Pikiran yang penuh itu membawa Jiah hanyut dalam lamunan di tengah ramainya restaurant.
Percakapannya dengan Si Sulung malam tadi membuatnya tak berhenti memikirkan nasip putri ketiganya yang bahkan kehidupannya masih diambang bayangan masalalu.
"Haruskah saya mengatakan ini pada Kijoon?" Monolog Jiah berkutat pada pemikirannya.
"Tapi bagaimana jika semuanya jadi runyam? Bagaimana jika Kijoon marah dan menekan Rosé atau bahkan hal lebih buruk lagi?"
Jiah dibuat pusing akan pemikirannya sendiri, wanita 4 anak itu menutupi wajahnya yang nampak masam.
"Sepertinya aku memang harus membicaran ini pada Kijoon, bagaimana pun respon dan keputusannya nanti aku harus tetap membicarakannya dan menerima,"
Wanita bersurai kecokelatan itu terdiam sejenak "Karena bagaimana pun dia adalah sosok kepala keluarga."
****
"Lebih baik kita pulang, aku akan menghubungi Appa." Gadis bersurai blonde itu mengangguk pasrah.
Melirik jam dinding yang berdenting, Lisa kembali menghela nafasnya kasar. Sudah beberapa jam berlalu tapi Kakak kembarnya itu masih nampak resah dan lemas.
"Hey, untuk kali ini saja minum obat mu. Setelahnya aku tak akan menyuruh mu untuk minum obat lagi, okay?"
"Sireo, aku hanya sedikit lemas." Sangkalnya lagi berusaha terlihat baik-baik saja.
Satu hal yang paling Rosé sukai tentang Lisa adalah rasa peka Adiknya yang tersembunyi di balik kepribadian menyeramkannya.
"Kemari." Ucapnya sambil memposisikan tubuhnya untuk berlutut di hadapan Rosé.
Tangannya terulur menepuk beberapa kali bahunya pelan "Pesawat Jet spesial milik Nona Uhm Roseanne telah siap."
Bulan sabit itu terukir indah di wajah oval gadis pemilik surai blonde itu. Rasa resah dan lelahnya seketika hilang setelah mendapatkan perlakukan manis Adik kembarnya.
"Aku masih bisa jalan Lisa—"
"Shutt! Aku tidak suka dibantah. Kaki ku ini akan mengantar mu bahkan ke ujung dunia sekali pun."
Tangan kurus milik Rosé terulur mengusap pucuk kepala Lisa gemas "Tidak perlu ke ujung dunia, bahkan di tempat terburuk pun asal bersama mu aku rela, Lisa."
Gadis berponi itu berbalik dengan senyum lebar yang nampak polos dimata Rosé "Kalau begitu Nona Roseanne, dengan hormat ku persembahkan kursi terbaik untuk mu."
Dengan kekehan pelan Lisa bangkit, menggendong Rosé yang nampak mengalungkan tangannya dengan nyaman.
****
"Masih tidak bisa dihubungi?" Tanya Jennie yang dilanda kecemasan.
"Nomornya tak aktif. Sepertinya daya ponsel Rosé mati." Sahut Jisoo yang sibuk dengan benda pipih canggih di tangannya,
Kedua gadis kembar itu berkeliling sekolah dengan gusar setelah kehilangan jejak kedua Adik kembarnya. Padahal hanya berselang beberapa saat setelah kejadian di cafeteria tadi mereka langsung menyusul, tapi Lisa dan Rosé telah lenyap entah kemana.
"Aku ingin ke toilet sebentar untuk membasuh wajah." Jennie mengangguk setuju.
"Hahaha kau lihat 'kan? Rosé langsung kabur begitu saja. Dasar pengecut, dia itu hanya bisa mengancam dan menggertak."
Suara yang menyambutnya itu membuat gendang telinga Jisoo terasa sakit. Mulut kotor siapa yang dengan beraninya mengolok-ngolok Adiknya di tempat menjijikan seperti ini?
KAMU SEDANG MEMBACA
Fraternal
Fiksi PenggemarTidak ada kata selamanya dalam dunia ini. Baik pertemuan ataupun perpisahan. Karena pada akhirnya, ada saat dimana yang bertemu akan diberpisah dan yang berpisah akan kembali dipertemukan.