"Tapi Ik. Sampeyan menikahi Ning Ashilla bukan karena permintaan Aila, kan?"
Deg!
Pertanyaan sang Ayah tepat menembus ke ulu hatinya. Lalu, apakah ia harus jujur?
Gus Ikmal berdeham, "Ndak Abi."
Mendengar itu, Abah Yai Muslih tersenyum lega. "Alhamdulillah ... Ik, ingat satu hal, jangan pernah mempermainkan perasaan wanita. Karena pada dasarnya mereka sosok perasa dan lembut, ndak bisa di sakiti dan di kasari sedikit."
"Wanita itu harus di sayang Ik, dan di tenangkan pelan-pelan dan selembut mungkin. Sampeyan paham?" Abah Yai Muslih sungguh tidak ingin putra semata wayangnya itu menyakiti, atau pun mempermainkan wanita, apalagi mempermainkan pernikahan.
Gus Ikmal mengangguk. "Inggih Abi. Ikmal mengerti."
Abah Yai Muslih menghela napas, menatap putranya dengan bahagia. "Jadi, kapan mau ke pondok Yai Muzaki?"
Gus Ikmal terkekeh pelan. "Abi ini. Sudah ndak sabar sekali ya?"
Abah Yai Muslih tergelak. "Ya iya. Mumpung Abi masih sehat, Abi bisa mendampingi sampeyan mengucap ijab kabul, dengan orang yang sudah sampeyan pilih."
"Abi harus tetap sehat. Ikmal masih butuh waktu Abi, mungkin beberapa hari lagi kita ke sana."
Abah Yai Muslih mengangguk. "Inggih. Aila pasti senang sekali jika sampeyan menikah dengan Ning Ashilla."
Gus Ikmal hanya membalas dengan anggukkan kepala dan senyuman tipis. Ia yakin ke depannya kehidupannya akan semakin rumit, karena pasalnga ia menikahi Ning Ashilla karena kemauan putrinya.
"Abi mau ke pondok dulu sebentar. Sampeyan ndak kemana-mana hari ini?'
Gus Ikmal menggeleng. "Ndak Abi. Mau istirahat dulu." ucapnya.
Abah Yai Muslih mengangguk, menepuk bahu putranya sebelum ia hilang dari pandangan sang putra.
Sepeninggal Abah Yai Muslih, Gus Ikmal menyandarkan punggungnya pada sofa, seraya memijat pelipisnya. Ia harus melakukannya demi kebahagiaan Aila, urusan hatinya biarlah menjadi urusan belakangan, dirinya masih belum bisa membuka hati, dan membiarkan wanita lain masuk ke dalam kehidupannya.
*****
Sementara itu di kediaman Abah Yai muslih tampak Ashilla sedang tertawa gemas, sembari sesekali mencium pipi gembil sang keponakan yang sangat tampan dan juga wangi sehabis mandi, membuatnya betah berlama-lama dengan Gus kecil cucu satu-satunya Abah Yai Muzaki.
“Astagfirullah Shilla!!”
Gus Zidan memijat pelipisnya, melihat penampilan putranya yang kini berusia sepuluh bulan itu tengah mengenakan pakaian bayi dengan model nanas. Ashilla ini menang selalu mendandani anaknya dengan kostum macam-macam. Mulai dari apel, gajah, dinosaurus, bebek, dan sekarang Nanas.
Sungguh ia benar-benar pusing dengan kelakuan adiknya.
Ashilla tidak menghiraukan kakaknya yang tengah kesal, ia malah bersorak riang seraya bertepuk tangan. Sedang Gus Irham malah tertawa riang seraya mengentak-entakkan kakinya. “Seneng ya, di beliin baju baru sama aunty? Iya seneng? Hmm sama-sama Gus cilik yang ganteng!!”
Gus Zidan mendelik sebal, sementara Ashila yang sangat gemas dengan keponakannya itu memilih untuk memotret Gus Irham yang lucu dengan kostum nanas dan menguploadnya pada akun twitternya, yang langsung mendapatkan jumlah like yang banyak dan di serbu dengan banyak komentar yang memuji Gus Irham yang tampan dan lucu dengan kostum itu.
Tapi dari semua akun yang berkomentar, perhatiannya tertuju pada sebuah komentar dari akun bernama IKMAL FIKRI HIDAYAT.
Ikmal Fikri Hidayat : Gemas.
"Gus Ikmal?" gumamnya.
"Kenapa kamu dek? Kesurupan, tumben tiba-tiba diem?" seloroh Gus Zidan.
Ashilla menghela napas, ia memasukkan ponselnya ke dalam saku gamis yang di kenakannya, sebelum mengecup Gus Irham. "Emmhh. Wangi sekali sih kamu. Nanti Aunty beliin kamu minyak wangi--Aduuh!!" Ashilla memekik karena sang kakak memberikan pukulan pada punggungnya .
"Nggak usah macem-macem kamu." ancamnya.
"Kenapa sih? Mbak Ayana aja nggak masalah tuh,"
Gus Zidan menatap Ayana. "Protes sih Yang, biar anak ini nggak semena-mena sama Irham."
Ayana tertawa saja, Ashilla mengecup Gus Irham sekali lagi, sebelum akhirnya ia pamit ke dalan kamarnya. Sampai kamar ia mengunci pintu dan kembali membuka ponselnya, perasaannya mendadak berbeda hanya karena membaca sebuah komentar dari Gus Ikmal.
Ting!
Ashilla berdeham melihat ada notifikasi pesan masuk melakui akun twitternya dari Gus Ikmal. Ya Allah, kenapa perasaanku mendadak seperti ini?
Ikmal Fikri Hidayat
Assalamualaikum Ning.
Ashilla Nadiatul Shafa
Waalaikumsallam
Ashilla menggigit kukunya, menanti balasan dari akun tersebut. Tak lama, ponselnya kembali berbunyi dan benar saja Gus Ikmal kembali membalasnya.
Ikmal Fikri Hidayat
Ini saya Ikmal, Baba nya Aila.
"Hah? Beneran Gus Ikmal ternyata," gumamnya. Sungguh ia benar-benar terkejut, apa sebenarnya alasan Gus Ikmal mengomentari foto Gus Irham yang ia posting, dan juga apa alasannya mengirimkan pesan seperti ini kepadanya?
Ah, Ashilla waswas sendiri. Apa Aku salah dalam mendidik Aila di sekolah ya?
Dengan penuh tanya yang muncul di kepalanya, Ashilla mencoba abai sebentar lalu membalas pesannya lagi.
Ashilla Nadiatul Shafa
Oh iya Gus.
Ada apa ya?Ting!
Kali ini pesannya di balas lebih cepat.
Ikmal Fikri Hidayat
Ndak apa-apa, hanya ingin menyapa saja.
Ashilla meringis. "Anda yang menyapa, saya yang ketar-ketir Gus!" keluhnya. Bukan apa-apa, ia takut jika selama ia mengajar di kelas Aila, ia memiliki cara yang salah dalam mendidik anak didiknya. Makanya ia samgat cemas saat Gus Ikmal langsung mengirim pesan kepadanya.
Ashilla memilih untuk tidak membalas lagi pesan dari Gus Ikmal, ia berniat untuk merebahkan dirinya sebentar sebelum adzan maghrib tiba, namun sepertinya semesta tidak mendukung. Lagi-lagi Gus Ikmal mengirimi pesan kepadanya, kali ini bukan basa-basi semata karena pesan dari Gus Ikmal membuatnya sangat terkejut.
Ikmal Fikri Hidayat
Ning, boleh minta nomor ponsel sampeyan?
Saya ingin mengenal sampeyan lebih dekat.
KAMU SEDANG MEMBACA
Ashilla [TERBIT] ✓
Ficción General"Saya menikahi kamu bukan karena cinta. Tapi, karena Aila membutuhkan seorang ibu, dan ia ingin kamu yang menjadi ibunya!" Ashilla Nadiatul Shafa, harus menelan pil pahit di malam pernikahannya. Malam pernikahan yang seharusnya menjadi malam yang pe...