"Eum?" Juyeon bingung, perasaan seperti apa yang Chacha maksud? Juyeon bahkan tak ada merasakan apa-apa sekarang. Lebih tepatnya Juyeon sedang mode tak mau mengambil pusing apa yang sedang ia lakukan sekarang. Setelah bergelut panjang dengan hal ini Juyeon memutuskan untuk pasrah dan menjalani saja semuanya, ia akan berusaha menumbuhkan rasa pada Chacha. Tapi ia juga tak mau terlalu terbebani dengan itu, intinya Juyeon akan mengikuti alurnya saja.
"Nggak deh, eheheh." Chacha menarik kembali perkataannya setelah mendapat reaksi Juyeon yang menunjukkan ia tak mau membahas apa-apa. Lagian tak ada juga sih yang mau dibahas, Chacha saja yang terlalu jauh berpikir. Padahal banyak yang ingin Chacha tanyakan. Salah satunya tentang Eunseo, Chacha sama sekali tak melihat perempuan itu. Eunbi bilang sih Eunseo pergi liburan ke luar negeri, katanya dia nggak sanggup harus datang ke acara pernikahan Juyeon. Chacha sangat penasaran dengan Juyeon, apa tanggapan pria itu tentang Eunseo. Apakah ia benar-benar tak memikirkan Eunseo yang sampai menangis dan bahkan pergi ke luar negeri hanya untuk menghindari pernikahan mereka? Tapi Juyeon juga tak bisa disalahkan sih, sejak awal ia sudah mengatakan pada Eunseo kalau ia sama sekali tak ada perasaan pada perempuan itu dan terang-terangan mengatakan bahwa ia tak bisa membalas perasaan Eunseo. Memang semua orang punya hak untuk mencinta yang lain, begitu juga dengan Eunseo. Tapi Eunseo juga tak boleh lupa bahwa Juyeon tak punya kewajiban untuk membalas perasaan perempuan itu. Juyeon juga berhak menyukai siapa saja.
Terlepas dari sikap Juyeon yang terang-terangan seperti itu Chacha tetap saja ingin tahu perasaan Juyeon terhadap Eunseo. Namun tampaknya Juyeon sama sekali tak ingin membicarakan apa-apa. Benda persegi panjang pipih di tangan pria itu tampaknya jauh lebih menarik perhatian Juyeon. Seharusnya Chacha tak terkejut sih dengan itu, memang Chacha siapa sampai Juyeon tertarik padanya. Perempuan itu hanya beruntung mendapat penawaran menarik dari Juyeon. Ya ... walaupun taruhannya masa depan sih, sebut saja Chacha bodoh, terkadang Chacha mengakui itu.
"Eh tapi ini nggak papa kita tidur bareng? Aku bisa tidur di sofa atau di bawah aja deh, itu aku liat ada karpet," ucap Chacha yang langsung mendapat tatapan serius dari Juyeon, Chacha bahkan sampai takut dengan tatapan pria itu. Padahal ya maksud Chacha hanya ingin memastikan Juyeon nyaman.
"Kamu yakin sama pertanyaan kamu?"
"Eum? Itu ... ya, maksudnya kan ..." Chacha jadi bingung mengatakan apa, tatapan Juyeon sungguh membuat Chacha bingung. Apa pria itu sedang marah?
"Atau kamu yang nggak nyaman sama Abang?" Gimana ya ... Chacha bukannya tak nyaman, tapi lebih ke gugup, canggung, pokoknya campur aduk deh. Malam pertamanya dengan seorang yang berstatus sebagai suaminya itu sangat canggung bagi Chacha karena mereka tak ada bedanya dengan dua orang asing lawan jenis yang tiba-tiba tidur satu ranjang.
"Anu, itu ... duh apa ya? Udah deh, kalo Abang memang nggak papa ya udah, aku mau tidur," ucap Chacha kemudian langsung menyembunyikan dirinya di balik selimut. Demi apa pun Chacha jantungan sekarang, ia tak tahu apa yang akan terjadi saat mereka tidur nanti.
Lalu Juyeon? Pria itu menggelengkan kepala melihat tingkah Chacha kemudian ikut tidur.
***
Terhitung sejak kemarin menjadi titik balik hidup Chacha. Bangun-bangun yang biasanya sendirian kini di sampingnya ada pria tampan pujaan semua kaum hawa. Biasanya kalau weekend seperti ini Chacha masih bermalas-malasan, bahkan kalau Chacha bangun saat matahari sudah tinggi pun ia akan lanjut tidur. Tapi tidak untuk kali ini, jam baru menunjukkan pukul lima saat Chacha bangun. Perempuan itu bukannya kerajinan, tapi tak bisa tidur. Ia takut bangun-bangun sudah siang, kan malu, dia sekarang lagi di rumah mertuanya loh, ada orang tuanya juga.
"Kayaknya beruntung banget yang dapat cinta dia," batin Chacha sambil memandangi Juyeon yang masih terlelap. Tidur saja tampan, mata Chacha memandang puas setiap inci wajah pria itu sampai akhirnya ia menggelengkan kepala.
"Astaga Chacha, otaknya ada-ada aja deh," batin Chacha lagi, perempuan itu lantas turun dari kasur kemudian membersihkan diri. Ia bergerak dengan sangat pelan dan hati-hati agar Juyeon tak terbangun.
Setelah selesai bersih-bersih Chacha keluar kamar. Lagi-lagi perempuan itu bergerak dengan sangat pelan dan sangat hati-hati, takut saja orang-orang belum bangun dan jadi terbangun karena dirinya.
"Pagi Mbak," sapa Chacha saat mendapati beberapa wanita paruh baya tengah sibuk di dapur.
"Eh si Eneng cantik udah bangun? Emang nggak capek?"
"Hah? Capek? Capek kenapa Mbak?" tanya Chacha bingung, ya memang capek sih acara kemarin, tapi nggak sampe segitunya sih.
"Emang tadi malam langsung tidur Neng? Malam pertama loh," ucap yang lain dan teman-temannya pun senyum-senyum melihat Chacha membuat yang dilihat hanya menyengir. Mereka tak tahu saja perempuan itu hampir tidur di lantai kalau tidak diberi tatapan maut dari Juyeon.
"Ahaha mbak-mbak ini bisa aja, pada buat sarapan ya? Ada yang bisa saya kerjain nggak?"
"Duh nggak usah Neng, Neng mending temenin Mas Juyeon aja deh, masa iya suami bangun-bangun nggak ada istrinya sih."
"Lah? Gitu ya Mbak?"
"Iya Mbak, abis malam pertama ya harus gitu terlepas dari malam pertamanya ngapain." Yang lain menambahkan membuat Chacha mulai percaya dengan apa yang diucapkan para wanita itu. Mereka udah pada nikah, jadi Chacha mulai mempertimbangkan untuk percaya dengan ucapan mereka tadi.
"Heh kalian ya, hobi banget godain gadis perawan." Suara mama Lee mengalihkan perhatian semua orang yang ada di dapur itu.
"Eh pagi Ibu cantik," ucap mereka, ada lima orang wanita paruh baya di sana, dua memang ART tetap di rumah keluarga Lee, sedangkan yang tiga lagi ART di rumah kakek Juyeon, mereka sering bertemu dan sudah lama saling mengenal makanya akrab.
"Udah belum sarapannya?" tanya mama Lee.
"Bentar lagi Bu," jawab salah satu ART dan mama Lee mengangguk tanda mengerti.
"Juyeon masih tidur Cha?"
"Masih Ma," sehari sebelum menikah mama Lee meminta Chacha untuk memanggilnya mama karena kan sekarang ia sudah menjadi mertua Chacha. Masa iya mau manggil tante lagi, yang bener aja.
"Ya udah kamu tungguin dia aja, nanti dipanggil kalo sarapan udah siap, atau kamu bangunin deh, terserah kamu mau diapain." Terserah mau diapain, dikira barang apa ya?
"Eh? Aku mau bantu siapin sarapan Ma, abis itu aku panggil Bang Juyeon."
"Nggak usah Neng, nanti kita makan gaji buta, ini aja kita santai kok."
"Udah sana, kamu kalo mau repot buat suami kamu aja." Weh, ini wajah Chacha rasanya panas pas mama Lee nyebut "suami kamu", ya ampun, di umur yang baru 22 tahun ini Chacha udah punya suami aja. Argh, dia geli sekaligus malu sendiri mendengarnya, pokoknya campur aduk deh.
"Ya udah deh Ma, kalo gitu aku ke atas ya."
"Iya, nanti dipanggil buat sarapan."
"Iya Ma," ucap Chacha kemudian pergi.
"Ya udah deh, kabarin kalo udah siap ya, saya mau ke halaman bentar," ucap mama Lee saat Chacha sudah pergi.
"Eh Ibu tunggu," ucap salah satu ART.
"Apa?"
"Itu Neng Chacha memang masih perawan? Kan tadi malam tuh malam pertamanya." Level dekatnya mama Lee dengan ARTnya seperti ini, tak jarang mereka menjulid bersama.
"Heh, kamu ya, itu urusan mereka, saya juga nggak tau, ya kali Chacha cerita. Dia pasti malu lah, kayak kamu dulu nggak malu aja."
"Eheheh iya sih Bu."
"Udah ah, kalian lanjut, saya pergi dulu."
"Siap Ibu," ucap mereka berlima kemudian mama Lee pun meninggalkan dapur.
KAMU SEDANG MEMBACA
Istri Bayaran || The Boyz Lee Juyeon
FanfictionJuyeon butuh Pacar, Chacha butuh uang. Best deal, bukan? Eh tapi kok malah nikah?