Disclaimer : Sad story.. bacaannya bikin hati sedih... yang ga mau sedih2 jangan maksain diri ya sayangku....
.
"Hyung, kenapa Mom juga Dad tidak menyayangiku seperti mereka menyayangimu? Aku juga ingin..."
"Mereka juga menyayangimu, Haechan.. jangan berpikir berlebihan ya? Lagipula hyung sangaaatttt sangaaattt sayang sekali padamu.. kau dongsaeng hyung satu-satunya di dunia ini..."
"I know... aku juga sayang padamu, hyung..."
"Kemarilah, peluk aku Haechan.."
Haechan memeluk tubuh kurus Hendery dan memeluknya erat. Selalu Hendery yang menjadi obat di kala hatinya terluka karena kedua orangtuanya tidak pernah memperhatikan Haechan, cenderung menyalahkan apapun yang Haechan lakukan. Membandingkan nilai Haechan dengan Hendery yang notabene memang diberi anugerah otak yang encer. Hanya Hendery seorang yang kasih dan sayangnya bisa Haechan rasakan dengan nyata.
Aku menyayangimu, Hendery hyung.. tapi bolehkah aku juga meminta sedikit saja kasih dari Mom and Dad? Tidak banyak, cukup sedikit saja untukku.
.
.
Percakapan yang sama terus berulang sejak Haechan duduk di bangku Sekolah Dasar setiap kali Haechan menangis entah karena Ten ataupun Johnny. Kata-kata bujuk dan ucapan menenangkan yang Hendery ucapkan semakin lama terdengar terlalu biasa bagi Haechan. Iya, Haechan menjadi terbiasa dan cenderung abai akan bagaimana kedua orangtuanya memperlakukan dirinya.
Puncaknya adalah ketika Johnny dan rekan bisnis yang juga merupakan sahabatnya merencanakan perjodohan Haechan dan Mark. Haechan pikir, dengan menuruti keinginan Johnny dan Ten kali ini akan membuat dirinya berguna, tapi lagi-lagi Haechan tidak mujur. Sebenarnya Haechan sudah mengetahui mengenai asal usul dirinya beberapa tahun yang lalu, tepatnya di usianya yang ke 17 tahun karena tidak sengaja mendengar ucapan Ten di telepon kepada Halmeoni Haechan yang berada di Thailand.
Sejak itulah Haechan mulai menulikan telinga serta memadamkan rasa di hatinya. Tidak lagi menginginkan kasih sayang Ten ataupun Johnny, bahkan mungkin Haechan bukanlah anak kandung dari seorang Suh.
Haechan memiliki comfort zone-nya sendiri. Pantai. Haechan bisa menghabiskan waktu berjam-jam hanya dengan memandangi deburan ombak yang mendatangi pesisir dengan suara berdebur namun terpecah ketika pesisir menyapa. Membiaskan gelombang yang awalnya besar dan menakutkan menjadi riak kecil dan tidak menghanyutkan.
Hari ini pun begitu. Haechan akan menantikan tenggelamnya matahari dari Pantai. Haechan menaiki kendaraan umum untuk dapat sampai ke Pantai ini. Tidak terlalu ramai karena biasanya Pantai itu penuh dikunjungi saat siang hari. Haechan duduk beralaskan pasir, memeluk kedua kakinya yang ditekuk dan terpejam menikmati semilir angin yang menyapa tubuhnya. Telinga Haechan diberkati dengan suara air yang sangat Haechan sukai.
Perlahan jemari Haechan menuliskan beberapa nama di pasir. Nama yang pertama ditulis adalah nama Ten dan Johnny. Haechan berdiam sesaat lalu bergumam kecil.
"Apa kalian mencintaiku?"
Srrrrhhhhhhsssshh.
Gelombang kecil menyapu tulisan tersebut, mengaburkannya dan dalam deburan ombak selanjutnya tulisan yang Haechan buat lenyap, habis tersapu ombak. Haechan terkekeh pelan. Jemarinya kemudian menuliskan sebuah nama lainnya.
MARK.
"Nah, apa kau juga pernah setidaknya sekali saja peduli atau bahkan menyayangiku, Mark hyung?"
Srrssshhhhhh.
KAMU SEDANG MEMBACA
HEAVEN [END]
FanfictionHaechan Suh tidak pernah meminta untuk dilahirkan tanpa diberikan kasih sayang, tidak pernah meminta untuk menikah tanpa dicintai. Bagaimana jika hati yang begitu kuat telah mencapai batasnya? Bukankah benar yang dikatakan bahwa seseorang tidak aka...