Chapter Spesial (4)

4.4K 437 66
                                    

.
.
.


Jadi?


"Kita harus ke Gurla'tan?"celetuk Ice. Namun Blaze terlihat tidak yakin ingin mengangguk atau menggeleng.

"Kita tidak bisa ke sana.. Siapa yang akan membantu kita?"

"Kau benar, sekarang kita bukan siapa-siapa.."

Thorn perlahan masuk, ia tidak menimbulkan suara sama sekali karena takut mengganggu kedua kakaknya yang tengah berdebat kecil. Ia lebih memilih untuk mendekati Halilintar yang tertidur, menggunakan kemampuannya sebisa mungkin untuk membuat kakak Merah nya lebih baik selagi Solar membuat salinan obat.

Tangannya meraba kening sang kakak, tidak panas. Tubuh Halilintar justru dingin sepert orang -eh.. Sebentar, Thorn memastikan sekali lagi. Rasanya berbeda, ini jauh lebih dingin.

"Uhm kak Blaze bisa ke sini sebentar?"

Blaze yang di panggil kini menyudahi debat fikirannya dengan Ice dan lebih memilih mendekati Thorn.

"Ada apa? "

"Coba kakak pegang," Thorn menarik tangan Blaze dan meletakkan nya di atas kening Halilintar.

"Dingin.." Gumam Blaze.

"Sebenernya kak Hali kenapa sih? Sumpah.. Aku sama sekali ga ngerti kenapa dia bisa kaya gini, ga bisa kah kak Hali senang kaya dulu sama kita?"

"Ice.. "

"Aku mau kak Hali kaya dulu! Kak Hali ga pantes menderita kaya gini! Dia udah berkorban banyak buat kita, kenapa selalu dia yang harus ngerasa sakit!!"

Ice menunduk, ia tau jika suaranya sedikit keras memecah kesunyian dan mungkin mengganggu Halilintar. Tapi ia tidak mungkin menahan emosi nya, Ice juga bisa marah.

Tidak ada yang bersuara sebelum Taufan memasuki ruangan dengan Solar yang mengekor. Mata biru Sapphire itu menatap sendu Halilintar yang tertidur, matanya kembali melirik Solar seakan mengkode adiknya.

Solar yang faham langsung mengangguk dan mendekati Halilintar, membuat Thorn harus bergeser sedikit agar Solar bisa dengan bebas melakukan pekerjaan nya.

"Ice, temenin Gempa di kamar sana," Ucap Taufan pelan, Ice sebenarnya ingin menolak. Namun tatapan Taufan yang mengintimidasi itu perlahan mengusirnya dari kamar, hingga yang di lakukan Ice hanyalah menurutinya.

Anak itu keluar dari ruangan dengan wajah di Tekuk, ada rasa bersalah juga karena tidak bisa mengontrol emosinya.

"Kalian kalo masi mau di sini silahkan, tapi jangan berisik. Hali butuh istirahat, badannya gak sanggup buat aktifitas biasa," Taufan mengusak rambutnya kasar. Lagi-lagi mereka dj hadapkan dengan situasi si Sulung yang mengkhawatirkan, apa yang harus Taufan lakukan?

"Istirahat kak,"

"Kaliann yang seharusnya istirahat, ini udah larut," Taufan melirik Blaze, mata birunya beralih melihat kerutan di wajah Halilintar saat solar mencabut jarum suntik dari permukaan kulit si sulung.

"Thorn mau jaga kak Hali, Kak Fan. Thorn udah besar kok, jadi gapapa ya?"

"Tetep aja enggak, tidur sebelum gue usir!"

"Wes.. Ini kamar gua boss,"

Setelah mengatakan hal itu, hanya plototan mata Taufan lah yang di dapat Blaze. Hingga mau tak mau si pengendali Api itu lekas membuang wajahnya ke arah lain, malam ini Taufan seperti kerasukan saja.

"Tidur di sini boleh?" Tiba-tiba Solar bersuara, tangannya yang menggenggam tangan Halilintar sukses membuat Taufan menghela nafas dalam.

"Baiklah, jangan berisik."

Brothers (BoBoiBoy Elemental) ENDTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang