7. Udah Cinta?

347 37 1
                                    

Sampai di rumah, Jingga mendapati Lily sedang menaiki kursi. Lily memang sedang menyimpan bahan-bahan kue ke lemari gantung.

"Udah pulang lo kak?" Sapanya, sedang Jingga hanya berdeham.

Jingga menyimpan tasnya di sofa dan menghampiri Lily yang sibuk dengan barangnya.

"Awas jatoh!" Ujar Jingga pada Lily yang lebih fokus pada bahan-bahan dari pada fokus pada injakannya.

"Gak akan. Tenang aja!" Ucap Lily.

Jingga sedikit cemberut, ia melihat tingkah laku Lily seperti tidak terjadi apa-apa. Harusnya Jingga senang, tapi ia malah sedih, karena Lily tidak marah-marah seperti sebelumnya. Lily seperti tidak cemburu, ia kembali meragukan apalah Lily memang mencintainya atau kah tidak.

Menepis hal itu, Jingga memeluk Lily dari bawah, kepalanya bersandar pada perut ramping Lily yang lebih atas darinya. Lily yang berada di atas kursi menatapnya ke bawah, merasakan usakan rambut Jingga di perutnya.

"Ly kapan lo cinta sama gue?" Tanyanya tiba-tiba. Lily menghentikan aktivitasnya sejenak, menatap Jingga yang juga mengadah menatapnya.

"Emang lo udah cinta sama gue kak?" Tanya Lily balik.

"Udah! Kalo lo?" Tanya Jingga, ia tak sabar mendapat jawaban.

"Kayanya sih..."

"Kok kayanya sih?" Tanya Jingga tak puas akan jawaban Lily.

"Tadi gue cemburu, tapi gue mencoba tenang, soalnya kata Petra kalo gue sensi terus sama lo, entar lo jenuh, dan bisa berpaling." Lily mempraktikan petuah Petra yang setiap saat menasehatinya kala mereka bertengkar.

"Hmm ada positifnya juga si Petra." Racau Jingga pelan.

"Dan gak mungkin lo selingkuh dari gue, tipe kak Jingga kan kaya gue!" Ujar Lily penuh percaya diri. Jingga tertawa mendengar jawaban Lily. Ia merasa gemas.

"Pd banget lo..." Jawab Jingga sembari menggelitiki perut Lily, sampai Lily kegelian, tangannya mencoba menghindarkan jemari Jingga yang menggelitikinya tak henti-henti. Di samping itu keduanya sama-sama tertawa. Kalau bukan Jingga yang menahan pinggangnya, Lily akan tumbang ke bawah.

"Oh pantes lagi bermesraan." Ujar Petra yang entah sejak kapan berdiri di sana.

"Petra..." Ucap Jingga dan Lily bersamaan.

"Iya ini gue! mau ambil motor kesayangan gue. Mana kuncinya?" Gerutunya, tangannya menengadah.

"Oh iya, Petra sorry gue lupa jemput."Ucap Lily cengengesan. Pasalnya ia sudah janji setelah meminjam motor, ia akan menjemput Petra, sekalian mengembalikan motornya.

"Kebiasaan deh bawa kabur motor gue. Janji mau jemput, tapi gak ada, gue harus naik ojek kan? Tega lo!" Keluhnya.

Sembari menggerutu, ia pergi ke kulkas mengambil minuman kaleng tanpa ijin. Tapi tak apa, soalnya Lily juga begitu ketika di rumah Petra, makanan milik Petra adalah miliknya juga. Tidak hanya itu, mengenai perdebatan pun, selain dengan Jingga, Lily pun sering berdebat dengan Petra.

Di lain sisi Jingga tak menggubris, ia hanya membantu memangku dan menurunkan Lily dari kursi, setelahnya, itu urusan dua sejoli. Jingga tak ingin ikut campur, ia memilih naik ke atas untuk mandi air hangat.

Lily baru saja menuntaskan drama koreanya, pun dengan Petra yang ikut menonton episode itu. Meski tak tau awal dari cerita series tersebut, Petra menyerocos tak henti seolah tau keseluruhan isi ceritanya. Ia juga mengomentari karakter jahat yang diperankan aktor, dan aktris tersebut. Seperti,

"Percuma cantik kalo pelakor..." Gerutunya.

"Amit-amit, emang gue mau sama cewe kaya lo? Ya maulah... Hehe" komennya tidak jelas pada tokoh antagonis di series yang ditontonnya, setelah itu tertawa.

Sungguh berisik, Lily terganggu akan kehadirannya. Ingin rasanya membekap mulut cerewet itu dengan kue nastar sekaligus dengan toplesnya, agar senyap dan Lily bisa berkonsentrasi kembali.
Kalau dipikir-pikir, sejujurnya Lily juga sudah tidak asing lagi dengan sikap Petra, tapi entah mengapa penyakit cerewetnya tak sembuh-sembuh.

Melihat keasikan kedua makhluk yang asik menonton drama, tepat di balik meja pantry itu, ada yang terganggu. Jingga tanpa henti menatap tajam keduanya. Ia terus merutuki kehadiran Petra yang tak kunjung pulang. Pikirnya kehadiran sahabat istrinya itu menghambat kebersamaan Jingga dan Lily. Ya, meskipun di setiap harinya kadang tak saling bermesraan, tapi setidaknya kalau ia ingin bermodus pada Lily tak ada orang yang mengganggu.

Berbagai usaha sudah Jingga lakukan untuk mengalihkan atensi Lily, seperti berdeham, pura-pura batuk, membuka kulkas dan menutupnya dengan keras, tetap saja, terabaikan. Drama itu ternyata lebih menarik dari pada suami tampannya ini. Sungguh kasihan sekali Jingga.

Upaya yang dilakukan tak membuahkan hasil, ujungnya Jingga menyerah dan keluar rumah. Ia menetap di teras hanya untuk mencari angin segar. Dari pada panas terdiam di dalam, mending di sini saja, bermanja pada malam tanpa bintang. Ia juga sudah pasrah dan berdoa saja semoga Petra cepat pulang.

Beberapa saat, Petra keluar rumah, ia tak menyangka Tuhan mengabulkan doanya secepat ini. Kala netranya menangkap Petra yang hendak pergi ke garasi menuju motor miliknya, Jingga dengan cepat menyudutkan Petra, meremat kerah Petra dengan kuat.

"Weeyyy... Santai bro jangan main kekerasan!" Ujar Petra panik, kini tubuhnya tersudut ke pinggiran tembok garasi. Kali ini ia mengakui kalau tenaga Jingga lebih unggul darinya.

"Gue gak akan apa-apain lo, asal lo jawab pertanyaan gue dengan jujur." Tanyanya dengan interogasi penuh. Matanya tajam menusuk ke dalam manik legam Petra.

"Oke... Tanya apa?" Rematan di kerahnya sedikit membuatnya sulit berbicara dan mengatur napas.

"Lo gak punya perasaan apa-apa kan sama Lily?" Tanyanya masih dengan intonasi yang tegas namun dengan volume yang rendah. Ia takut Lily dengar kalau ia menginterogasi sahabatnya.

Walaupun mereka sering ribut begini, Lily selalu membela Petra di hadapan Jingga. Dan itu termasuk salah satu alasan yang membuat Jingga semakin tidak suka pada Petra.

Mendengar hal itu Petra tertawa, ia tak menyangka kalau Jingga seposesif ini. Tapi Petra cukup senang, itu berarti ia tahu jika Jingga sangat mencintai Lily.

"JAWAB!"

"Engga bro, tenang aja. Lily emang cantik, tapi gue gak suka cewe maco." Ujarnya.

"Sabar...sabar, jangan terbawa emosi." Lanjutnya mencoba menenangkan rasa cemburu pada diri Jingga.

"Bagus kalo gitu..." Ucap Jingga, ia melepaskan cengkraman pada Petra, rematan itu meninggalkan garis kusut pada bagian kerah bajunya.

Merasa lega karena tuntas menjelaskan kecurigaan Jingga padanya, dengan cepat Petra menaiki motor dan menyalakan mesinnya. Ia ingin cepat pergi dari kediaman singa jantan yang posesif itu. Petra baru tahu ternyata Jingga bisa seseram itu ketika cemburu.

Siap meluncur dan keluar dari gerbang rumah Lily, jok belakangnya terasa tertimpa beban. Petra sempat kaget melihatnya, dengan wajah tampa dosa, Jingga tengah duduk di kursi penumpang secara tiba-tiba.

"Anjirlah kaget..." Racaunya, Petra mengelus dada, di balik spion ada pantulan wajah Jingga yang sedang menatapnya horor.

"Apa lagi sih bro?" Petra lelah dibuatnya.

"Nebeng sampai tukang martabak depan komplek." Ucap Jingga tanpa ekspresi. Persis film hantu yang tiba-tiba ikut numpang di pengendara motor.

Tiba-tiba, menyeramkan, dan tanpa permisi.

"Ini gila, istri dan suami satu sifat. Gak heran bisa jodoh." Gerutunya dalam hati.

TBC...

Vote ya cintdahhh. Maaacihhhhh 🤩.

Couple Batu (SO JUNGHWAN) by Pupuriri30Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang