Kenna memarkirkan mobilnya menatap rumah yang terasa sangat sepi dan suram itu. Mengingat pelita didalamnya sudah redup menyusul pelita lain dalam hidupnya.
Berjalan masuk, netranya menatap tempat-tempat yang sering menjadi tempat kakeknya duduk dengannya.
Melihat pintu kamar kakeknya, membuat dia tertarik untuk melangkahkan kakinya memasuki kamar tersebut. Aroma parfum dan minyak yang biasa dipa Kenna kakeknya masih tertinggal diruangan itu.
Diletakkan tasnya di atas kasur tersebut. Terakhir kali ia melihat kakeknya tertidur panjang disana, mengingat itu semakin membuka pilu dalam hatinya.
Tumpuan kakinya melemah, ia terduduk dilantai dingin kamar kakeknya dan membenamkan wajah di atas kasur tersebut.
"Pasti ada sesuatu yang bisa Kenna lakukan kan kakek?" ucapnya pilu.
Kenna tidak menyadari langkah seseorang yang datang dari pintu kamar kakeknya karena kelarutannya dalam kesedihannya.
" Kenna..."
Kenna sontak menoleh, Ayahnya disana untuk menjenguknya.
"Dad..." tuan Resee memeluk putri tunggalnya tersebut. Tidak tega melihat putrinya yang tidak bisa melupakan kesedihannya, sama seperti ketika kehilangan istrinya dulu.
Sebelum Caitlyn mulai sakit-sakitan, Kenna gadis yang ceria dan banyak tertawa. Caitlyn menghabiskan banyak waktunya untuk menyenangkan putrinya itu.
Ketika Kenna sering melihat mimisan dan berbaring ditempat tidur, gadis itu menjadi pendiam dan banyak menangis, takut sesuatu terjadi pada ibunya. Dan ketika hal itu terjadi, tidak ada lagi penyemangat dalam hidup Kenna. Tidak peduli lingkungannya dan sibuk dengan dunianya sendiri.
Bahkan ketika Ayahnya menikah lagi dengan ibu tirinya, Lilian, gadis itu tidak peduli, jika Ayahnya bahagia, Kenna tidak ingin mempermasalahkannya, tetapi ia tidak bisa menerima kehadiran keluarga baru itu.
"Ikut Ayah pulang ya..."
Kenna mengangguk, ia merasa tidak sanggup jika terus menerus berada dalam bayangan kakeknya. Bersyukur Ayahnya ada disana untuk membawanya pulang.
Di sinilah Kenna, tidur terbaring meringkuk di kamarnya, diranjang lamanya. Nafasnya yang teratur menunjukkan jika gadis itu sudah lelap dalam tidurnya.
-UNBROTHER-
Kailee dan Gavin sedang menikmati makan mereka atas paksaan wanita itu tersebut. Hal yang jarang mereka lakukan. Entah angin apa yang membuat Gavin mau mengabulkan permintaan Kailee.
Bukan sekali dua kali usaha Kailee membujuk pria itu untuk makan bersama, tetapi saat ini Gavin mau diajak makan bersama tanpa banyak paksaan.
" Kailee ..."
"Ya...?" Kailee terkejut, was-was dengan pria itu, belum pernah pria itu mengeluarkan suaranya sebelum Kailee yang memulai pembicaraan diantara mereka
"Ada yang ingin kubicarakan..." Kailee membatu, takut dengan apa yang akan dikatakan suaminya.
"Jangan katakan..." potong gadis itu. Ia tidak suka jika suaminya bicara serius seperti itu. Ia bisa menebak tujuan pembicaraan mereka.
Bukan untuk hal itu ia repot-repot menyiapkan makan malam untuk suaminya, untuk diceraikan oleh pria itu.
Jika begini ia lebih suka Gavin mendiamkan, bahkan selamanya, asalkan pria itu bukan perpisahan yang diminta.
Gavin meletakkan garpu dan pisaunya. Ia tidak bisa lagi mempertahankan harga dirinya, menjadi seorang pria baik dan bertanggung jawab seperti Ayahnya.
KAMU SEDANG MEMBACA
UNBROTHER
ChickLitKenna dan cinta pertamanya, hingga detik jam pada menit yang ia tempuh dalam waktu setiap harinya, hanya tetap menjadikan Gavin sebagai sosok yang selalu ia temukan di garis terdepan. Selalu ada untuknya, sekaligus menjadi alasan patah hatinya, ber...