DUA BELAS

18.2K 809 27
                                    

Satu bulan kemudian ....

Sudah satu bulan berlalu, pernikahan mereka tidak ada perubahan apa pun. Semakin hari rasanya Gus Ikmal semakin sulit untuk di gapai. Ashilla sendiri bahkan sudah hampir hancur, jika bukan karena Aila dan Abi Muslih yang begitu baik dan menyayanginya.

Ia dan Gus Ikmal terus berperan menjadi orang tua yang baik di hadapan Aila dan orang lain, termasuk di hadapan Abi Muslih. Mereka mengantar Aila ke sekolah bersama, pergi ke kebun binatang di hari libur, membelikan Aila boneka. Mereka benar-benar terlihat seperti keluarga yang bahagia dan sempurna di mata orang lain.

Padahal kenyataannya, Ashilla seolah berjalan di atas ratusan pecahan kaca, berusaha menggapai Gus Ikmal yang tampak jauh di ujung sana.

Ashilla juga masih mengenakan cadarnya di dalam rumah. Abi Muslih juga tidak keberatan, mertuanya itu bahkan sangat mengerti dirinya. Mertuanya mengira karena ia belum terbiasa membuka cadar di depan orang lain.

"Sayang, nanti berangkat sekolah dengan Umi nggih? Baba ada meeting penting di kantor. Ndak apa-apa ya sayang?"

Gus Ikmal meneguk kopi hitam di hadapannya yang tersisa sedikit lagi. Mereka semua baru selesai sarapan dan masih berada di ruang makan.

"Ada masalah tah Ik?" tanya Abi Muslih.

"Iya Abi. Tapi kami sudah mencoba untuk mencari jalan keluarnya."

Abi Muslih mengangguk. Menyesap teh manisnya yang masih mengepulkan asap di atasnya.

"Ndak apa-apa kok Aila berangkat dengan Umi ya sayang?"

Aila menerima gelas berisi susu yang di berikan oleh Uminya, "Iya Baba ndak apa-apa." Kemudian ia meminum susu putih miliknya hingga tandas.

"Anak pintar. Baba berangkat dulu ya." Gus Ikmal berdiri dari kursinya, mendekat pada Aila dan mengecup keningnya.

"Hati-hati ya Baba."

Gus Ikmal mengangguk, tersenyum mamis kepada putrinya yang sudah rapi mengenakan kerudung dan seragam sekolahnya. "Iya sayang. Kamu dan Umi juga hati-hati ya." Kini Gus Ikmal beralih mengecup kening Ashilla cukup lama.

Ashilla memejamkan matanya, demi apa pun setiap kali Gus Ikmal melakukan ini kepadanya. Jika menurut kebanyakan orang, cium kening adalah tanda kasih sayang, maka tidak bagi Gus Ikmal. Ia melakukan semuanya dengan mudah, dan tanpa perasaan seolah dirinya bukanlah hal penting di matanya.

"Mas berangkat dulu ya, sayang?"

Ashilla mengangguk, "Iya Mas. Hati-hati ya."

Satu lagi, Gus Ikmal akan memanggil dirinya sendiri 'Mas' dan memanggil Ashilla dengan sebutan 'Sayang' saat dirinya bersandiwara.

"Abi, Ikmal berangkat dulu ya."

Abi Muslih mengangguk. "Iya hati-hati."

"Inggih Abi. Assalamualaikum ..."

"Waalaikumsallam .... "

Setelah mobil Gus Ikmal meninggalkan pondok, tak lama Ashilla dan Aila pun pamit untuk pergi ke sekolah. Ashilla kebetulan hari ini akan mengajukan resign dari pekerjaannya, ia ingin fokus merawat Aila, meski rumah tangganya berantakan, setidaknya dengan bersama Aila ia bisa melupakan semua kesedihannya dari pernikahannya yang menyedihkan.

Setelah memakan waktu cukup lama untuk sampai ke sekolah Aila, kini mereka berdua sudah sampai, ia masuk ke kelas Aila seraya menggandeng tangan anak cantiknya itu.

"Sayang?" Ashilla berjongkok, menyejajarkan tubuhnya dengan tinggi sang putri. "Umi mau ke ruang guru dulu ya? Aila baik-baik ya di kelas, ndak boleh nakal nggih?"

Aila mengangguk patuh, wajahnya tersenyum saat Ashilla memberikan kecupan di pipinya. "Umi pamit ya?"

"Iya umi!!"

Setelah melihat Aila duduk di mejanya, Ashilla lekas berjalan menuju tujuannya, yaitu ruang guru.

Setelah mengucap salam, Ashilla masuk dan bertemu dengan kepala sekolah, Ibu Nina yang sudah menunggunya.

"Kenapa tiba-tiba mau resign Bu Shilla?"

Ashilla memang sudah memberitahukan perihal ini melalui panggilam telepon semalam kepada ibu Nina.

"Ndak apa-apa kok Bu. Saya sudah memikirkannya selama ini. Saya ingin fokus menjadi ibu rumah tangga saja, dan mengurus Aila juga."

Ibu Nina menatapnya dengan sedih. "Ah, sayang sekali Bu. Padahal anak-anak sangat senang belajar dengan Ibu Shilla."

Ashilla hanya tersenyum di balik cadarnya, Ibu Nina menghela napas panjang, "Ya sudah. Apa pun keputusan Ibu, saya terima. Terima kasih sudah mengabdi selama satu tahun di sekolah ini."

"Sama-sama Ibu Nina, saya pamit ya Bu."

Setelah berpamitan Ashilla langsung keluar dari ruang Guru. Aila yang melihatnya segera menghampirinya yang memang sengaja berdiri di depan pintu kelasnya.

"Umiii"

"Aila, umi pamit sebentar ya. Mau bertemu teman Umi."

Wajah Aila langsung berubah sendu. "Nanti Aila pulang sama siapa kalau Umi pergi?"

Ashilla menghela napas, ia menggendong Aila. "Umi janji cuma sebentar. Nanti setelah urusan Umi selesai, umi datang lagi ke sekolah sebelum jam pulang."

"Janji ya Umi cuma sebentar?"

Ashilla mengangguk, membubuhkan satu kecupan pada pipi Aila. "Iya umi janji sayang. Ah, begini saja nanti Aila ingin Umi belikan apa?" tawarnya.

Wajah sendu Aila langsung berubah cerah. "Donat dan es krim, boleh Umi?"

Ashilla mengangguk seraya terkekeh. Aila memang selalu bertanya boleh atau tidaknya kepada Ashilla, dan itu membuat Ashilla kagum kepada putrinya ini. Jika pun, nanti di larang Aila akan menurut, tidak marah atau merajuk seperti anak lain. Karena kata Aila, jika ia atau pun semua keluarga melarang itu artinya memang tidak baik untuknya.

"Boleh dong sayang. Nanti umi belikan ya? Terus kita makan sama-sama di mobil. Bagaimana?"

"Mauu Umii. Kalau begitu Umi hati-hati ya. Jangan lupa donat dan es krimnya juga."

"Iya sayang. Umi pamit ya?"

Aila mengangguk, lalu Ashilla menurunkannya dari gendongannya. "Aila sayang Umi."

Ashilla selalu tersentuh setiap kali Aila mengatakan itu. "Umi juga menyayangi Aila. Sayaaang sekali."

Aila terkekeh. "Dadah Umi! Aila mau belajar lagi!!"

Ashilla mengangguk, dan Aila bergegas berlari masuk ke dalam kelasnya, setelah duduk di kursinya ia kembali menatap Ashilla dan melambaikan tangan kepadanya.

Aila sayang. Tetaplah sehat ya? Tetap jadi penguat Umi dalam menjalani hari-hari Umi yang penuh serpihan kaca dan bisa melukai Umi kapan saja.

Umi sayaaaang sekali dengan Aila.

Ashilla [TERBIT] ✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang