Tiga: Samar

993 65 2
                                    

Jakarta, Indonesia

Degup jantung Damar seketika menjadi lebih kencang, deru nafasnya tak beraturan, dan tangan gemetar bercampur dengan amarah yang terpendam. Namun ia berusaha untuk tenang dan tidak berburuk sangka terlebih dahulu. Damar yang kemudian mengingat tentang misinya dengan cepat meraih ponsel di saku celana dan memotret apa yang dilihatnya dari belakang sebagai antisipasi. Barangkali penting dan akan berguna nantinya.

"Ini emang bener apa cuma mirip aja ya? Ck." Batin Damar sambil mengamati hasil jepretannya. Ia berusaha mengingat kembali, namun memori akan kejadian itu terlalu singkat dan buram.

"Sialan, nanti aja lah." Ucap Damar yang kemudian memasuki ruang dimana Ian dirawat.

PAGI - RUMAH SAKIT - KAMAR MELATI NO. 7

Ceklek..

Setelah memasuki ruang tersebut, Damar menghampiri Ian yang masih belum sadarkan diri dan mendudukkan dirinya di kursi samping ranjang adiknya berbaring.

"Maafin abang ya, abang lagi-lagi ngga becus jaga kamu." Ucap Damar yang tengah menggenggam tangan adiknya dan menundukkan kepala.

"Abang?" Ucap Ian yang sudah siuman dengan suara yang lirih dan sedikit menggerakkan jemarinya.

Mendengar suara dan merasakan gerak jemari adiknya membuat Damar sontak menatap Ian dengan lega karena sudah sadarkan diri.

"Syukurlah udah sadar." Ucap Damar yang rasa paniknya perlahan mereda.

"Awwsstt." Ian sedikit meringis kesakitan.

"Eh kenapa? Pusing ya? Abang panggil dokternya ya?" Damar panik kembali melihat reaksi adiknya.

Saat akan berdiri, tangan Damar ditahan oleh Ian.

"Gapapa bang, ngga usah. Abang temenin Ian aja disini." Ucap Ian yang masih lemah dan sedikit menahan sakit kepalanya.

"Beneran?" Tanya Damar khawatir.

"Iyaa abang." Jawab Ian.

"Ehmm mau minum?" Tawar Damar.

"Bolehh, tau aja kalo haus." Ian mengiyakan tawaran Damar.

"Pelan-pelan minumnya." Damar membantu Ian meminum air putih untuk melepas dahaga seusai sadarkan diri.

Setelah itu, Damar yang merasa amat penasaran pun akhirnya bertanya pada Ian.

"Ian?" Ucap Damar.

"Hmm?" Respon Ian.

"Abang mau tanya-tanya sama kamu, tapi misal kamu belum siap jawab gapapa bilang aja ya." Ucap Damar yang direspon anggukan oleh Ian.

"Langsung aja ya, apa kamu sempet liat plat kendaraan yang nyerempet kamu?" Tanya Damar.

"Ehmm gimana ya, motor itu sebenarnya sempet berhenti dan orangnya pun juga sempet nengok ke arah Ian terus langsung kabur. Tapi motornya ngga ada platnya bang dan abis itu akunya pingsan deh." Jawab Ian.

Mendengar penjelasan dari Ian membuat Damar semakin curiga bahwa kecelakaan yang dialami adiknya adalah hal yang disengaja atau direncanakan.

"Apa aja selain itu yang kamu inget?" Lanjut tanya Damar pada adiknya.

"Dari posturnya sih aku yakin kalo itu laki-laki, pake baju serba hitam 'head to toe' gitu. Terus emm jaketnya modelan varsity, eh tapi sempet kerobek bagian kiri kalo ngga salah, soalnya kayak ditarik gitu sama orang-orang yang gercep mau nolongin aku." Jelas Ian lebih lanjut.

"Abang kenapa deh tumben nanya-nanya detail gini, kayak detektif ajaa." Gurau Ian.

"Yaa gapapa, abang penasaran aja. Kok bisa diserempet bikin kamu sampe ngga sadar, berarti kan kamu kebenturnya lumayan kenceng juga. Mana langsung kabur ngga tanggung jawab yang nyerempet. Kan abang jadi ikut kesel sama pengendaranya." Ucap Damar yang tidak ingin membuat adiknya curiga.

LUKA LARUT MALAMTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang