Backburner or Cinnamon Girl

55 40 11
                                    

Typo? Manusiawi

"Apa kali ini senyum mu itu sungguhan?"

Vote itu bentuk apresiasi kalian🌻

Pintu rumah minimalis itu perlahan terbuka

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Pintu rumah minimalis itu perlahan terbuka. Menampakkan wanita setengah baya yang tengah menunggunya. Senyum wanita itu meneduhkan hati. Gibran membalas senyuman tulus ibunya.

"Sudah ketemu dengan Nak Shena?" tanya Sari. Gibran hanya mengangguk dan masih menampakkan senyum yang menambah ketampanannya. Sari menatap putranya itu khawatir.

"Apa kali ini senyum mu itu sungguhan?" tanya Sari tiba-tiba. Gibran menoleh dan berkata pada sang ibu.

"Apa senyum Gibran terlihat palsu dimata Ibu?" ujar nya yang kini makin melebarkan senyumnya membuat Sari terkekeh.

Gibran merebahkan kepalanya dipaha wanita itu. Lihatlah wajah damai yang ditatapnya. Wanita ini berkorban banyak hal untuknya.

"Ibu, Gibran terluka." Ungkap laki-laki itu masih memandang wajah ibunya.

"Terluka? Di mana? Kenapa Gib?" cecar Sari. Gibran terkekeh ringan. Wanita ini masih belum berubah, dia tetaplah seorang ibu yang sangat mengkhawatirkan putranya.

"Gibran terluka karena tidak bisa menepati janji Gibran pada Semesta." Jelasnya.

Sari menghela nafasnya panjang. Mengusap pelan rambut putranya ini.

"Gibran, putraku. Jangan limpahkan hati pada dermaga yang sejak awal bukan tempatmu berlabuh .. kamu itu bagaikan kapal yang hanya singgah sejenak, kamu tidak pernah bisa menetap di sana,"

"Ibu, jatuh cinta pada Shena adalah hal diluar kendali Gibran." Sahut laki-laki itu.

"Siapa bilang .. kamu pemilik raga ini__" Sari menjeda kalimatnya sembari terus mengusap puncak kepala putranya.

"Jangan biarkan ego ini mengambil alih .. kamu tidak bisa mengusik takdir yang memang menyematkan mereka agar tetap bersama, jatuh cinta itu dalam kendali mu, patah hati yang terjadi adalah kesalahan dari harapan mu. Kamu mengerti kan maksud Ibu?"

"Kapan takdir mau berbaik hati pada Gibran Ibu, apa Tuhan tidak cukup mengambil Semesta? Haruskah Gibran juga kehilangan Shena, Ibu?"

"Berlapang dada tak membuatmu merasa hina kan, anakku?" pungkas Sari.

Gibran tersenyum, ia merebahkan tubuhnya dan tidur dipangkuan sang ibu.

SENI PROSAIS (TERBIT)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang