Bukan Kalimat Penenang

103 64 13
                                    

Typo? Manusiawi

"Tengah aku bayangkan, bagaimana jika semesta memaksa samudera merebut hujan dari bentala."

Jangan lupa bayar parkir(vote) ya🌻

Gibran mengajak Shena pergi ke perpustakaan pada jam istirahat. Entahlah, ini adalah momen yang sangat langka. Dimana Gibran sebenarnya tidak terlalu suka membaca buku, tapi kenapa dia mengajaknya ke perpustakaan sekolah? Apa Gibran akan menyuruh Shena membersihkan perpustakaan? Oh tuhan.

"Lihat! tadi pagi sama Damar, sekarang sama Gibran .. bener-bener dah si Shena," ketus Salsa Siswi IPS 4.

Dalam perjalanan menuju perpustakaan, keduanya tak menyadari bahwa Bumi tengah mengikuti mereka dari belakang.

Sesampainya di perpustakaan. Gibran mengintip ke dalam, tak ada siswa disana, hanya guru yang bertugas menjaga perpustakaan waktu itu.

Gibran dan Shena pun masuk, diikuti dengan Bumi yang juga masuk ke dalam tak lama dari kedua manusia tadi.

"Tumben lo ngajakin ke sini?" tanya Shena.

"Lo mau baca buku?" tambahnya. Gibran menggeleng kemudian duduk tepat di samping Shena. Bumi yang mengintai keduanya dari kejauhan merasa hatinya terbakar melihat kedekatan manusia didepannya ini.

"Terus?"

"Lo suka baca buku kan? Gue bawa lo kesini supaya lo bisa baca buku," ucapnya. Shena terkekeh mendengar pernyataan konyol Gibran.

"Gib .. gue baca buku mah bisa dimana aja___"

"Tapi gak ada tempat setenang perpustakaan untuk orang seperti lo, benar kan?" mendengar itu, Shena langsung mengatupkan bibirnya.

"Dasar pahlawan kesiangan," desis Bumi dari belakang. Sedari tadi dirinya menahan mati-matian amarahnya untuk tidak mengubur hidup-hidup laki-laki itu.

"Sana, cari buku ya mau lo baca!" titah Gibran. Shena pun mengangguk dan mulai mengelilingi beberapa rak buku yang ada disana. Bumi menutupi wajahnya dengan buku agar Shena tak mengetahui ini adalah dirinya.

Shena berjalan mengitari rak buku itu sembari melihat-lihat judul apa yang ingin dia baca. Tanpa gadis itu sadari, diatasnya terdapat sesuatu yang sangat ditakuti oleh Shena. Benar saja, saat gadis itu mendongak keatas dan melihat sesuatu disudut ruangan itu, sontak ia berteriak membuat Gibran dan Bumi kala itu spontan berlari mencari keberadaan gadis itu.

"AAA!!"

"Shena?!" ucap Bumi dan Gibran bersamaan namun, di sisi yang berbeda.

Bumi ingin beranjak mendekat, namun didahului Gibran yang langsung merangkul Shena yang ketakutakan.

"Kenapa Shen?" tanya Gibran khawatir.

"I-itu .. " gadis itu menunjuk keatas dengan tangan gemetar dan enggan melihat benda itu. Gibran mendongak melihat sesuatu yang ditunjuk Shena.

Gibran melihat ternyata itu hanyalah sarang laba-laba yang sudah ditinggal oleh pemiliknya.

"Shen, itu cuman sarang nya doang, laba-laba nya ga ada kok .." jelas Gibran menenangkan.

"Tetep aja gue takut Gib, gue minta tolong dong buangin!" pinta Shena masih dengan raut ketakutan.

Gibran pun membuang sarang laba-laba itu ke depan. Bumi yang melihat Shena lebih baik setelahnya pun ikut menghela nafasnya lega.

Gibran kembali dengan senyumnya. Sedangkan di sisi lain. Bumi sangat-sangat gondok dengan senyuman kematian yang diberikan Gibran pada kekasihnya. Meski Shena meminta putus, Bumi tidak akan melepaskan gadis itu begitu saja.

"Lo masih takut laba-laba?" tanya Gibran. Shena mengangguk sebagai jawaban.

"Gue pikir ingatan tentang kejadian itu bakalan hilang setelah gue dewasa, tapi malah melekat dipikiran gue dan bikin gue trauma," jelas gadis itu.

"Lo gak usah takut, ada gue disini .." mendengar itu, Bumi meremas kuat kertas digenggamanya ini. Tidak, dirinya tidak sekuat itu untuk menyaksikan lebih lanjut. Laki-laki itu beranjak sembari meletakkan buku paket itu dengan kasar, sehingga menimbulkan bunyi yang menarik atensi Gibran dan Shena.

Brak!

Shena terkejut dengan kehadiran Bumi disana. Begitu juga dengan Gibran.

"B-bumi?! Sejak__" belum sempat meneruskan kalimatnya, Bumi lebih dulu menarik Shena pergi dari perpustakaan itu.

________________

Bumi menarik Shena menuju taman belakang sekolah. Shena memberontak karena merasakan pergelangan tangannya sakit akibat cengkraman kuat laki-laki itu.

Bumi melepas cengkramannya kemudian berdiri menyilangkan kedua tangannya didepan dada dan menatap lekat gadis didepannya ini.

"Jadi Gibran, alasan kamu mutusin hubungan kita?" tanya Bumi.

"Lo ngomong apa sih?" Bumi menutup matanya sebentar saat Shena menyematkan kata 'Lo' dalam dialognya.

"Semua itu gak ada hubungannya sama Gibran sama sekali," jelas Shena agar Bumi mengerti. Namun, Bumi tetap lah Bumi. Apalagi saat ia tau bahwa Gibran juga menyukai Shena.

Tanpa aba-aba Bumi langsung memeluk gadis itu, kemudian menangis seperti anak kecil yang enggan ditinggal ibu nya ke pasar.

"Aku gak mau putus Shen, aku gak bisa .." ucapnya dengan air mata yang mengalir deras. Shena yang melihat Bumi menangis, langsung panik seketika.

"Bumi ini di sekolah, kalau ada yang lihat lo nangis gimana?!" cicit Shena mencoba menenangkan laki-laki itu.

"Tuh kan .. kamu manggil nya aja Lo-Gue, sakit tau dengernya, maafin aku Shen, aku janji gak akan nakal tapi jangan putus please hiks hiks!" ujar Bumi sesenggukan.

"Ck! Iya iya kita gak jadi putus tapi jangan nangis .. rusak image kamu nanti," jelas Shena membuat Bumi menghentikan tangisnya.

Bumi tersenyum kemudian menghapus sendiri jejak air matanya seperti anak kecil yang habis disogok sebuah permen.

Shena sesekali melihat laki-laki itu, hatinya benar-benar tidak bisa melihat laki-laki itu menangis, apalagi karena nya.

Sifat clingy Bumi hanya Shena yang mengetahui. Bumi selalu membangun image cowok keren didepan teman-temannya ataupun orang lain. Tentu sangat berbanding terbalik dengan Bumi yang sangag rapuh dan manja jika urusan cinta.

Entah sisi yang mana, yang membuat Bumi sangat bucin pada Shena.

______________________

Halo semuaa,
Gimana ceritanya? Ringan dan sangat tidak berbobot bukan🤓

See you next part semua🙌

SENI PROSAIS (TERBIT)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang