Pagi ini, Deovander dan Arsen berjalan menyusuri bibir pantai hanya dengan menggunakan sandal. Para wisatawan tak begitu banyak, sama seperti kemarin sore. Umat Hindhu terlihat melangsungkan sembahyang mereka dengan dihikmat di dekat pohon beringin yang dililit kain hitam-putih kotak-kotak dipimpin seorang pandita di sisi kiri. Deburan ombak di laut sana begitu ramai menyapa telinga dari sebelah kanan. Dapat dilihat pula, beberapa perahu juga masih terdapat di tepi pantai.
Sembari berjalan beriringan bersama Arsen, Deovander memandang lekat pulau merah yang berada di seberang sana. Pandangannya lalu berpindah pada hamparan pasir di hadapannya yang belum dipenuhi air. Pikirannya dibuat penasaran akan pulau tersebut mengakibatkan sebuah ide terlintas dalam pikiran lelaki itu.
"Mau nyebrang ke sana, gak?" tanya Deovander menunjuk Pulau Merah.
Arsen mengikuti arah telunjuk Deovander. Dahinya mengerut, anak itu terlihat mempertimbangkan tawaran sang ayah sembari menatap pulau tersebut. "Pake perahu?" tanyanya.
"Nggak, jalan kaki. Mumpung airnya belum pasang."
"Is it safe?"
"Yes."
Keduanya melepas sandal mereka dan meletakkannya begitu saja di tepi pantai. Mulai menginjakkan kaki selangkah demi selangkah pada permukaan pasir hitam menuju Pulau Merah yang berada di seberang sana, membiarkan kaki mereka kotor terkena pasir merah. Benar-benar hanya berdua saja.
Namun, ketika sampai di sana, hanya terdapat beberapa wisatawan lokal maupun asing dan Deovander pun sekadar mengambil beberapa foto Arsen sedang berinteraksi dengan alam melalui ponsel tanpa anak itu ketahui. Seperti, merentangkan kedua tangan dan menghirup dalam-dalam oksigen sekitar yang begitu sejuk. Lalu, berjongkok dan memperhatikan tumbuhan kecil di hadapannya. mendongakkan kepala, melihat seberapa tinggi pohon di depannya.
Setiap kali memandang lalu menggeser ke foto berikutnya, Deovander merasa sedikit lega. Arsen terlihat tidak terlalu memikirkan masalah-masalah beberapa hari yang lalu. Anak itu selalu tersenyum lebar dan ceria sejak kemarin. Tak berubah sama sekali. Ia harap, putranya itu akan selalu menjadi anak yang ia kenal.
Merasa sudah puas memandangi sekitar, Arsen menghampiri sang ayah. "Dad, balik, yuk."
"Mainnya udah puas?" tanya Deovander memastikan.
"Udah. Daddy, kan, harus ke Bali beberapa jam lagi."
"Okay. Breakfast first and then we back to homestay."
***
Usai sarapan, ayah dan anak itu kembali ke homestay. Mengemasi barang-barang mereka dan bersiap-siap menuju bandara yang memakan waktu setengah jam sambil menunggu Pak Jono menyelesaikan sarapan yang sengaja Deovander bawakan. Terlebih Deolinda akan mampir ke Banyuwangi terlebih dulu sesuai permintaan Deovander saaat sedang makan di warung tadi, karena Arsen ingin bertemu sekaligus memeluknya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Sweet Hero
RomanceDeovander berhasil menyembunyikan rahasia terbesar dalam hidupnya selama belasan tahun. Namun, siapa sangka orang tua Deovander mengetahuinya? Sehingga, fakta lain yang juga lama terpendam akhirnya terungkap mencapai akar. ©BerlianGunawan2...