DUA PULUH TUJUH

22.4K 894 26
                                    

Jangan tanyakan apakah keadaan Gus Ikmal baik-baik saja setelah di tinggalkan Ashilla. Nyatanya buruk. Ia tidak baik-baik saja, apalagi Aila. Anak 5 tahun itu terus menangis setiap malam, tidak mau di bacakan cerita olehnya sampai ia tertidur sendiri karena kelelahan menangis.

Abi Muslih juga kehilangan sosok menantu yang selama ini selalu merawat dan memperhatikan kesehatannya. Kepergian Ashilla meninggalkan banyak luka di hati semua orang. Namun, bukankah kesabaran seseorang memiliki batas? Mungkin inilah batas kesabaran seorang Ashilla Nadiatul Shafa.

Gus Ikmal sudah mencari-cari Ashilla ke mana-mana, berkali-kali mendatangi pondok pesantren Al-Hikmah Abah Yai Muzaki dan menanyakan keberadaan Ashilla, namun Abah Yai juga tidak tahu dimana keberadaan putrinya sendiri.

Lagi-lagi ia berada di dalam ruang tamu Abah Yai Muzaki, mencoba meminta ayah mertuanya itu jujur dan memberitahukannya. Ia bertekad tidak akan menyerah, ia berdiri saat Abah Yai datang bersama Gus Zidan yang datang dengan istri mereka masing-masing.
Saat hendak berucap, tiba-tiba saja Gus Zidan melayangkan sebuah pukulan di wajahnya, cukup membuatnya nyaris terjatuh kehilangan keseimbangan.

“MAS!” seluruh anggota keluarga Abah Yai Muzaki memekik dengan apa yang dilakukan Gus Zidan kepadanya.

Tak hanya itu, kini Gus Zidan mencengkeram kerah baju Gus Ikmal. “Apa salah Ashilla kami, sampai sampeyan tega melakukan semua itu kepadanya?”

Kedua mata Gus Ikmal melebar, Gus Zidan tahu?

“Kenapa? Sampeyan kaget saya bisa tahu? Gus, Ashilla adalah adik saya. Sedih, senangnya saya tahu semua. Sampeyan tega-teganya menyakiti Ashilla yang sudah sangat menderita selama bertahun-tahun karena traumanya. Di saat ia sudah hampir sembuh, sampeyan malah mendorongnya untuk kembali masuk ke dalam jurang,”

Gus Ikmal tidak membalas apa pun yang Gus Zidan katakan, dan lakukan kepadanya. Ia hanya menangisi semua penyesalannya yang tiada arti. Ashilla, cintanya, sudah pergi meninggalkan dirinya selama hampir satu bulan ini. Tidak ada jejak apa pun yang di tinggalkan, nomor ponselnya tidak dapat di hubungi, akun sosial medianya juga sudah lama tidak aktif.

“Pergi. Jangan lagi mencari Ashilla kemari. Karena sampai kapan pun, kami tidak akan pernah memberitahukannya padamu. Biarkan Ashilla kami menenangkan pikiran dan hatinya yang sudah sangat hancur,” tambah Gus Zidan.

Abah Yai Muzaki menghampiri sang menantu dan memberikannya sebuah pelukan, membiarkan Gus Ikmal menangis di pelukannya. Setidaknya mereka tahu, jika Gus Ikmal sudah sangat menyesali semua perbuatannya. “Tenanglah nak. Shilla akan pulang jika dirinya sudah sembuh. Sampeyan harus menjaga kesehatan, harus tetap kuat untuk Aila, nggih?”

Ya, Gus Zidan dan keluarga Abah Yai Muzaki sudah tahu tentang apa yang sebenarnya terjadi dengan pernikahan Ashilla dan Gus Ikmal. Masih ingat pembicaraan Gus Ikmal dan Ashilla saat di rumah sakit? Ya, Gus Zidan dan Abah Yai sebenarnya belum beranjak dari depan pintu, mereka memperhatikan interaksi keduanya dengan pintu ruangan yang sedikit terbuka.

“Abah, Gus Ikmal terlihat sangat menyayangi Shilla ya Bah. Zidan senang sekali,” awalnya mereka memuji sikap Gus Ikmal selama menunggu Ashilla siuman. Sampai mereka mendengar ucapan Ashilla tentang semua kesalahan Gus Ikmal.

Terkejut? Tentu saja. Tapi mereka tetap mendengar sampai tuntas. Gus Zidan sudah mulai emosi, namun sang ayah menahannya. Memintanya sabar sebentar, mereka akan menanyakan itu semua kepada Ashilla nanti.

Setelah akhirnya Ashilla di perbolehkan pulang, Gus Zidan yang sudah tidak sabar segera mengajak abahnya untuk berbicara dengan Ashilla, awalnya memang ia tidak mengaku. Setelah Gus Zidan mendesaknya, akhirnya Ashilla membuka mulut, dengan penuh tangis Ashilla menceritakan semuanya.

Seluruh keluarganya terkejut, ternyata Ashilla sangat terluka dengan pernikahannya. Selama ini yang terlihat bahagia dan harmonis di hadapan semua orang hanyalah kepalsuan.
Dan soal kepergian Ashilla mereka juga tahu. Ashilla meminta izin dan bertanya apakah tindakannya yang akan meninggalkan suami itu di perbolehkan atau tidak kepada sang Abah.

“Pergilah. Tenangkan diri kamu, jika sudah membaik pulanglah.” Tandas Abah Yai Muzaki.

Ashilla sendiri pergi dari pondok pesantren mertuanya di jemput oleh Gus Zidan, yang sepanjang perjalanan terus menangis sampai ke kudus, rumah tahfidz milik Ning Khilma.

Ia menemui Almira, sahabatnya yang mengajar dan tinggal di sana karena telah menikah dengan salah satu ustadz pengajar disana juga.

Seluruh keluarganya tahu dimana keberadaan Ashilla, namun Ashilla meminta mereka untuk merahasiakannya. Bagaimana pun, ia benar-benar membutuhkan suasana baru untuk menenangkan dirinya yang sudah sangat hancur.

Ia juga masih sering berkomunukasi dengan keluarganya dengan menggunakan nomor ponsel barunya.

Abah Yai Muzaki menepuk bahu menantunya. "Shilla hanya pergi sementara saja. Dulu juga seperti ini, ia hanya membutuhkan waktu untuk sembuh. Jika keadaannya sudah membaik, Shilla pasti akan pulang Ik."

Gus Ikmal hanya mengangguk. Ia benar-benar sudah sangat putus asa selama sebulan ini.

Gus Zidan mendengkus kasar. "Masih untung Shilla ndak minta cerai setelah yang sampeyan lakukan padanya."

"ZIDAN!!" Abah Yai Muzaki menegur putranya, karena di rasa sudah sangat keterlaluan.

Ia tahu Gus Zidan marah, dan kecewa kepada Gus Ikmal. Tapi di lihat dari mana pun, Gus Ikmal ini masih suami dari Ashilla.

"Zidan bener kan Bah? Entah terbuat dari apa hatinya Shilla itu, masih saja mau bertahan dengan laki-laki seperti dia!" serunya.

Abah Yai Muzaki memberikan tatapan tajamnya pada Gus Zidan.

"Jangan dengarkan ucapan Zidan ya Ik. Sampeyan pulang saja dulu nggih?"

Gus Ikmal tidak bergeming, namun bahunya masih tampak sangat bergetar.

"Sampeyan dan Aila harus tetap sehat, karena hidup terus berjalan Ik. Shilla pasti akan pulang, ia hanya butuh waktu."

Gus Ikmal mengangguk, menghapus air matanya. "Inggih. Terima kasih Abah, dan maaf karena sudah mengecewakan kalian semua dengan perbuatan saya."

Abah Yai Muzaki mengangguk seraya tersenyum teduh. "Sudah, ndak perlu minta maaf."

Gus Ikmal menurut, ia berpamitan dengan seluruh keluarga mertuanya, kecuali Gus Zidan, pria itu malah pergi ketika ia hendak berpamitan.

Gus Ikmal semakin merasa bersalah, namun gegas pergi karena harus menjemput Aila di sekolah. Entah alasan apalagi yang harus ia katakan pada putrinya perihal Ashilla yang tidak pulang-pulang ke rumah.

Ashilla [TERBIT] ✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang