15. Meminta Restu

106 10 3
                                    

Maksudnya apa nih? Kok Juyeon tau kalo Chacha menggigil di ruangan? Ini maksudnya Juyeon merhatiin Chacha gitu? Whop bahaya ini, Chacha nggak boleh baper nih.

"Makasih," ucap Chacha, perempuan itu lantas memakai jaket Juyeon. Ya kali Chacha menyia-nyiakan kesempatan, jelas tidak dong. Mana jaket Juyeon wangi lagi, Chacha kan jadi pengen punya, punya jaket Juyeon maksudnya. Tapi kalo sekalian sama orangnya juga Chacha nggak nolak sih, Chacha ikhlas lahir batin menerimanya. Tapi asli aroma parfum Juyeon tuh enak banget, Chacha pengen nanya Juyeon pake parfum apa tapi pasti mahal banget, yang ada dompet Chacha meraung dengan harganya. Eh tapi kan ada kartu dari Juyeon, tapi Chacha juga masih enggan menggunakannya. Haduh jadi serba salah kan.

"Bang, Abang make parfum apa?" Daripada penasaran mending langsung ditanya deh, soal mau dibeli atau nggak nanti aja.

"Nih." Alih-alih menjawab pertanyaan Chacha, Juyeon justru memberi parfumnya pada Chacha dan perempuan itu langsung mencobanya.

"Suka?" tanya Juyeon tanpa mengalihkan pandangan ke jalan.

"Suka, suka banget."

"Ya udah ambil aja."

"Eh? Makasih hehe." Bodo amat, Chacha lagi mode no nggak enakan, ini sayang banget buat ditolak. Parfum mahal weh, masih penuh lagi, bodoh sih Chacha kalo sampe nolak.

"Eh by the way kita mau kemana?"

"Liat aja nanti," ucap Juyeon sehingga Chacha pun hanya menurut, perempuan itu memilih memainkan ponsel karena tak ada pembicaraan di antara mereka. Untungnya tak butuh waktu lama kedua orang itu tiba di restoran dan Juyeon langsung membawa Chacha ke bagian rooftop restoran.

"Abang booking full lagi?" tanya Chacha karena bagian rooftop restoran tersebut kosong padahal masih jam tujuh malam.

"Nggak mungkin suasana berisik di saat abang mau ngadepin orang tua kamu." Eh? Jadi Juyeon booking tempat cuma buat teleponan sama orang tua Chacha? Ini Chacha boleh bangga nggak sih? Eh tapi pasti uang segini nggak ada apa-apanya buat Juyeon. Tapi rasanya ia juga tak harus seperti ini sih. Ah tak tahulah, Chacha terlalu banyak pikiran, sampai hal yang tak penting pun ia pikirkan.

"Ya udah deh."

"Telepon dulu ya baru makan, abang nggak tenang kalo belum telepon orang tua kamu." Eh? Lagi-lagi Chacha dibuat terkejut oleh Juyeon, pria itu juga bisa tak tenang ternyata.

"Ok," ucap Chacha, ia lantas mengubungi orang tuanya.

"Mukanya santai aja Bang, nggak usah gugup gitu," ucap Chacha padahal dirinya juga sama gugupnya. Ia lantas melakukan panggilan video dengan sang ibu.

[Halo.] Ternyata adik Chacha yang mengangkat.

[Mama sama papa mana?]

[Ma, kakak nelepon,] ucap adik Chacha sang ibu pun datang.

[Halo.]

[Ma, ini, Bang Juyeon mau ngomong.] Chacha berusaha untuk tampak biasa saja padahal dirinya juga gugup parah. Tapi kalau ia pun gugup nanti siapa yang mendukung Juyeon?

[Bentar, mama panggil papa,] ucap wanita paruh baya itu dan tak lama kemudian datang.

[Ma, Pa, ini Bang Juyeon mau ngomong.]

[Ya udah kasih HP-nya.] Chacha lantas memberi ponselnya pada Juyeon, dapat ia lihat pria itu tampak sangat gugup. Padahal kan mereka hanya menikah dengan syarat dan ketentuan. Ya ... walaupun ada tersirat harapan sih di sana.

[Halo Om, Tante, perkenalkan saya Juyeon.] Ya ampun ini Chacha benar-benar melihat sisi lain Juyeon. Entah sadar atau tidak tapi Chacha mengelus punggung tangan pria itu untuk sekedar memberi sedikit ketenangan. Nggak tau juga sih Juyeon merasa tenang atau nggak. Tapi mohon maaf nih, mohon maaf banget, di saat seperti ini Chacha malah salah fokus dengan ukuran tangan Juyeon yang begitu besar. Entah kenapa itu jadi pesona Juyeon di mata Chacha. Gawat, semua hal tentang Juyeon mulai mengagumkan di mata Chacha, bahaya sih kalau Chacha sudah mulai punya perasaan pada Juyeon. Ya maunya tuh mereka sama-sama punya perasaan, kan sakit kalo cuma Chacha yang ada rasa sama Juyeon. Otomatis tak tergapai lah, yang bener aja.

***
[Kalo kamu memang serius sama Chacha silahkan. Tapi kamu tau sendiri kan, latar belakang keluarga kita sangat berbeda. Saya tidak ingin kamu nanti bertindak semena-mena pada Chacha karena kamu yang datang pada Chacha. Kamu yang tiba-tiba datang mengajaknya menikah dengan waktu yang secepat ini. Pernikahan memang suci dan apa yang sudah disatukan oleh Tuhan tidak boleh dipisahkan oleh manusia, tapi kalau kamu sampai berbuat semena-mena pada Chacha, tanpa berpikir dua kali kamj akan langsung membawa putri kami pulang. Chacha kami sekolahkan tinggi-tinggi agar dia bisa hidup dengan baik, bukan hidup di bawah kendali harta dan kekuasaan. Pada dasarnya juga Chacha sudah bisa membiayai dirinya sendiri serta hidup dengan baik dan bahagia. Jadi saya tidak mau Chacha malah hidup menderita saat bersama orang lain. Kamu sudah tau bagaimana keluarga kami, kalau kamu malah membuat hal ini untuk menginjak-injak Chacha lebih baik tidak usah.] Setelah perbincangan yang panjang lebar tampaknya ayah Chacha sudah memberi kata penutup, tapi tetap panjang sih.

[Tidak akan Om, saya yang datang melamar Chacha. Jadi saya jamin Chacha akan bahagia bersama saya.] Duh, Chacha tau sih ia dan Juyeon sama-sama tak ada perasaan, tapi ia tak bisa tak baper mendengar ucapan pria itu. Ah sudahlah, biarkan Chacha menikmati kebahagiaan yang fana ini, toh juga tak merugikan orang lain 'kan?

[Tante juga mau bilang, Chacha itu masih muda, masih banyak nggak bisanya. Dia belum sedewasa itu untuk diajak menikah. Jadi tante harap kamu bisa sabar bimbing dia.]

[Siap Tante, Tante bisa percayain Chacha sama aku.]

[Buat kamu Chacha, kamu yang milih buat nikah, kamu yang ambil keputusan ini. Jadi mama sama papa harap kamu tanggung jawab sama yang udah kamu pilih. Baik-baik sama suami, kalo ada apa-apa dibicarain, jangan langsung dibawa darah tinggi, jangan emosian.] Juyeon baru tau kalo Chacha gampang darah tinggi dan emosian, ia jadi penasaran dengan Chacha mode gampang naik darah.

[Siap Ma, Pa.]

]Ya udah dulu ya, udah jam berapa ini, besok kita sama-sama mau kerja.]

[Iya Ma Pa.]

[Udah ya.]

[Iya Om, Tante, makasih ya Om, Tante.]

[Makasih juga Juyeon.]

"Hah ..." Juyeon menghela napas panjang setelah telepon mereka berakhir.

"Via online aja abang udah jantungan, nggak kebayang kalo ketemu langsung."

"Kok Abang jantungan?"

"Ya namanya minta restu Chacha. Amit-amit nih ya, gimana kalo orang tua kamu nggak setuju?"

"Bukannya nggak papa ya? Abang kan tinggal cari yang lain." Sok iya sih Chacha bilang ini, padahal hati mungilnya potek mengucapkan hal tersebut. Ya kali Chacha ikhlas Juyeon mencari yang lain saat ia sudah ada untuk pria itu. Walaupun masih sama-sama tak ada perasaan tapi Chacha sudah mulai nyaman dengan Juyeon, eh?

"Sembarangan, kan kita udah sepakat buat sama-sama mau buka hati."


Istri Bayaran || The Boyz Lee Juyeon Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang