16. Petra dan Jihan

260 30 1
                                    

Vote dulu 🤩


Keputusan Petra datang ke pernikahan ini memang sudah ia pikirkan secara matang. Benar kata Lily, tidak seharusnya ia bersembunyi di balik luka terlalu lama. Sudah waktunya Petra bangkit. Ia harus merelakan Jihan sebagai cinta pertama, sekaligus cinta yang tak sempat ia miliki.

"Selamat menempuh hidup baru. Aku selalu mengharapkan kebahagiaan kamu!" Ucap Petra, di genggamnya tangan Jihan itu dengan erat dan melepaskannya secara perlahan. Sebagai tanda bahwa ia sudah ikhlas melepas harapan yang sudah lama ia dambakan. Petra ingin berdamai dengan masa lalu, sehingga di masa depan ia bisa hidup tentram tanpa memori kelam yang belum usai.

Masih lekat di ingatan, dulu Lily dan Jihan adalah orang terdekatnya. Kemana-mana mereka selalu bersama, baik di rumah atau pun di sekolah. Tapi semenjak Lily pindah ke Jakarta, perasaan Petra pada Jihan mulai berubah. Petra semakin hari semakin tertarik kepada Jihan, layaknya perasaan suka laki-laki kepada perempuan, bukan lagi rasa sayang sebagai sahabat. Faktor alasan lain mungkin karena selalu berduaan sepanjang hari, maka rasa ketertarikannya muncul begitu saja.

Petra juga sempat menyatakan cinta di awal kelas 3 SMP, tapi Jihan menolak, katanya Jihan belum bisa membuka hati. Memang, kala itu hanya Petra yang menaruh cinta, sedangkan Jihan menganggapnya tak lebih dari seorang sahabat. Petra paham, ia mencoba sabar, dan menunggu satu tahun lebih untuk Jihan. Setelah masuk kelas 2 SMA, Petra mempertanyakan kembali apakah Jihan bisa membuka hati untuknya? Dan jawaban Jihan masih tetap sama seperti dulu.

Sejujurnya Petra percaya bahwa suatu saat Jihan akan membuka hati untuknya, bahkan beberapa tahun pun Petra siap menunggu untuk Jihan. Rasa cintanya memang sedalam itu, tapi Jihan tak pernah ingin tahu. Kala itu, tiba di mana saat harapannya mulai pupus, yakni ketika Jihan mengucap kata demi kata kalau Petra harus berhenti mencintainya. Semua itu dengan alasan bahwa Jihan mencintai orang lain, dan laki-laki itu adalah orang yang sekarang resmi menjadi suaminya.

Pupus, itu adalah awal mula Petra kecewa, hatinya terasa remuk, perjuangannya telah disia-siakan, dan cinta wanitanya telah direbut orang lain. Kasihan Petra, pada awalnya ia senang berada di lingkungan yang sama dengan Jihan. Tapi setelah penolakan itu terucap, Petra tak ingin lagi melihat Jihan. Semakin banyak melihat Jihan, hatinya semakin sakit. Petra ingin sembuh, maka dari itu ia putuskan pindah ke Jakarta mengikuti Lily, sekaligus meneruskan sekolahnya di ibu kota.

"Thanks ya Petra udah datang! Makasih juga buat kadonya." Ucap Jihan mengawali pembahasan yang sedikit canggung karena lama tak berjumpa. Sedangkan Petra hanya mengangguk.

"Kamu gak berubah, tetap cantik kaya dulu." Puji Petra, ia tak bohong kecantikan Jihan memanglah nyata.

Jihan juga mengucap kalau Petra sama tampannya seperti dulu. Jihan juga sempat menanyakan sedikit bagaimana kehidupan Petra di luar kota apakah menyenangkan atau tidak? Dan Petra menjawab semuanya dengan senyuman. Percuma ia menceritakan segalanya, sedangkan keadaan tidak akan bisa berubah.

Cengkrama itu hanya bosa-basi kecil untuk menemani Jihan yang duduk seorang diri menunggu sang mempelai pria berganti kostum. Jihan juga sempat bertanya tentang kekasih Petra, dan mengapa tidak diajaknya ke sini. Petra hanya menunjuk Gani, sobatnya sebagai pengganti.

"Pet, dulu aku banyak salah sama kamu. Aku boleh minta peluk gak? Mungkin buat yang terakhir kalinya?" Pinta Jihan.

Tanpa menjawab, Petra membawa tubuh gadis itu ke dalam pelukannya yang erat. Lebih tepatnya pelukan selamat tinggal untuk orang di masa lalu. Bersama pelukan itu ada bulir air mata yang hendak jatuh, namun Petra menahannya untuk tak jatuh. Ini momen bahagia, bukan untuk berduka, meski hatinya yang terluka.

Couple Batu (SO JUNGHWAN) by Pupuriri30Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang