TIGA PULUH TIGA

19.5K 785 20
                                    

Ashilla menggelengkan kepalanya, Gus Ikmal ini benar-benar tidak tahu tempat. Apalagi melihat interaksinya dengan sang asisten benar-benar membuatnya menggelengkan kepala. Tak lama Rafka pamit keluar kini tinggal ia dan Gus Ikmal yang memintanya mendekat dan duduk di pangkuannya.

“Mas, lain kali jangan seperti itu ah. Malu ke asisten Rafka,” seraya membiarkan Gus Ikmal memeluknya dari belakang.

"Lho bagus dong sayang. Itu namanya memotivasi untuk segera menikah."

Ashilla mencebik. "Ya tapi ndak begini juga caranya Maaas."

Gus Ikmal terbahak. "Iya maaf sayang. Coba sekarang kamu buka lagi di depan kamu."

"Ini Mas?" Ashilla menunjuk laci yang dekat dengannya.

Gus Ikmal mengeratkan pelukannya, mencuri kecupan di pipi Ashilla. "Iya sayang, yang itu!"

Ashilla membuka laci itu, dan menemukan sebuah kartu ATM yang ia kenal. Tentu saja itu adalah ATM milik Gus Ikmal yang ia kembalikan saat memilih pergi untuk sementara. "Mas, ini kan--"

"Itu punya kamu sayang. Ambil lagi ya sayang? Nominalnya ndak berkurang, malah mas tambah terus setiap dapet rezeki lebih."

Melihat sang istri yang tetap diam, Gus Ikmal menelusupkan kepalanya pada bahu sang pemilik hatinya. "Pakai untuk membeli apa pun yang kamu mau ya sayang?"

Ashilla tidak mengambilnya, kartu itu masih berada di dalam lacinya. "Nanti Mas marah lagi."

Gus Ikmal kembali mengecup pipi istrinya. "Ndak sayang. Ah, Mas lupa mau tanya, selama menikah kamu ndak pernah menggunakan uang pemberian Mas, lalu bagaimana cara kamu membeli semua kebutuhan di rumah?"

Ashilla mengubah posisi duduknya menjadi meyamping, dengan kedua tangannya yang melingkar pada leher suaminya. "Pakai tabunganku sendiri Mas. Meskipun aku mengajar di pondok Abah, tapi Abah tetap memberikan gaji begitu pun dengan Mas Zidan."

Gus Ikmal mengangguk, kini pertanyaan yamg selama ini menghantuinya, terjawab sudah. Ia janji akan mengganti semua uang istrinya yang di gunakan dulu.

"Sayang,"

"Iya Mas."

"Mau pergi bulan madu?" ia bertanya seraya mengangkat tubuh Ashilla, dan mendudukkannya di atas meja.

"Bulan madu Mas?"

Gus Ikmal mengangguk, kedua tangannya tengah membuka cadar yang menutup wajah istrinya. Di pandanginya wajah sang istri yang terlihat selalu cantik setiap harinya.

Wajah yang membuatnya jatuh cinta berkali-kali karena kecantikan, budi pekerti, dan kesabaran yang di miliki sang istri. Sungguh, jika di gambarkan cinta yang ia miliki seluas samudera tak berujung, tidak ada batasnya. Ia akan tetap mencintai wanita ini sampai akhir menutup mata nanti.

"Iya sayang. Kita belum pernah melakukannya kan? Sekarang pernikahan kita sudah membaik, bukankah seharusnya kita pergi bulan madu, hm?"

Dengan tatapan mata yang memuja, Ashilla sama jatuh cintanya dengan berkali-kali kepada pria yang berdiri menjulang di hadapannya, tidak pernah ia bayangkan jika pria yang semuala tidak tersentuh, dan dingin itu akan menjadi pria yang memujanya seperti ini.

"Mau ya sayang?"

Ashilla berdeham, ia masih saja gugup bertatapan langsung dengan sang suami. "Ke--kemana Mas?"

Gus Ikmal masih memerhatikan wajah cantik sang istri yang mulai memunculkan semburat merah, menambah kesan cantik dan sekaligus gemas. "Bagaimana jika ke Bali?"

"Boleh?"

"Boleh sayang. Jadi, mau ya?"

Ashilla mengangguk penuh antusias. Siapa yang tidak akan tertarik untuk bepergian ke pulau dewata yang menyajikan sejuta keindahan itu. Pesonanya sampai mampu menarik wisatawan dari manca negara, tentu saja Ashilla juga sangat menginginkannya.

Selain karena tidak di perbolehkan bepergian jauh karena trauma yang di deritanya, pulau tersebut juga menjadi salah satu waiting list di hidupnya, dan Gus Ikmal siap mengabulkannya.

"Oke. Kalau begitu, kita berangkat besok!!" Gus Ikmal juga sama senangnya, ia mengecupi seluruh wajah sang istri karena tidak sabar untuk menghabiskan waktu berdua dengan sang istri tanpa gangguan dari Aila tentunya.

"Ya ndak besok juga dong Mas!" Astaga, suaminya ini benar-benar di luar prediksi BMKG!!

"Iya sayang bercanda."

Cup!

Gus Ikmal mengecup pipi Ashilla, tubuhnya mengungkung sang istri yang masih duduk di atas meja. "Kamu maunya kita berangkat kapan, hm?"

Ashilla tampak berpikir beberapa saat. "Hmmm. Minggu depan bagaimana? Aila kan sudah mau libur sekolah."

Senyum cerah di wajah Gus Ikmal langsung lenyap, berganti dengan kerutan di keningnya. "Kok Aila sih sayang? Jangan bilang, kalau kamu mau mengajak Aila juga?" Gus Ikmal menatap sang istri dengan tatapan menuntut.

Tolong bilang tidak!! Batinnya meronta.

"Iya Mas. Kasihan lho Aila, di tinggal-tinggal terus." ucapnya tanpa dosa.

Tubuh Gus Ikmal langsung lemas, bahu Ashilla menjadi penopang kepalanya. Yang benar saja!! Jika Aila ikut juga, sama saja ia tetap tidak bisa berduaan dengan istrinya ini.

Ashilla [TERBIT] ✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang