Haloooo. I'm back. Sebelumnya maaf banget. W mau ngasih tau kalo alur bab kemarin diganti jadi scene pantai & gak bakal ada penampilan Arsen di pentas seni, karena w ngerasa kayak alur yang gak sesuai sama outline (di mana ada adegan bahas pentas seni) gak bisa disambungin sama alur yang udah w buat di awal (setelah alur bab yang seharusnya gak melenceng itu (tapi malah jadi melenceng)). Semoga kalian paham, ya. Terima kasih & mohon maaf.

Malam ini, Deovander dan Arsen memutuskan mengisi perut mereka bersama Pak Jono di warung makan dekat pantai berdasarkan informasi yang didapat dari pemilik homestay dengan pakaian tebal akibat suhu yang dingin. Ketiganya berjalan di permukaan butiran pasir dan banyaknya kerikil melewati beberapa homestay lainnya ditemani deburan ombak yang terdengar ramai di telinga di ujung sana.
“Gelap banget di sana,” celetuk Arsen menatap ke arah pantai yang memberikan pemadangan sangat indah senja tadi, tapi sudah berubah menjadi gelap gulita sekarang.
“Kamu mau ke sana?” canda Deovander membuat Pak Jono bergidik ngeri.
“Nope. Ngapain? Gak bisa lihat apa-apa di sana.”
“Hahahaha.”
“Kalo Daddy mau, ya, ke sana aja,” celetuk Arsen.
Deovander memasang ekspresi julidnya. “Dih, ogah.”
Mereka akhirnya tiba di sebuah warung makan yang terbuat dari anyaman bambu. Beberapa bongkahan kayu raksasa dijadikan meja dan kursi, sehingga memiliki kesan tersendiri. Tersedia pula lemari pendingin di depan meja kasir. Lalu, lauk-pauk diletakkan di dalam etalase di meja belakang kasir, alhasil menciptakan letter L. Warungnya tak ramai, hanya ada tiga turis pria dan dua turis perempuan asing saja yang tengah berbincang ria sembari menikmati makan malam dan beberapa kaleng bir.
“Pak Jono duduk aja, biar saya yang pesan,” pinta Deovander terdengar tegas lalu mendekati meja kasir, memesan makanan, dengan Arsen yang mengekori.
Pak Jono mengangguk. “Baik Tuan.”
“Mau pesan apa, Ko?” tanya ibu penjual.
“Ada menu apa aja?” tanya balik Deovander sedikit berpikir, melirik sekilas ke arah etalase.
“Telur dadar, nasi goreng ...,” Ibu penjual menyebutkan semua makanan yang tersedia di etalase.
“What do you want, Arsen?” tanya Deovander menoleh pada Arsen yang menggaruk tengkuk—bingung akan menu makan malam ini.
“Apa ya? Most of it feels new to me,” kata Arsen meringis, benar-benar tak mengetahui bagaimana bentuk makanan yang akan ia santap. Terasa asing dan baru baginya.
“Telur dadar itu omellete. Dadar jagung, corn fritter. Jangan kunci itu kayak ... sayur kunci sama potongan jagung. Kalo tempe itu dari kacang kedelai yang difermentasi sama beberapa bahan lainnya,” jelas Deovander sedikit kebingungan.
“Ayo, mangan karo ngombe apa, Le?” tanya Ibu penjual terkekeh.
“Hm ..., minumnya teh kemasan aja. Makanannya ... corn fritter and jangan kunci? Is my pronunciation correct?” tanya Arsen ragu.
“Yep.” Deovander menuduk dan mengusap puncak kepala Arsen. “Tanya Pak Jono, mau makan sama minum apa. Daddy tunggu.”
Arsen segera menghampiri sang sopir, melakukan apa yang ayahnya perintah. Lalu kembali, memperlihatkan catatan yang berada di smartwatch-nya pada Deovander juga menyebutkan minuman apa yang ingin ia pesan. Selepas itu, keduanya kembali ke meja dan menyantap makan malam sederhana itu.
KAMU SEDANG MEMBACA
Sweet Hero
RomanceDeovander berhasil menyembunyikan rahasia terbesar dalam hidupnya selama belasan tahun. Namun, siapa sangka orang tua Deovander mengetahuinya? Sehingga, fakta lain yang juga lama terpendam akhirnya terungkap mencapai akar. ©BerlianGunawan2...