Gift

7.6K 562 107
                                    

Disclaimer : Cuma ngingetin lagi kalau ini fiksi. Sedih atau kesel boleh tapi jangan berlarut..... 💚








.






Mark baru saja sampai di rumah besar miliknya, dengan kasar membanting pintu kamar dan berjalan mondar mandir. Kedua tangannya bertaut, sesekali memegangi kepala dan menyugar rambut yang tampak sudah berantakan sejak Mark memasuki rumahnya.

"Haechan... Haechan...."

Mark kesal, pikirannya masih terbayang dengan jelas ketika Jeno memeluk erat Haechan-nya. Salah, Mark yakin jika saat itu juga Haechan membalas pelukan Jeno. Keduanya tampak berpelukan, tidak terpaksa sama sekali. Apa artinya?

"Tidak mungkin Haechan menerina Jeno. Apa memang janin di kandungan Haechan bukan milikku? Tidak, tidak... itu tidak boleh terjadi..."

Mark merebahkan tubuh jangkungnya di ranjang tanpa melepaskan sepatu maupun jasnya.

"Sialan!! Apa yang terjadi padaku!!"

Mark mengusak wajahnya, kembali duduk di pinggir ranjang dan menumpu kedua siku di atas lututnya sambil memegang kepala. Jemarinya masih mengacak rambut yang terasa lepek karena keringat.

"Haechan.... kau masih milikku... tidak, kau hanya milikku.. aku tidak akan membiarkan orang lain bersamamu... damn it sialan Haechan..."

Mark memejamkan matanya. Berusaha untuk tidur tanpa membersihkan tubuhnya yang lelah. Mark hanya ingin tidur saat ini, pikirannya begitu berat memikirkan perusahaan, memikirkan beberapa tahun terakhir kehidupannya bersama Haechan.. apa yang telah dilakukan Mark pada istri mungilnya..

Mark mendesah pelan, mengingat dengan jelas paras Haechan selama masih tinggal satu atap dengannya.. paras terkejut di wajah gembilnya ketika Mark hardik dan bentak... paras sendu dan sedih setiap kali Mark menolak memakan masakan yang sudah dibuat Haechan, paras menangis ketika permohonan Haechan tidak digubris sedikitpun oleh Mark... terakhir, paras kebencian yang Haechan tunjukkan begitu jelas padanya setelah Mark menuduhnya jalang hingga membuat Chenle yang terkena imbasnya.

Rasanya Mark hampir tidak pernah melihat paras tawa dan bahagia dari Haechan. Seburuk itukah hidup bersamanya selama ini?

"Kalian menganggap aku perusak? Merusak rencana masa depan kalian? Memangnya kalian pikir aku juga tidak rusak?"

"Kalian akan menikah setelah kau menceraikanku bukan? Benar tidak hyung? Kalian akan hidup bahagia, bersama anak yang kulahirkan.. kau bahkan akan merenggutnya dariku.. kalian tentu akan melanjutkan hidup seperti di negeri dongeng. Happily ever after.. hahahaha.. sedangkan aku? Terpikirkah olehmu Mark hyung apa yang bisa kulanjutkan dari hidupku nanti? Kau iblis hyung..."

Sebulir cairan bening turun dari sudut mata pria yang selama ini begitu angkuh untuk sekedar mengindahkan rasa yang sering mencuat di dalam hatinya. Mengingat kembali semua ucapan menyakitkan yang pernah dirinya sampaikan pada Haechan saat itu.

"Maaf..."

---

Donghyuck mengemasi barang-barangnya dan Chenle. Sudah lewat beberapa hari Donghyuck menginap di kediaman Seo dan hari ini Donghyuck akan kembali ke apartemennya. Ten yang melihat hal tersebut, berniat membantu namun tangan Ten ditepis pelan oleh Donghyuck. Donghyuck mengambil pakaian yang berada di tangan Ten, membuat Ten menatapnya sendu.

"Uhmm... Donghyuck.. bisakah kau memperpanjang menginap di sini? Setidaknya hingga Natal besok Hyuck..."

Donghyuck mendongak menatap Ten. Menggeleng perlahan dan melanjutkan kegiatannya membereskan pakaian sementara Chenle sedang bersana Johnny.

HEAVEN [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang