dengan yang kemarin mereka datangi, butik langganan ibu Juyeon.
"Ha? Nggak kok," ucap Chacha tampak gelagapan, perasaan ia sudah berusaha menunjukkan wajah datar, tapi ternyata masih terlihat. Kata orang-orang yang mengenal Chacha sih perempuan itu paling tidak bisa menyembunyikan ekspresi.
"Iya, kusut banget, mau jajan dulu biar mood-nya enak?" Eh? Ini kenapa jadi seperti pacar sungguhan? Chacha kan nggak kuat kalo gini ceritanya.
"Nggak usah Bang, katanya mau acara makan malam. Eh tapi kali ini sama siapa?" Chacha nggak boleh lupa diri dong, nggak boleh baper sama Juyeon, harus tetap profesional.
"Tetap sama keluarga abang, tapi kali ini di rumah nenek, nenek abang pengen ketemu kamu." Heh, apa ini, duh Chacha makin takut, bertemu keluarga inti Juyeon saja Chacha kemarin sudah jantungan, nah ini mau bertemu nenek pria itu? Ah rasanya Chacha ingin menangis saja, tapi ia juga tak boleh mundur. Bagaimana pun ceritanya Chacha harus profesional, pun gajinya sangat besar, tak semua orang bisa mendapat kesempatan ini. Chacha sangat beruntung jadi dia harus memanfaatkannya dengan sebaik mungkin.
"Nenek orangnya baik kok, nggak usah takut." HEH! APA-APAAN INI! Chacha terkejut bukan main saat Juyeon menggenggam tangannya, pria ini bisa tidak sih tak perlu aneh-aneh? Entah harus berapa kali Chacha mengatakan kalau dirinya paling lemah dengan yang seperti ini.
"Ah iya Bang," ucap Chacha dan perlahan berusaha melepas tangannya dari genggaman Juyeon. Nyaman sih, tapi Chacha takut keenakan dan lupa diri.
***
"Duh Mas Juyeon diliat-liat makin intens ya ketemu sama pacarnya, ditunggu undangannya," ucap orang-orang yang bekerja di butik, Juyeon hanya tersenyum menanggapi hal tersebut sedangkan Chacha sudah dengan wajah memerah karena malu. Kalau saja mereka tahu Chacha itu cuma pacar bayaran Juyeon pasti mereka juga ingin seperti Chacha. Karena mau jadi pacar sungguhan Juyeon pasti mustahil. Jadi kasarnya sih nggak dapat orangnya minimal dapat uangnya lah, kan dapat uangnya juga dengan cara yang halal.
"As usually, cantik," puji Juyeon saat Chacha sudah selesai dengan baju dan riasannya.
"Tenaga uang memang berpengaruh besar." Juyeon tertawa mendengar jawaban Chacha. Ada-ada saja jawaban perempuan itu, tapi ada benarnya sih.
Mereka pun langsung menuju rumah nenek Juyeon. Lagi-lagi Chacha dibuat kagum dengan megahnya rumah yang bak istana itu. Chacha penasaran siapa saja yang tinggal di sana, dan ternyata hanya kakek serta nenek Juyeon dan orang kepercayaannya beserta orang-orang yang bekerja mengurus rumah. Ayah Juyeon memang anak tunggal jadi saat beliau menikah dan memiliki rumah sendiri, hanya orang tuanya yang di istana besar itu. Menurut Chacha nenek Juyeon the real definition of "ratu di rumah ini", saat makan malam nenek Juyeon yang terus menanyai Chacha ini itu. Untungnya hanya nenek Juyeon sih, kalau sampai kakeknya juga ikut Chacha mungkin akan ciut. Ini saja Chacha berusaha tetap tenang dan tetap menampilkan senyum terbaiknya saat wanita itu bertanya tentang pendidikan hingga kesehariannya yang benar-benar berbeda dengan orang-orang kaya. Ditambah lagi ekspresi wanita itu sungguh tidak bisa ditebak saat Chacha menjawab pertanyaannya. Mungkin pulang dari sini Chacha akan menangis sejadi-jadinya di kost-an, bukan diapa-apain atau yang bagaimana sih. Tapi aura nenek Juyeon benar-benar membuat Chacha ciut, semua hal tentang wanita itu benar-benar menunjukkan kalau beliau bukan perempuan sembarangan.
"Orang tua kamu kerja apa?"
"Petani Nek." Sekali pun Chacha tak pernah malu mengakui hal tersebut, justru ia sangat bangga dengan orang tuanya. Justru dari pekerjaannya itu mereka bisa menyambung hidup bahkan sampai Chacha bisa seperti sekarang ini.
"Jadi, kapan rencana kalian mau nikah?"
KAMU SEDANG MEMBACA
Istri Bayaran || The Boyz Lee Juyeon
FanficJuyeon butuh Pacar, Chacha butuh uang. Best deal, bukan? Eh tapi kok malah nikah?