12. Perjanjian

87 6 1
                                    

Juyeon mengangguk, ia yakin Chacha tak akan percaya dengan ini sehingga ia pun tak akan terlalu memaksa perempuan itu. Ia tak tahu apakah dirinya bisa bertanggung jawab pada Chacha nantinya.

"Jadi gimana? Kamu mau nggak nikah sama abang? Maaf, abang nggak bisa romantis." Chacha menghela napas, jelaslah Juyeon tak bisa romantis, untuk apa juga ia bersikap romantis dengan orang yang tak ia suka.

"Sebelum itu, aku jelasin situasi kita ya Bang. Situasi kita berdua, cuma kita berdua. Pertama, kita baru kenal dan belum paham satu sama lain. Kedua, pernikahan itu sakral, pernikahan itu suci Bang, seumur hidup. Gimana? Yakin?" Nggak usah ditanya itu juga Juyeon sebenarnya masih ogah-ogahan untuk menikah apalagi untuk saat ini ia belum menemukan pujaan hatinya, tapi entah kenapa kali ini Juyeon ingin cepat-cepat menuruti keluarganya. Entahlah, ia hanya tak ingin menyesal di kemudian hari.

"Cha, abang udah yakin. Memang iya, kita belum paham satu sama lain. Tapi abang yakin perlahan kita bisa saling mengenal, saling menerima, dan saling menyayangi." Ingin rasanya Juyeon memaki dirinya karena telah mengucapkan kalimat itu di saat ia pun tak tahu apakah ia bisa mencintai Chacha nantinya.

"Mungkin sekarang susah buat kamu nerima hal ini apalagi kamu masih muda dan kamu anak pertama. Jadi abang kasih beberapa penawaran."

"Penawaran?" tanya Chacha dan Juyeon mengangguk, penawaran apalagi ini? Setelah mendapat tawaran menjadi pacar Juyeon apakah sekarang Chacha akan mendapat tawaran untuk menjadi istri bayaran pria itu? Wah, apa Chacha sekarang semurah itu dihargai dengan uang? Tapi pasti tawaran Juyeon nggak main-main sih.

"Penawaran apa?"

"Pertama, kita nikah, abang bakal berusaha buka hati buat kamu. Nggak ada yang tau Cha, siapa tau memang ini cara Tuhan menyatukan kita." Weh, apa ini, jangan kasih Chacha harapan kayak gini dong. Nanti yang ada Chacha sakit hati kalau sempat berharap pada Juyeon.

"Iya juga," gumam Chacha pelan.

"Kedua …" Juyeon menggantung kalimatnya kemudian menatap Chacha membuat perempuan itu bingung, penawaran apa yang membuat Juyeon sampai menggantung kalimatnya seperti it itu?

"Sebelum itu jangan salah paham ya."

"Iya iya, penawaran kedua apa?"

"Abang bakal tetap kasih kamu gaji seperti biasa, mau dinaikin juga nggak papa tapi bentuknya beda. Abang bakal ngasih dalam bentuk uang bulanan istri, itu lain sama kebutuhan sehari-hari kamu dan keluarga kita ya." Eh tunggu dulu, belum jadi aja Juyeon udah nyebut keluarga kita, kalau bukan karena jaga image Chacha udah teriak langsung terima ajakan Juyeon bust nikah sih, asli. Siapa sih yang nggak mau diajak nikah sama cowok modelan Juyeon? Ganteng? Nggak usah ditanya, semua hal tentang Juyeon itu membuat kaum hawa menggila. Berduit, itu lagi, jangan ditanya lagi lah.

"Maksudnya?"

"Ya, abang bakal kasih kamu uang bulanan yang khusus buat kamu, mau diapain aja bebas. Abis itu, abang juga bakal kasih kamu uang bulanan buat kebutuhan kita, terus abang juga bakal kasih kamu kartu kredit buat kamu jajan atau mau ngapain lah. Intinya uang di poin pertama bebas mau kamu apain."

"Termasuk aku kasih ke keluarga aku? Soalnya gini ya Bang, aku kerja sekarang, biar uangnya bebas mau aku apain, entah itu mau aku kasih ke orang tua aku atau adek-adek aku. Sebenarnya orang tua aku bilang nggak usah sih, uangnya aku simpan aja gitu buat aku. Tapi kalo aku dapat uangnya banyak kenapa nggak 'kan? Tapi aku mau pastiin dulu sama Abang, soalnya nanti aku nggak mau denger omongan yang nggak enak setelah kita nikah. Aku nggak mau lah setelah nikah aku jadi nggak bebas ngasih apa-apa ke orang tua aku, padahal sebelum nikah walaupun dengan gaji yang nggak seberapa aku gampang kok ngeluarin duit." Ini salah satu alasan Chacha tak mau cepat menikah, ia masih ingin menikmati penghasilannya termasuk memberi pada keluarganya. Ia takut kalau sudah menikah tak bisa seperti itu lagi. Walaupun menikah dengan orang kaya belum tentu kan Chacha tetap bebas dengan uangnya.

"Iya, kan itu utuh uang kamu. Mau kamu kasih semua ke orang tua kamu, mau kamu hambur-hamburin, terserah kamu, bebas. Kita buat perjanjian tentang ini, bahkan kalo perlu jangka waktunya seumur hidup, gimana?

"Oke … tapi nggak usah seumur hidup, seumur hidup tuh seolah-olah kita memang udah sepakat nikah tanpa perasaan dan nggak ada harapan buat lebih baik. Padahal kan tadi kita bilang bakal berusaha menerima satu sama lain." Wajah Chacha auto memerah setelah mengucapkan kalimat tersebut, ia malu setengah mati setelah menyadari apa yang telah ia ucapkan, jujur saja itu dari hati yang paling dalam sih. Sekali lagi siapa sih yang tak mau menikah dengan Juyeon?

"Kalo gitu berapa lama?"

"Eum … satu tahun? Ya … biar kita ada usaha satu sama lain juga kan buat saling nerima?" Ya ampun wajah Chacha semakin memerah dan panas, kenapa ini Chacha seperti sedang confess sih?

"Ok."

"Aku ada pertanyaan."

"Apa yang terjadi setelah kontrak berakhir?"

"Ada dua, pertama kita udah saling mencintai. Kedua abang serahin sama kamu, abang janji bakal turutin mau kamu, gimana?"

"Ok, tapi aku tetap kerja 'kan?"

"Terserah kamu, mau kerja silahkan, mau nggak juga nggak papa."

"Aku mau tetap kerja."

"Sure, senin abang buat perjanjianya abis itu kita sama-sama tanda tangan. Tenang aja, perjanjianya sah tapi cuma kita berdua yang tau, gimana?"

"Ok."

"Apa malamnya kita bisa ngabarin mama sama papa?"

"Aku ngomong sama orang tua aku dulu Bang."

"Boleh abang ikut ngomong?"

"Nanti, aku dulu, abis itu aku ajak abang ngomong."

"Ok, senyaman kamu aja. Makasih banyak ya Cha," ucap Juyeon dengan penuh ketulusan. Ia tahu Chacha juga banyak pertimbangan menerima ini, tapi entah kenapa Juyeon yakin mengajak perempuan itu. Padahal kalau ditanya soal perasaan Juyeon akan menjawab tanpa ragu bahwa sedikit pun ia tak ada perasaan pada Chacha. Tapi mulai hari ini Juyeon akan mencoba membuka perasaan pada perempuan itu, ia yang membawa Chacha pada hal rumit ini. Jadi ia juga yang harus bertanggung jawab, termasuk bertanggung jawab untuk perasaan Chacha.

***
Malam ini Chacha sedang melakukan panggilan video dengan sang ibu. Sejak tadi Chacha berusaha memberanikan diri untuk bertanya soal pernikahan. Pastinya sang ibu sangat kaget sih, pasalnya Chacha yang selama inj adalah Chacha yang selalu bilang "ah nanti-nanti lah itu" kalo sudah berbicara tentang pernikahan. Lantas sekarang tiba-tiba ia meminta persetujuan orang tuanya untuk menikah? Pasti mereka kaget antara percaya dan tidak percaya sih.

[Ma.]

[Eum?]

[Kalo aku bilang mau nikah kira-kira gimana?] tanya Chacha diakhiri tawa renyah, demi apa pun perempuan itu belum berani bicara serius. Jadi ia ingin melihat reaksi ibunya dulu, untung hanya ada sang ibu di rumah sekarang, Chacha tak siap kalau harus langsung berbicara dengan kedua orang tuanya.

[Bah? Serius? Tiba-tiba?]

[Eheheh nanya aja, misalnya gitu? Siapa tau besok ada yang ngelamar aku 'kan?]

[Emang kamu udah siap nikah?]

[Ya nggak tau, siapa tau tiba-tiba mau? Kan nggak ada yang tau.] Lagi-lagi ucapan Chacha diakhiri tawa renyah yang sekaligus berperan untuk menutupi rasa gugup perempuan itu.

[Ya itu terserah kamu sih, kalo udah siap secara mental dan finansial, kalo udah yakin, ya udah. Kita cuman bisa ngedoain yang terbaik aja.]

[Ooo.]

[Emang ada yang ngajak kamu nikah? Atau jangan-jangan selama ini kamu ada pacar dan sekarang dia ngajak nikah?]

Istri Bayaran || The Boyz Lee Juyeon Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang