Bagian 44 🌻

2K 88 2
                                    

Mimpi buruk itu seakan-akan menghantui pikiran Ning Sarah, dia menimbang-nimbang akankah liburannya dibatalkan.Takut, gelisah, dan ragu itulah yang Ning Sarah rasakan.

Gus Zain menyadari keterdiaman istrinya. Gus Zain menghampiri Ning Sarah dan mengusap puncak kepalanya yang sudah rapi dengan balutan hijab yang senada dengan gamisnya.

"Kenapa?" tanya Gus Zain lembut.

Ning Sarah tidak menjawab pertanyaan suaminya. Bahkan, raut wajahnya semakin kentara bahwa dia sedang tidak baik-baik saja.

"Kepikiran mimpi buruk tadi? Jangan dipikirin, dek, itu cuman mimpi."

Ucapan Gus Zain malah semakin membuat wajah istrinya meredup dan cemberut. Gus Zain memijat-mijat pelipisnya, merasa bingung dengan tingkah laku istrinya, semulanya mual-mual lalu ketiduran lalu sekarang istrinya itu banyak melamun, diam, dan cemberut.

"Ya udah, kita cancel aja ya liburannya," celetuk Gus Zain dengan nada yang kelihatan kekesalanya.

"Lah, kok Mas gitu sih. Mas marah."

Kini istrinya berprotes malah air matanya ikut bersuara, ngalir di pipinya. Gus Zain tentu lebih bingung, ngomong ini salah itu pun salah.

"Lalu adek mau apa?" Gus Zain berkata selembut mungkin.

---

Ning Sarah selalu malu bisa bermesraan dengan suaminya di hadapan banyak orang termasuk di hadapan keluarganya.

Akan tetapi, berbeda saat ini. Momen ini sangat langka, membuat orang-orang penghuni rumah tersenyum dan bersorak 'cie-cie'. Gus Zain selaku suami yang baik menuruti keinginan istrinya yang ingin digendong dari kamar sampai naik mobil. Bersyukur bobot badan Ning Sarah tidak terlalu berat.

Semuanya sudah naik mobil, hanya kedua orang tua mereka yang tidak ikut. Gus Faiz sudah siap menjadi sopir untuk liburan kali ini.

"Mas, sini tangannya!" perintah Ning Sarah tiba-tiba, lagi-lagi suaminya menurut.

Ning Sarah mengangkat telapak tangan Gus Zain ke atas kepalanya lalu dia gerak-gerakkan. Gus Zain peka, istrinya itu sedang ingin dimanja, dia mengusap-usap kepala istrinya dengan lembut. Istrinya itu hanya merem dan menyunggingkan bibirnya.

"Woy, enak ya kalian mentang udah halal!"

"Iya, ih kalian ini bikin hati kami panas saja!"

"Dunia seakan milik berdua, yang lain numpang!"
"Hargai para jomblo!"

Protes para jomblo membuat kedua pasangan itu tertawa. Ning Sarah pun membalas ucapan mereka dengan nada mengejek, "Makanya nikah! Status jomblo, kok, dipelihara!"

Ning Sarah mendapatkan tatapan tajam dari para jomblo, suaminya malah terkekeh. Hanya Bang Faiz yang tidak bisa melotot langsung ke arah adiknya, karena dirinya sedang sibuk mengemudi. Keheningan berubah jadi kericuhan hingga tak sadar mobil sudah berhenti sampai tujuan.

Pemandangan Puncak Bogor yang pertama kali disuguhkan pada mereka, begitu menakjubkan. Tanpa menunggu waktu lama mereka bersemangat untuk menjalankan aktivitasnya, ada yang menggelar karpet di atas rerumputan, ada yang langsung mengeluarkan makanan karena lapar, ada pula yang langsung berswafoto.

"Dek, Mas mau ke toilet dulu, ya," pamit Gus Zain yang diangguki istrinya.

Kurang lebih 30 menit, tetapi Gus Zain belum juga kembali. Ning Sarah teringat kembali pada mimpi buruknya. Dia khawatir dan beranjak pergi meninggalkan teman-temannya tanpa sepatah kata apapun.

Ning Sarah mencari keberadaan suaminya, tetapi nihil. Semua toilet kosong. Saat kakinya ingin melangkah pergi, sayup-sayup dia mendengar suara suaminya bersama wanita.

Mata itu memerah hendak mengeluarkan air yang sudah membendung di pelupuk matanya, tangan dan pundaknya gemetar.

Dia ingin menghampiri lebih dekat lagi kedua insan yang tengah berpelukan. Namun, kakinya seakan-akan tengah dihadang oleh tembok dan jantungnya dihimpit oleh batu besar.

Sakit bukan ketika melihat seseorang yang kita cintai terlebih itu suami kita yang selalu menjaga diri dari yang bukan mahrom, kini dia mengingkari. Dia berpelukan dengan wanita lain.

"Mas," bibir itu bergetar saat mengucapkan.

Tidak begitu terdengar jelas, hanya samar-samar. Si pria itu menoleh ke kanan, tidak jauh dan tidak pula dekat, tetapi matanya sangat jelas bahwa si pemilik bibir dan mata itu adalah istrinya. Dengan sigap dia segera lari dan melepas paksa pelukan si wanita di depannya.

"Adek!" Gus Zain memanggil Ning Sarah yang sudah berlari menjauh dan mengabaikan panggilan suaminya.

Ana Uhibbuka Fillah Gus💚 Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang