Arsen sedari tadi tak menghentikan kegiatan belajarnya untuk olimpiade lusa nanti. Beberapa kali lembaran-lembaran buku telah ia bolak-balik. Tangannya bergerak menulis jawaban dari soal-soal yang ada di buku. Lagu-lagu barat easy listening yang diputar memenuhi udara kamar berukuran cukup besar ini. Bahkan, ia juga meminta soal tambahan dari Miss Ana secara pribadi membuat guru itu sedikit heran tapi Arsen berhasil meyakinkannya. Namun, meski sudah berusaha menyibukkan diri dengan cara ini, pikirannya lama-kelamaan semakin melayang pada rasa penasaran—selama ini menghantuinya—semenjak tiba di penthouse siang tadi.
"Daddy pulang!"
Mendengar suara itu, Arsen beranjak dari kursi belajar. Menyambut Deovander sekaligus agar tidak menyembunyikan kecurigaan karena tidak melakukan salah satu kebiasaannya serta tetap tersenyum lebar. Tapi, ketika tiba di bawah dan mendapati Deovander di ruang tamu, rasa penasaran dalam hati semakin menyeruak lebar.
Menyandari kehadiran Arsen, Deovander menoleh. "Hi, boy! How is your day?" tanyanya.
"Good," jawab Arsen terselip nada sedikit ragu, menghampiri dan duduk di samping Deovander.
Deovander memeluk erat putra semata wayangnya itu lalu mengacak-acak puncak kepala Arsen menggunakan dua tangan sembari tertawa terbahak-bahak. Sementara Arsen hanya bisa pasrah dan menikmatinya sebaik mungkin. "Bayi gue dah gede aja," gemasnya.
"Mulai, mulai ..."
"Ehehehe, gemes tahu!"
"Terserah," jawab Arsen benar-benar pasrah.
Deovander menghentikan aksinya. "Besok kamu yakin mau di penthouse sendiri? Gak ke panti?" tanyanya.
"Yakin. Kenapa?" tanya balik Arsen.
"Daddy takut kalo kamu sendirian."
"Ck! Dad, aku udah gede. Sebelas tahun. Bukan anak kecil lagi. Udah SMP juga."
"Tapi, secara umur, kamu masih SD."
Arsen mengerucut sebal. "Trust me."
"Oke." Deovander menghembuskan napas berat. "Mau oleh-oleh apa?"
"Korea Selatan ya?" tanya Arsen memandangi plafon ruang tamu. "Hm, bungeo-ppang aja, deh," jawab Arsen menoleh pada Deovander.
"Bungeo-ppang aja? Yakin?" tanya Deovander memastikan.
Arsen mengangguk.
Deovander terkekeh. "Okeee. Ditunggu, ya," katanya.
Melihat Deovander senang dalam keadaan lelah sekalipun membuat Arsen yakin kalau memendam semua rasa penasaran yang kian membesar ini adalah pilihan yang terbaik untuk saat ini. Apalagi, mata pria itu benar-benar terlihat sangat lelah.
"Oh, ya, Daddy tadi beliin piza, tuh, buat nemenin kamu belajar buat olimpiade," kata Deovander meraih kantung plastik yang tergeletak di meja dan memberikannya pada Arsen. "Nih, di makan."
KAMU SEDANG MEMBACA
Sweet Hero
RomanceDeovander berhasil menyembunyikan rahasia terbesar dalam hidupnya selama belasan tahun. Namun, siapa sangka orang tua Deovander mengetahuinya? Sehingga, fakta lain yang juga lama terpendam akhirnya terungkap mencapai akar. ©BerlianGunawan2...