Untouchable ⚠️

12.9K 695 63
                                    

Disclaimer : Warning! This chapter rate-M, angst and lemon!! Be wise okay....






.






Tiga insan dengan pikirannya masing-masing tampak terdiam dalam sebuah ruang inap VVIP. Ranjang pasien yang dihuni oleh seorang bocah kecil yang masih tertidur terasa begitu hening karena tidak ada satupun yang bersuara. Hanya terdengar lirihan sisa isakan serta hembusan nafas berat dari pasangan paruh baya tersebut.

"Aku harus segera pergi ke kantor, bubu sudah meminta bibi Park untuk kemari. Bibi Park sedang dalam perjalanan dan akan menjaga Chenle sementara aku di kantor."

Johnny mengangguk, namun sebelum Mark beranjak dari sofa di ruang tamu VVIP tersebut, Johnny bersuara.

"Mark, kau... benar-benar tidak jadi menceraikan Haechan? Dan janin dalam kandungan Haechan.. itu..."

"Aku belum menandatangi surat persetujuan perceraian, dan ya aku akan membatalkannya, Dad. Haechan sedang mengandung dan aku tidak mungkin menceraikannya."

Jika sebelumnya Johnny memang mempercayai Mark, rasanya kali ini sedikit berbeda. Pertama, Johnny sudah mengetahui mengenai perjanjian kontrak antara Mark dan Haechan. Yang kedua, Mark masih berhubungan dengan wanita kekasihnya. Setelah mengetahui jika Haechan memang anak biologisnya, sifat protektif seorang ayah yang sebelumnya tidak begitu dirasakan oleh Johnny menguar dan menyeruak begitu saja.

"Lalu kau akan tetap menceraikannya setelah perjanjian 5 tahun kalian?"

Mark bergeming, mulutnya terkatup rapat karena dirinya sendiri tidak yakin dengan jawaban apa yang dapat diberikan kepada ayah mertuanya ini. Johnny menatap Mark tajam.

"Ceraikan saja Haechan jika begitu. Sekarang ataupun nanti tidak ada bedanya jika ujungnya kalian tetap bercerai. Aku hanya tidak menyangka sempat berekspektasi tinggi padamu sebelumnya hanya karena kau anak dari sahabatku."

"John..."

Ten mengelus punggung tangan Johnny, menyalurkan ketenangan karena dirasa suaminya mulai terpancing emosi dikarenakan Mark yang diam.

"Pergilah, Mark. Hanya saja, pikirkan baik-baik keputusanmu, jangan menyakiti Haechan."

Mark mengangguk dan pergi menninggalkan ruangan VVIP. Dalam langkahnya sudut bibir Mark naik namun itu bukan tawa, melainkan cemooh.

"Pantas saja Haechan tidak sudi kembali ke keluarga Suh, mereka benar-benar tidak tahu malu. Sikap mereka berubah 180 derajat setelah mengetahui Haechan anak kandung Johnny Suh. Ah, malang sekali Haechan-ku...."

Dalam hati Mark meringis, sebenarnya dirinya tidak ada bedanya dengan kedua orangtua Haechan, hanya saja dalam stiuasi dan kondisi yang begitu berlainan. Mark mengeluarkan ponselnya, masuk ke dalam mobil mewahnya dan menuju ke suatu tempat untuk menemui seseorang.

.

.

"Ada perlu apa kau mencariku hingga kemari? Kupikir urusan kita sudah selesai, Tuan Mark Jung?"

Mark memandang dengan tatapan angkuh pada pria yang terpaut usia 10 tahun di depannya. Lee Jeno.

"Aku tidak punya banyak waktu untuk berbicara denganmu, cepat katakan apa maumu?"

Mark tersenyum sinis, berani sekali bocah tengik ini berlaku kurang ajar pada dirinya.

"Tidak menyuruhku masuk dan duduk? Caramu menyambut tamu benar-benar buruk, Lee Jeno."

"Kau bukan tamuku dan aku tidak pernah mengundangmu. Jadi, ya.. di sini saja."

Sialan.

"Cepatlah, katakan straight to the point..."

HEAVEN [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang