02

8.1K 606 36
                                    

.
.
.



Bohong.. Taufan yang bilang jika pukul 12 akan menyuruh semua adiknya pindah ke kamar itu bohong. Buktinya dia juga ikut tertidur sambil memangku kepala kakaknya, begitu juga Blaze yang sudah mendaratkan kakinya di atas perut gempa.

"Ugh.. "

Halilintar yang merasakan denyutan di kepalanya pun terbangun. Yang pertama di lihatnya hanyalah wajah Taufan dengan iler yang mengalir dari sudut bibir nya.

Halilintar mencoba bangun, dan berhasil. Untung saja Taufan bukan orang yang sensitif ketika tertidur. Perlahan tapi pasti dia memcoba memfokuskan pandangannya, indra pendengaran nya langsung terfokus ke suara TV yang masi menyala.

'Tv nya masi menyala.. '

Halilintar mencoba menggapai remote, taoi tangannya secara tidak sengaja bersentuhan dengan tangan lain.

"Kakak?"

"Solar?"

Keduanya saling berpandangan, hingga Solar memutuskan untuk menarik remote lebih dulu.

Setelah mematikan TV, Solar beralih melihat kakaknya yang tengah menatap kaki. Wajah kakaknya di tutupi beberapa plester, lihat saja.. Ada di hidung, ada juga di pipi dan di pelipis. Tidak heran, Halilintar memang petarung jarak dekat.

"Apa masi sakit?"

"Tidak, kau sendiri bagaimana? Tenaga mu sudah pulih?" Solar mengangguk, yaa walaupun masi terasa sedikit lemas. Tapi dia sudah baik-baik saja dan lagipula dia tidak mendapatkan luka fisik seperti tiga kakaknya yang lain.

"Syukurlah.. Lebih baik kau tidur saja lagi Sol. Hari masi larut.. "

Tidak memikirkan untuk tidur kembali, Solar malah mendorong secangkir air ke arah Halilintar. Entah kenapa firasat nya kuat jika sang kakak tengah membutuhkan benda cair itu.

Mungkin batin antara anak pertama dan terakhir.

"Kakak butuh apa lagi? Mau ku bantu bangunin kak Taufan?" Kini Halilintar yang menggeleng.

"Ga.. Ga perlu Sol, udah sana tidur lagi.. "

"Tidur di luar aja ya? Males naik ke atas"

"Iya-iya.. " Solar kembali menidurkan dirinya di sebelah Thorn yang terlelap begitu damainya.

Sedangkan Halilintar masi mempertahankan posisi duduknya. Melihat Taufan yang tidur dengan posisi duduk membuat lehernya sakit sendiri, dengan perlahan dia menarik Taufan untuk di rebahkan di atas sofa.

Perlahan Halilintar bangkit dari duduknya, dia masuk ke kamarnya yang berada di lantai satu.. Kamar yang ia gempa dan Taufan tempati untuk mengambil beberapa selimut.

Jika Gempa tau dia melakukan ini, pasti dia akan di omelin habis-habisan.

Setelah semua adiknya tertutupi oleh selimut, barulah Halilintar merebahkan tubuhnya di sebelah Gempa. Kebetulan sisi lainnya masi kosong, sisi sebelah tentu saja di isi Blaze yang tengah mendengkur keras.

"K-kak Hali.. "

"Ya Gem? "

"Jangan.. Jangan ya?"

Halilintar mengerutkan alisnya, ternyata Gempa sedang ngelindur. Mimpi apa sebenarnya si penguasa elemen tanah ini?

Dan dengan begini Halilintar menjemput mimpinya kembali.

---

"Kerja kerja kerja!!"

"Woy diem.. Kak Hali masi tidur!"

Blaze buru-buru menutup mulut dengan kedua telapak tangannya ketika di tegur Ice. Dia sangat bersemangat untuk mengepel lantai hingga meletup-letup.

Brothers (BoBoiBoy Elemental) ENDTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang