Disclaimer : Noona ingetin lagi..cerita hanya fiksi... dan chapter ini angst! Yang ga suka boleh skip ya dear.. kuatkan hati dan jangan lupa coklat demi kestabilan emosi.
.
Kediaman keluarga Jung tampak ramai. Beberapa mobil berjejer di pekarangan luas rumah mewah tersebut. Ruang tamu dengan lampu kristal yang berjuntai indah di atasnya diisi oleh dua keluarga yang kini tampak tegang dan berseteru. Selembar kertas dengan alas map terlampir di meja ruangan tersebut.
"Apa maksud semua ini, Mark? Jelaskan pada kami."
Mark menatap wajah Haechan yang duduk diam di sofa yang letaknya berseberangan dengan tempatnya duduk. Mark mengangkat alisnya dan mengabaikan Haechan yang tampak sendu.
"Maaf sudah mengundang kalian semua kemari, tapi aku pikir ini sudah batasnya. Aku.. aku akan menggugat cerai Haechan."
Taeyong berdiri menatap wajah anak tunggalnya dengan tatapan tidak percaya.
"Mark?? Kenapa??"
"Jika kalian berdua memiliki masalah, selesaikan baik-baik. Tidak harus sampai bercerai bukan?"
Kali ini kepala keluarga Jung, Jaehyun yang berbicara. Pembawaan Jaehyun itu tenang dan kalem, selalu berpikir dengan jernih jika menghadapi sebuah masalah.
Mark meraih ponselnya, lalu menatap setiap orang yang ada di sekelilingnya. Termasuk Haechan yang kini menatapnya tajam dengan penuh luka. Hati Mark sedikit tidak nyaman melihat wajah tan itu.
"Lihat saja ponsel kalian. Itu alasanku menggugat cerai Haechan."
Haechan memejamkan matanya. Mempersiapkan diri untuk hal besar yang akan diterimanya setelah ini. Mark benar-benar sebrengsek itu. Haruskah mengirimkan foto menjijikkan dirinya pada seluruh anggota keluarga?
Plakk.
Plakk.
Benar bukan? Baru saja mata Haechan terpejam sesaat, wajahnya sudah menerima dua kali tamparan keras dari Ten. Haechan berusaha membuka kedua matanya yang kini basah.
"Kau benar-benar anak tidak tahu diuntung! Puas mempermalukan keluarga Suh, HAECHAN?? Kelakuanmu benar-benar hina! Apa Mark tidak cukup untukmu hingga kau harus tidur dengan pria lain?"
Hati Haechan sakit dan berdenyut mendengar Ten mom-nya mengucapkan kalimat penghakiman tanpa berusaha bertanya dari sisi dan sudut pandang Haechan terlebih dahulu. Harapan Haechan hanya satu, pada Taeyong mom-nya. Taeyong pasti akan memihak Haechan bukan?
Bukti memang dapat memperkuat asumsi. Sebesar dan sekuat apapun asumsi, jika bukti tidak bergerak sudah diperlihatkan, segala macam asumsi akan terpatahkan begitu saja. Air mata Haechan yang sedari tadi ditahan olehnya lolos begitu saja ketika melihat Taeyong menggelengkan kepalanya dan menatap Haechan dengan tatapan kecewa yang begitu kentara. Saat itu juga Haechan paham dengan jelas bahwa dalam dua keluarga ini, tidak ada satupun yang benar-benar menyayangi dirinya.
Kerah Haechan ditarik oleh Ten dan begitu Ten akan kembali menampar Haechan, kali ini Haechan menepis tangan Ten. Membuat tubuh Ten limbung dan jatuh bersandar pada tubuh suaminya, Johnny.
"Haechan, jangan mengasari Ten!"
Haechan berdiri di depan kedua orangtuanya, perlahan sudut bibirnya naik membentuk tawa yang sarat akan kesakitan. Apa ayahnya buta? Sejak tadi Ten menampari Haechan dan Johnny menegur Haechan karena Haechan menepi tangan Ten?
"Kasar ya?? Memang aku melakukan apa pada dia?"
Haechan menunjuk pada Ten dengan tatapan tetap tertuju pada Johnny.
KAMU SEDANG MEMBACA
HEAVEN [END]
FanfictionHaechan Suh tidak pernah meminta untuk dilahirkan tanpa diberikan kasih sayang, tidak pernah meminta untuk menikah tanpa dicintai. Bagaimana jika hati yang begitu kuat telah mencapai batasnya? Bukankah benar yang dikatakan bahwa seseorang tidak aka...