Ketiga orang tersebut sesudahnya tiba di luasnya halaman belakang panti yang terdapat asbes bercat putih tulang. Di sana sudah banyak sekali kardus-kardus cokelat berisi aneka ragam pakaian dan mainan baru, kue cokelat lingkaran mini dalam mika, dan banyaknya snack berukuran jumbo sebagai hadiah dari Deolinda atas kemenangan Arsen dalam olimpiade beberapa hari lalu. Ceriahnya wajah dan ekspresi kebahagiaan anak-anak yang duduk lesehan di belakang meja putih panjang yang terletak di depan Deolinda, Arsen, Jingga, dan Ibu memberikan energi terbaru bagi tiga di antara mereka usai seharian lelah menjalani aktivitas.
Arsen sendiri kembali terkejut atas aksi Deolinda yang selalu totalitas dan Jingga yang siap membantu dalam hal atau kondisi apapun. Tapi, anak itu dengan cepat mengatur ekspresi se-normal mungkin.
Acara berjalan dengan lancar. Kini, Arsen bermain bersama anak-anak panti dan tak bisa tak berhenti menampilkan senyuman kebahagiaan sedari tadi usai membagikan bingkisan dari bagian-bagian kardus cokelat. Senang sekali rasanya bisa hadir dan pernah menjadi bagian dari di tempat ini. Anak itu sangat bersyukur atas apa yang telah Tuhan berikan padanya selama ini. Tanpa ia sadari, Deolinda menatapnya teduh dengan senyuman tipis dari kursi panjang yang dekat dengan pintu masuk ke halaman belakang ini.
"Kamu sayang banget, ya, karo Arsen?" tanya Ibu mengalihkan perhatian Deolinda.
"Hehehehe, iya, Bu. Sayang banget," jawab Deolinda menoleh.
"Ibu awale kaget kerungu lek Arsen nginep nang nggonmu teko Deovander. Biasae, arek iku dititipno nak kanca-kancane lek kerjaane padat. Tapi, jarene, kabeh kancane sibuk."
“Iya. Kebetulan, waktu itu gak sengaja ketemu di kafe terus dia cerita. Akhirnya, saya ajak ke apartement. Gak tega bayangin Arsen di penthouse sendirian walaupun anaknya pemberani,” jawab Deolinda sembari dilanda kebingungan—bertanya-tanya di mana keberadaan ibu dari anak tersebut. Karena, selama ini, ia hanya melihat hanya Deovander yang ada di sisi anak itu. Bahkan, Deovander pun pada akhirnya menitipkan Arsen pada gadis itu yang seharusnya Arsen berada di penthouse bersama sang ibu sekarang dan menjemputnya lebih awal besok. Tapi, Deolinda memilih memendam kesekian kalinya lantaran Deovander sendiri tak pernah membahas mengenai istrinya. Hubungan mereka juga sebatas kolega saja.
Ibu sedikit mengangkat dua sudut bibirnya. "Engkok ..., kamu yo ngerti akhire."
Napas Deolinda tercekat saat itu juga. Kedua bahunya begitu cepat naik-turun, nyaris tak terlihat. Ucapan Ibu seolah-olah menjawab rasa penasaran dalam batinnya. Ia sedikit menoleh pada Ibu lalu memandang sepatu chunky favoritnya dan melipat bibir ke dalam. Menelan saliva ke dalam tenggorokan. Tak tahu harus bagaimana.
"Kak Linda! Ayo, play with us!" seru Arsen membubarkan kebingungan Deolinda. Anak itu memang tak tahu apa yang Deolinda alami atau bahkan pikirkan, tapi ia tahu perubahan samar ekspresi gadis itu dan mungkin dengan mengajaknya bergabung bermain bersama anak-anak panti beserta Jingga-sedari tadi sudah bergabung dalam permainannya dan anak-anak panti-bisa menghilangkan masalah yang dialami.
KAMU SEDANG MEMBACA
Sweet Hero
RomanceDeovander berhasil menyembunyikan rahasia terbesar dalam hidupnya selama belasan tahun. Namun, siapa sangka orang tua Deovander mengetahuinya? Sehingga, fakta lain yang juga lama terpendam akhirnya terungkap mencapai akar. ©BerlianGunawan2...