03 - PERMINTAAN SEDERHANA

281 37 1
                                    

"Mochinya di sini, ya," kata Deovander memasukkan tempat makan berukuran sedang itu ke dalam tas ransel

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

"Mochinya di sini, ya," kata Deovander memasukkan tempat makan berukuran sedang itu ke dalam tas ransel.

Arsen mengangguk. "Rasa stroberi, kan?"

"Iya, kayak biasanya," jawab Deovander menarik kursi, duduk di sana, dan mulai memakan jatah sarapan dengan menu rendang—hasil masakannya pagi ini. Termasuk mochi tadi. Dalam mengurus rumah, semua ia lakukan sendiri tanpa bantuan asisten rumah tangga. "Nanti dijemput Uncle Mahesa, ya. Daddy lembur hari ini," lanjut Deovander usai mengunyah dan mendorong masuk makanan itu ke perut.

"Iya. Nanti Daddy pulang jam berapa?"

"Jam delapan."

"Oke."

Deovander melengkungkan ujung bibir ke atas. Tangan besar nan kekarnya mengacak-acak ujung kepala Arsen mengakibatkan anak itu mengerucutkan bibir.

"Dad, ih, rambutnya udah aku tata rapi malah diacak-acak!" protes Arsen merapikan rambutnya.

Deovander tertawa kecil, membantu remaja itu merapikan rambutnya. "Ehehehe, maaf, ya. Abisnya kamu gemesin, sih."

Jauh dalam lubuk hati pria itu, ia baru menyadari jikalau waktu sudah berjalan secepat ini. Rasanya baru saja kemarin Arsen menangis kencang usai dilahirkan. Hal itu, membuatnya semakin menutupi identitas Arsen. Beruntung, pihak sekolah juga bersedia melakukan hal itu.

"Ya udah, habisin sarapannya. Abis itu, kita langsung berangkat," akhir Deovander kembali memegang sendok dan garpu.

Arsen mengangguk tanpa menoleh. Anak lelaki itu nampak lahap memakan makanan yang tersedia seperti biasanya dan tidak pemilih meski memiliki menu makanan favoritnya. Mirip sekali seperti ibunya, pikir Deovander.

Meja makan itu kini hanya terdengar dentingan sendok dan garpu. Tetapi, itu tak berlangsung lama usai Deovander berdiri, mulai membereskan piring-piring dan dua gelas di meja makan disusul Arsen yang telah mengakhiri sarapannya.

Usai mencuci beberapa piring dan gelas itu, kedua lelaki beda generasi tersebut berjalan keluar penthouse dan menuju basement. Sepanjang itu, Deovander merangkul bahu Arsen bahkan hingga tiba di basement.

***

Tiba di depan lobi sekolah, Arsen bergegas turun usai mencium tangan Deovander dan berpamitan. Anak lelaki itu tahu jika identitasnya harus ditutupi. Namun, sampai saat ini, ia belum tahu apa alasan yang sebenarnya.

Arsen menyadari hal tersebut ketika ia duduk di bangku kelas 5 SD. Karena, saat dijemput Deovander, pria itu selalu menggunakan pakaian tertutup—nyaris tak dapat dikenali—dan mengambil rapor di sesi akhir atau hari selanjutnya serta tiap kali bertanya pada sang ayah, pria dua puluh tujuh tahun itu selalu mengalihkan pembicaraan. Apalagi, ketika bertanya mengenai sosok ibunya. Mungkin, suatu saat, ia bisa menanyakan hal ini. Jujur, Arsen sudah penasaran setengah mati dan sedikit kesal dalam diam. Ada apa dengan kehadirannya di dunia ini dan di mana sang ibu?

Sweet HeroTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang