Bulan telah tergantikan akan matahari. Beberapa hari telah berlalu dengan begitu cepat. Tapi suasana mencekam itu masih menyelimuti keluarga kecil Kijoon. Harap cepat itu masih membelenggu hati kecil semua orang yang ada disana.
Menanti akan dua pasang mata yang senantiasa tertutup itu perlahan kembali terbukan untuk sekedar mengusir rasa gunda hatinya.
"Appa dan Eomma pulanglah. Biar aku dan Jennie yang menunggu."
Kijoon tersenyum "Justru kalian lah yang pulang. Ajak Eomma kalian untuk beristirahat. Pulanglah ke mension, bersihkan diri kalian dan istirahatlah sejenak."
"Bagaimana aku bisa beristirahat walau hanya sejenak, jika kedua putriku masih berada di ambang hidup dan mati."
Suaranya melantun kecil dan lemas. Tapi wajah dan tatapannya nampak tak akan pernah lelah untuk menatap kedua putrinya yang terbaring tak berdaya di dalam sana.
"Jika bisa, aku ingin menggantikan mereka didalam sana. Biar aku saja yang mengalaminya."
Kijoon termenung. Pria itu teringat kala kedua putri kembarnya itu baru saja dilahirkan dan harus menginap beberapa malam di dalam inkubator dikarnakan lahir lebih cepat beberapa minggu dari waktu yang diperkirakan.
Minggu itu nampak begitu buruk. Istri yang amat ia cintai itu mengurus dalam waktu beberapa hari lantaran mengalami mogok makan.
Ibu dari keempat putrinya itu senantiasa menunggu kedua putrinya di rumah sakit tanpa memikirkan kesehatan dirinya. Makan seadanya dan tidur secukupnya.
Dan Kijoon tak membayangkan akan berada di fase seperti itu lagi sekarang. Rasanya seperti mimpi buruk masalalu yang kembali.
"Kau ingin berbicara dengan salah satunya?"
Dokter Kim memberikan pertanyaan."Bolehkah?" Jiah bangkit dengan keraguan.
Terhitung sudah hampir 3 hari mereka berada di sana, Jiah bahkan belum pernah untuk diperbolehkan masuk dan menemui putrinya.
Wanita berjas putih itu menatap jam tangannya "Hanya 15 menit. Kalian bisa masuk dan berbicara."
Jiah mengangguk antusias. Wanita itu berjalan menuju pintu ruangan milik Lisa. Sedangkan Jennie meragu, ia ingin menemui Rosé. Tapi bagaimana jika kondisi Adiknya itu justru memburuk setelah ia temui?
"Aku ingin menemui Rosé, apakah boleh?" sulung Uhm itu lebih dulu angkat suara dari Jennie.
"Silahkan, masih dengan peraturan yang sama."
****
Hal yang menyambut Jiah kala pertama kali masuk kedalam ruang ICU milih Lisa adalah rasa dingin yang menusuk.
"Hallo, putri tercinta Eomma." sapaan dengan nada riang itu Jiah lontarkan sambil menurunkan masker yang sempat menutupi sebagian wajahnya.
Wanita Lee itu membungkuk, mengecup kening berbalut perban itu cukup lama. Setelahnya ia tatap lekat wajah putri bungsunya yang nampak tertidur begitu pulas.
"Lisa bisa dengar Eomma kan sayang?" wanita itu berbisik sambil bersimpuh di sisi ranjang putrinya.
"Putri kecil Eomma tidurnya pulas sekali. Eomma dengar Lisa sering tidur larut malam, ya? Pantas saja Lisa tidur sangat pulas."
Jiah membelai surai hitam putrinya itu lembut "Memangnya Lisa tidak rindu dengan Jennie Eonni dan Jisoo Eonni? Eomma sangat rindu dengan Lisa."
"Lisa..." Jiah menggantung kalimatnya.
"Apa Lisa marah pada Eomma?" mata cokelatnya itu memerah menahan tangis.
KAMU SEDANG MEMBACA
Fraternal
FanfictionTidak ada kata selamanya dalam dunia ini. Baik pertemuan ataupun perpisahan. Karena pada akhirnya, ada saat dimana yang bertemu akan diberpisah dan yang berpisah akan kembali dipertemukan.