Hujan Tak Benar-Benar Pergi

86 58 29
                                    

Typo? Manusiawi

"Hal paling indah yang ku tunggu adalah kabar mu."

Vote nya dikit beut🌻

Gibran menyodorkan coklat yang ia beli untuk gadis itu

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Gibran menyodorkan coklat yang ia beli untuk gadis itu. Shena tersenyum melihat Gibran akhirnya datang.

"Kenapa lama sekali?" tanya Shena. Gibran tidak mengatakan apapun, ia hanya tersenyum sebagai jawaban.

Gadis itu tersenyum senang kala mendapatkan apa yang ia mau. Shena menyuap coklat itu dengan lahap. Sudah lama rasanya ia tak memakan makanan seperti ini. Gibran, laki-laki itu hanya tersenyum sembari memperhatikan tingkah gadis itu.

"Raga nya memang bersama ku, tapi tidak dengan hatinya." Monolog Gibran di tengah lamunannya. Sadar tengah diperhatikan, Shena menoleh dan bertanya pada sang empu.

"Lo habis nangis?" mendengar itu, Gibran sedikit kelabakan. Bagaimana gadis ini tau.

"Mata lo," singkat Shena.

"Hah?" Gibran tak mengerti. Gadis itu terus saja menyuap coklat kedalam mulutnya.

"Kelihatan dari mata lo kalau lo habis nangis." Jelas Shena membuat Gibran makin keheranan.

"Lo cenayang?" Gibran melempar pertanyaan itu pada Shena. Gadis itu terkekeh ringan kemudian menatap Gibran sepenuhnya.

"Terlepas dari apapun yang buat lo sedih, jangan pernah sembunyiin perasaan lo ya .. lo bebas ngungkapin apa yang lo rasa, entah itu senang atau sedih." Ucap Shena seraya mengusap pelan punggung tangan laki-laki itu.

__________________

Nita duduk dikursi pantry. Menatap layar ponsel yang memantulkan bayangan wajahnya sendiri. Sejak perpisahan itu, Nita memang jarang menanyakan kabar putri sulungnya. Dia sibuk bertengkar dengan ego nya sendiri. Di sisi lain, dia berpikir ibu macam apa dirinya. Secara tidak langsung dirinya menelantarkan Shena.

Dengan langkah ragu, Nita memencet tombol hubungi pada kontak Shena. Wanita setengah baya itu mendekatkan ponselnya di telinganya. Tak ada jawaban dari putrinya.

Pikirannya berkecamuk. Semua orang mengetahui naluri seorang ibu. Sejak dulu, hati dan pikirannya tak tenang. Pikirannya selalu mengarah pada putri sulungnya itu.

Tak mendapat jawaban dari Shena, Nita memutuskan untuk menelepon Damar.

TutTutTutt ..

SENI PROSAIS (TERBIT)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang