Gavin tidak berkutik ketika Kenna ikut masuk ke kondominium, sebagaimana pun ia meminta gadis itu untuk segera pulang. Itu hanya taktik Gavin agar gadis itu mengeluarkan suaranya. Tidak mungkin juga ia membiarkan Kenna pulang di jam ini, terlalu bahaya untuk seorang gadis sepertinya.
Gavin segera membersihkan tubuhnya setelah memasuki apartemennya, mandi air dingin akan sangat membantu untuk menyegarkan tubuhnya. Tidak butuh waktu lama ia sudah siap dengan aktivitas mandinya dan menemui Kenna di ruang tamu dengan pakaian yang lebih layak.
Pening dikepalanya sudah tidak dipedulikannya lagi, ketika melihat Kenna sibuk didapur dengan sendok ditangannya.
"Apa yang kau lakukan!"
"Mencari sesuatu yang bisa dimakan." Skakmat gadis itu kesal melihat isi kulkas yang kosong dari seorang pewaris seperti Gavin . Entah pria itu pelit atau tidak memiliki uang. Dugaan yang sangat tidak mungkin.
"Kau lapar? Seharusnya memesan makan lebih cepat!"
"Ini untuk mengisi perutmu, mereka bilang mereka sudah mengosongkan isi perutmu!" Cecar Kenna, gadis itu salah menangkap atau mencoba menakut-nakuti Gavin, hanya ia sendiri yang tahu.
"Seharusnya kau tidak perlu repot-repot!"
"Aku tidak akan kerepotan jika kakak mengisi kulkas ini dengan bahan makanan bukan dengan alkohol!" Sindir Kenna tak segan untuk membuat Gavin kehabisan kata-kata.
Gavin akhirnya menyerah dan akhirnya memilih diam menikmati aktivitas Kenna yang sesekali memasukkan sesuatu kedalam panci, seperti bumbu yang tidak ia ketahui sama sekali.
Kenna menyelesaikan masakannya, kemudian menata bubur tersebut dalam mangkok. Kemudian membawanya ke sofa dimana pria itu duduk. "Seharusnya ini layak makan dibandingkan sepiring salad hambar..."
Disandarkannya tubuhnya di sofa tersebut untuk merehatkan sedikit tubuhnya yang belum sempat berisi tenaga. Belum lagi coatnya yang besar membuatnya sesak sejak tadi dan sekarang Kenna kepanasan karena baru saja memasak.
Ditatapnya Gavin yang memakan bubur buatannya dengan lahap. Bubur itu seharusnya tidak seenak itu karena bahannya yang terbatas.
"Apa seenak itu?" Tanya Kenna heran.
Gavin ragu dan takut salah menjawab, jika sebenarnya bubur itu menurutnya hanya layak makan, karena rasanya pas-pasan. "Aku lapar..." Jawabnya sebagai opsi terakhir, Gavin memang jujur, tidak bisa berhenti makan karena sangat kelaparan.
Kenna tersenyum jengkel, "Kapan kakak terakhir makan dengan layak? Dokter bilang kau melewatkan jam-jam makanmu dan kurang beristirahat!"
"Iya...benar. Aku banyak pekerjaan akhir-akhir ini!" Ucap Gavin dengan alasannya tidak ingin dijudge yang membuat Kenna berdecak.
"Tapi memiliki waktu untuk minum dan mabuk, mampir ke bar?" Sindir Kenna dengan sengit melanjutkan aksinya membuat pria itu semakin tenggelam dalam ketakutannya.
Gavin bahkan tidak memiliki kata untuk sekedar membela dirinya sendiri dengan setiap ucapan Yoon yang selalu benar dan menjatuhkannya Dimata wanita itu.
Digelar Kenna nafasnya melihat pria Gavin terdiam tak berkutik. Kenna hampir tertawa melihat Gavin bak anak kecil yang sedang dimarahi karena tidak menghabiskan makanannya.
Kenna berdehem menutupi senyum gemasnya terhadap Gavin "Kak... Sayangi tubuhmu. Bukankah sudah kubilang, jangan lagi mabuk sejak dulu. Setidaknya jangan melewatkan waktu untuk mengisi perut dan banyaklah beristirahat." Nasihat gadis itu diterima Gavin dengan mengangguk patuh membuat Kenna tidak bisa tidak terbahak.
Gavin sampai terheran melihat gadis yang terlihat sesak dalam pelukan coatnya tetap tertawa dengan lepas dengan alasan yang tidak ia ketahui.
"kak, kau harus melihat ekpresimu tadi. Seperti seorang anak kecil yang dimarahi!" Ujar Kenna sambil memegang perutnya, Gavin hanya bisa tersenyum melihat Kenna bahagia dalam tawanya.
KAMU SEDANG MEMBACA
UNBROTHER
ChickLitKenna dan cinta pertamanya, hingga detik jam pada menit yang ia tempuh dalam waktu setiap harinya, hanya tetap menjadikan Gavin sebagai sosok yang selalu ia temukan di garis terdepan. Selalu ada untuknya, sekaligus menjadi alasan patah hatinya, ber...