Enam: Tenang

608 34 2
                                        

Jakarta, Indonesia

Sepanjang perjalanan menuju safe house, Damar mengutuki dirinya karena lagi dan lagi lengah malam ini. Ia sangat takut kehilangan Ian, satu-satunya keluarga yang dia miliki. Damar tidak ingin lagi ditinggalkan oleh orang-orang terdekatnya.

MALAM - SAFE HOUSE

Kini akhirnya Damar dan Ian telah sampai di safe house

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Kini akhirnya Damar dan Ian telah sampai di safe house. Di safe house ternyata sudah ada Cakra dan Ayu, anggota dari tim yang dipimpin Damar yang tiba terlebih dahulu. Selain itu juga ada Naren, dokter khusus yang memang disiapkan untuk keadaan darurat seperti ini.

"Bantu gue." Ucap Damar.

MALAM - SAFE HOUSE - KAMAR

Cakra pun membantu Damar memapah Ian menuju kamar yang sudah tersedia untuk mendapat pemeriksaan lebih lanjut. Ian dibaringkan di salah satu kamar di safe house tersebut. Naren pun langsung melakukan pemeriksaan terhadap keadaan fisik Ian dan sambil mendengarkan Damar mengenai kronologi mengapa adiknya bisa tak sadarkan diri.

"Gimana Ren?" Tanya Damar yang khawatir.

"Dia gapapa kok. Cuma nanti pasti di bagian leher atau saluran nafasnya masih berasa sakit. Jadi sementara malem ini pake alat bantu pernafasan dulu dia." Jelas Naren.

"Syukurlah.. Tapi kok dia masih belom sadar?" Lanjut Damar bertanya.

"Yaa ini dia kayaknya dikunci lumayan lama dan kuat, jadinya sadar dari pingsan juga agak lama. Tapi palingan bentar lagi juga dia udah sadar kok. Oiya sama suruh dia jangan banyak gerak dulu." Jawab Naren.

"Ohh gitu, oke deh makasih yaa Ren." Ucap Damar.

"Iyaa santai, udah tugas gue juga kok." Balas Naren yang kemudian mengajak Cakra dan Ayu untuk meninggalkan Damar dan Ian di kamar.

Dan benar saja kata Naren, tak lama setelah itu, Ian perlahan membuka matanya dan merasa kebingungan tentang dimana sekarang dia berada dan mengapa ia menggunakan alat bantu pernafasan. Lalu dilihatnya Damar yang sedang sibuk dengan handphonenya, duduk di single sofa di samping kanan ranjang kamar tersebut.

Damar yang sedari tadi sibuk dengan ponsel pun menyadari adanya pergerakan yang dilakukan adiknya.

"Ian?" Ucap Damar.

"Hmm." Gumam Ian yang akan melepas alat bantu pernafasannya. Gerakan kecil saja ternyata membuat Ian merasakan sakit pada lehernya.

"Eh eh eh jangan banyak gerak dulu." Perintah Damar.

"Masih sakit itu leher pasti, sekarang dibuat istirahat dulu aja okey." Ucap Damar yang hanya di respon Ian mengangkat salah satu ibu jari tangannya.

Ian sebenarnya ingin mempertanyakan banyak hal mengenai apa yang terjadi, namun ia mengurungkan niatnya. Ian paham bahwa akan ada waktunya Damar memberi penjelasan padanya.

LUKA LARUT MALAMTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang