UNBROTHER 13

41 3 0
                                    

Mendung memilih untuk memerangi bumi karena dia tahu bahwa ada saatnya bagi mendung untuk kembali dihalau sinar.

Namun langit sepertinya tak berpihak kepada sang surya. Awan semakin gencar bergerak menutupi matahari. Bahkan perlahan menurunkan hujan. Dengan petir yang bersahutan.

Memori itu seperti sepetak sinar matahari di lembah mendung, bergeser dengan pergerakan awan. Sesekali cahaya akan jatuh pada titik waktu tertentu, meneranginya sejenak sebelum angin menutup celah, dan dunia berada dalam bayang-bayang lagi.

Sama halnya dengan Kenna, selalu teringat dengan ucapan kakak tirinya. Mencoba menghalau beban pikiran itu, tapi kenyataan membuatnya untuk kembali lagi terbayang-bayang oleh beban yang ditanggung pria itu.

“Kenna... Berhentilah menghela nafasmu. Telingaku sakit.” Ucap Alice , sibuk mengerjakan tugasnya dimeja bosnya itu. Sementara Alice  duduk malas di sofa didepan meja itu.

“Kupotong gajimu 50%...”

“Ada apa denganmu...” tanya gadis itu tidak peduli dengan ancaman main-main sahabatnya.

“Aku lagi badmood... Jadi jagalah ucapanmu!”

“Are you crazy...hanya karena kau bad mood.” ganas Alice , sekarang seriusnya mendengar penuturan gadis itu.

“60%... karena memaki bosmu...” Alice  memutar matanya jengkel dengan tingkah konyol sahabatnya itu.

“Tidak masalah... Akan ku gosok kartu ini sepuas hatiku!” ucap gadis itu dengan senyum evilnya sambil mengangkat kartu kredit Kenna ditangannya. Kenna mendengus kesal tidak bisa mengalahkan sahabatnya itu.

“Oh iya... Aku sudah mengatur jadwalku untuk besok. Jangan lupa pergi.”

“Hmm...” ucap gadis itu malas.

Disinilah Kenna, disebuah gedung yang cukup mewah untuk disebut sebuah rumah singgah. Gedung yang dibangun oleh perusahaan keluarganya. Jika dilihat dari fasilitasnya lebih pantas disebut rumah sakit.

Ia mengedarkan pandangannya mencari keberadaan ibu tirinya.

“Permisi... Ada yang bisa saya bantu?” tanya seorang wanita muda, melihat Kenna sebagai orang baru disana.

“Oh... Aku mencari nyonya Resee...”

“Kalau begitu, anda bisa kembali ke pintu keluar, kemudian belok kanan, beliau ada disamping sana.” Tunjuk gadis itu pada sekelompok orang yang sedang berkumpul.

 Kenna bisa melihat ibunya sedang sibuk berbincang, sebagian dari orang disana keturunan Eropa, ya bule.

Tanpa mengetahui harus melakukan apa, Kenna berdiri dibelakang sekumpulan orang tersebut.

Begitu banyak orang yang kurang beruntung, termasuk mereka yang tertampung disini. Kanker mengubah hidup mereka, merenggut badan dan waktu berharga mereka.

Menjalani hidup dengan harapan yang tidak pasti, ketakutan menghadapi hari esok menjadi makanan mereka sehari-hari.

Melihat senyum mereka menerima sumbangan alat terapi itu membuat Kenna ikut menerbitkan senyumnya.

Entah darimana ide membangun rumah singgah ini dilakukan oleh  Ayahnya. Dana yang dibutuhkan besar setiap saat. Menanggung kehidupan orang banyak tersebut, apalagi harapan hidup mereka yang rendah adalah tanggung jawabnya yang besar.

“ Kenna... kau datang? Sudah lama?”  nyonya Resee  menghampiri Kenna yang sejak tadi sudah berdiri disana.

 Kenna menyunggingkan senyum, “Sekitar setengah jam kurasa...”

UNBROTHERTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang