ENAM

16.8K 744 20
                                    

Malam mulai tiba, seperti ucapan Gus Ikmal yang meminta Ashilla menyampaikan kedatangannya bersama keluarga, ternyata Abah Yai Muslih selaku ayah dari Gus Ikmal juga telah menghubungi Abahnya. Tentu saja seharian ini dirinya menjadi bulan-bulanan dari Gus Zidan dan Ayana.

“Shilla belum berpikiran untuk menikah Mas. Lagi pula Shilla ini masih kecil lho,” Gus Zidan kembali menggoda sang adik dengan menirukan nada bicara Ashilla tempo hari.

“Ternyata bukan karena masih kecil ya. Tapi karena menunggu Mas duda melamar,” imbuh Gus Zidan seraya tertawa bersama Ayana, sedang Gus Irham kecil sedang bersama dengan kedua orang tua Gus Zidan.

Ashilla merengek, ingin rasanya ia menghilang dari muka bumi ini. Kakaknya itu benar-benar menyebalkan. "Mas. Lama-lama Shilla pukul pakai buku ini lho!" serunya seraya mengangkat sebuah Novel miliknya yang sangat tebal menyerupai kamus.

Bukannya diam, Gus Zidan malah kembali meledeknya.

"Mbak juga. Iiihh berhenti mengejek Shilla!!" bungsu keluarya Yai Muzaki itu kembali merengek.

Keluarga Gus Ikmal sudah datang, Abah dan Gus Zidan juga sudah menunggu di ruang tamu. Sementara Ayana, Ashilla, Gus Irham kecil, dan Ummah Aini berada di ruang keluarga, ada Aila juga yang duduk di pangkuan Ashilla dan tampak senang melihat Gus Irham kecil.

Meski suasana cukup riang, namun Ashilla tidak dapat memungkiri jika dirinya tengah gugup. Sebelumnya, Ashilla tidak pernah dekat dengan pria lain selain dari keluarganya, dan Gus Ibrahim yang masih memiliki hubungan kerabat dengannya. Gus Ikmal tiba-tiba saja datang melamarnya, memintanya langsung kepada Abah dan sang kakak.

"Ngapunten sebelumnya Yai, sekiramya saya dan Abi datang kemari dengan sangat tiba-tiba." Gus Ikmal langsung membuka suara, menyampaikan inti kedatangannya bersama Abi Muslih.

Suasana ruang tamu tampak tegang, Ashilla semakin gugup, tangannya di genggam erat oleh sang ibu, sedang Aila anak kecil itu tengah menciumi seluruh wajah Gus Irham dengan gemas. Namun Ayana memintanya untuk jangan berisik, karena para orang tua akan membicarakan hal yang penting, dan anak usia lima tahun itu menurut.

Abah Yai Muzaki tersenyum. "Ndak apa-apa Gus Ikmal. Kebetulan saya dan Yai Muslih sudah lama tidak bertemu, ya Yai Muslih?"

Abah Yai Muslih tertawa. "Inggih Yai."

Gus Ikmal berdeham, matanya sesekali mencuri pandang ke arah Ashilla yang menunduk. "Jujur, kami datang kemari ada maksud tertentu Yai. Saya, Ikmal Fikri Hidayat hendak melamar putri Yai, Ashilla."

Gus Zidan dan Abah Yai Zaki saling pandang. Keduanya sebenarnya merasa berat melepaskan satu-satunya putri di keluarga ini. Bagi keduanya Ashilla tetaplah seorang anak kecil yang harus selalu mereka jaga, dan awasi. Namun, jika takdir memang mengharuskan mereka melepaskan Ashilla untuk bersama dengan pria yang akan menjadi jodohnya, mau bagaimana lagi?

Abah Yai Muslih menghela napas, bohong jika rasanya ia rela melepaskan putrinya sekarang. Ia melirik putrinya sekilas, sebelum akhirnya menghela napas. Bagaimana pun, bukankah akan sama saja? Entah cepat atau lambat Ashilla harus menikah, dan ia harus ikhlas melepaskan putrinya untuk di pinang oleh pria dan di jadikan istri.

"Gus, sampeyan tahu jika Ashilla masih sangat muda. Kami hanya takut Ashilla kami akan menyusahkan sampeyan dan Yai Muslih."

Abah Yai Muslih berkata demikian karena tahu bagaimana sikap putrinya selama ini. Ashilla masih sangat manja, emosinya masih labil, dan mudah merajuk. Ia takut Gus Ikmal dan keluarganya tidak nyaman dengan semua itu. Ia khawatir putrinya tidak bisa menjadi istri sekaligus Ibu untuk Aila, karena usianya yang masih sangat muda.

"Ashilla bahkan masih sangat manja Gus. Saya ragu, ia akan menjadi istri dan Ibu yang baik untuk sampeyan dan juga Aila." tambah Gus Zidan. Ah, ia juga jadi sangat berat melepaskan adik, sekaligus partner bertengkarnya di rumah.

"Inggih Yai. Ndak apa-apa Yai, Gus. Saya terima semuanya, baik dan kurangnya. Saya mohon izin restu untuk menggantikan tugas panjenengan terhadap Ning Ashilla."

Gus Zidan, dan Abah Yai Muzaki menghela napas, menahan gejolak kesedihan di hati masing-masing. Sementara di sisi lain Ashilla yang tangannya di genggam oleh sang ibu merasa terharu, Ummah Aini bahkan sudah menghapus air matanya berkali-kali.

Sungguh melepaskan Ashilla adalah hal yang terberat untuk semuanya.

Abah Yai Muslih paham dengan apa yang tengah di rasakan oleh Yai Muzaki dan juga Gus Zidan. "Yai, Gus. Ndak masalah sekiranya Ning Ashilla masih manja, wajar usia mereka kan jelas berbeda. Biar Ikmal yang akan memanjakannya sebagai istri nanti Yai."

Abah Yai Muzaki mengangguk, "Suruh Shilla kesini Mas." bisik Abah Yai Muzaki.

Gus Zidan mengangguk, berjalan menghampiri Ashilla dan mengulurkan tangannya. "Ayo dek."

Ashilla menyambut uluran tangannya, ia dapat melihat kedua mata sang kakak yang memerah menahan tangis. Dadanya sungguh sangat berdebar, ia berjalan bersama sang kakak duduk di apit oleh ayah serta kakaknya yang berhadapan dengan Gus Ikmal dan Yai Muslih.

"Assalamualaikum Gus, Yai." ucapnya, sungguh tutur katanya begitu lembut, menggetarkan hati Yai Muslih dan Gus Ikmal.

"Waalaikumsallam." Gus Ikmal dan Yai Muslih nebjawab bersamaan.

Abah Yai Muzaki menggenggam tangan putrinya yang terasa dingin, ia terkekeh pelan untuk menyamarkan kesedihannya di depan sang putri. "Ini lho nduk, Gus Ikmal barusan menyampaikan niat kedatangan mereka kemari untuk melamar sampeyan. Piye Nduk? Sampeyan mau menerima lamaran Gus Ikmal?"

"Ndak usah terburu-buru menjawab Ning. Kalau Ning masih perlu waktu, monggo kami akan menuruti. Bagaimana pun menikah itu adalah ibadah terpanjang, seumur hidup sampeyan akan hidup bersama laki-laki yang sudah di pilih." Abah Yai Muslih berkata jujur, karena maksud kedatangan mereka tentu sangat membuat terkejut, terutama bagi Ashilla.

Gus Ikmal mengangguk. "Inggih Ning. Pikirkan dulu baik-baik."

Ashilla menunduk dalam, Gus Zidan menggenggan tangannya. "Dek, semua keputusan ada di kamu. Mas, dan Abah ikut apa kata kamu." ucapnya.

Ashilla membalas genggaman tangan sang kakak, kemudian menarik napas dalam-dalam. "Bismillah .... " gumamnya.

Ia mengangkat kepala, menoleh kepada sang Ayah yang menatapnya sendu, lalu beralih menatap Gus Zidan yang juga tampak berkaca-kaca. "Abah, Mas Zidan. Shilla memutuskan untuk menerima lamaran Gus Ikmal."

Semua orang tersenyum lebar, seraya mengucap syukur. Abah Yai Muzaki segera memeluk sang putri dan mencium pucuk kepalanya, tangisnya pecah. Ia tidak menyangka jika momen seperti ini terjadi sangat cepat, Ashilla putri satu-satunya sudah di pinang dan akan segera menikah.

Rumah ini pasti akan sangat sepi nanti, tidak ada suara rengekan, dan teriakan kesalnya karena terus di ganggu oleh Gus Zidan.

Mereka semua akan merindukan sosok Ashilla nanti.

Tatapan mata Ashilla tidak sengaja bertemu dengan Gus Ikmal. Saya memutuskan menerima njenengan Gus. Bismillah, tolong bimbing saya menjadi istri dan ibu yang baik untuk sampeyan dan juga Ning Aila.

Gus Ikmal memutuskan tatapannya lebih dulu. Abah, Aila, keinginan kalian sudah terwujud. Nak, kamu jangan sedih lagi ya, sebentar lagi kamu akan punya Umi.

Ashilla [TERBIT] ✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang