Dua Puluh Lima: Waktu

609 33 30
                                    

Jakarta, Indonesia

MALAM - RUMAH

Damar dan Ian masih terpaku melihat seseorang dihadapan mereka. Ian berlindung di belakang sang kakak. Sedangkan Damar masih siaga dengan pistol ditangannya.

Bagaimana tidak? Seseorang yang ada dihadapan mereka saat ini, telah dinyatakan meninggal dunia satu tahun yang lalu karena kecelakaan pesawat menuju Swedia.

Ya, dia adalah Papa Jusuf.

"Easy boy, put the gun down

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

"Easy boy, put the gun down." Ucap Papa Jusuf dengan tenang.

"I-is that really you? You're not a ghost, a demon, or something?" Tanya Ian dengan gugup.

"Well, it's me. Last time I checked, I'm still human." Jawab Papa Jusuf.

"Really? It's you Papa?" Tanya Damar yang juga ragu.

"Ya, ini benar-benar Papa. Apa kalian tidak rindu Papa?" Jawab Papa Jusuf yang lebih meyakinkan bahwa kehadirannya saat ini memang nyata.

Damar pun menurunkan dan menyimpan kembali pistolnya. Sementara Papa Jusuf berdiri dari sofa dan ia merentangkan kedua tangannya yang siap menerima pelukan.

Damar dan Ian menghampiri Papa Jusuf dengan memberikan pelukan yang begitu hangat. Rasa rindu akan kehadirannya mengalahkan rasa penasaran mereka tentang bagaimana Papa Jusuf ternyata masih hidup.

Mereka sama-sama menangis haru, larut dalam suasana yang tidak pernah mereka bayangkan bisa terjadi. Kedekatan yang mungkin jarang ditemukan dalam hubungan ayah dan anak. Pada kenyataannya, mereka berdua memang begitu dekat dengan kedua orang tuanya.

"I miss you, Pa.. I miss you so bad.." Ucap Ian sambil mengusap air matanya.

"I miss you both." Jawab Papa Jusuf yang telah lama ingin memeluk dua anak laki-lakinya tersebut.

Pelukan mereka merenggang dan Papa Jusuf tahu jika ia akan dihujani oleh banyak pertanyaan dari kedua anaknya. Dan benar saja sesaat mereka melepaskan pelukan, Damar langsung bertanya.

"How?" Tanya Damar penasaran.

"Yaa sederhana. Papa memang tidak menaiki pesawat itu." Jawab Papa Jusuf dengan melepas topi fedora nya.

"Tapi barang-barang Papa ditemuin di lautan dimana pesawat itu jatuh." Sanggah Damar.

"Hanya barang Damar.. Papa lakukan itu agar lebih meyakinkan." Ucap Papa Jusuf.

"Maksudnya?" Sahut Ian yang masih mencerna.

"Demi keselamatan kalian dan Mama." Ucap Papa Jusuf yang tidak memberi pencerahan sama sekali.

"Damar makin ngga ngerti dan kayaknya ada yang beda sama Papa. Pertama, Papa ngga kaget atau khawatir sama keadaan kita yang begini. Kedua, Papa tenang banget pas Damar todong pake pistol, and you didn't even flinch." Jelas Damar setelah menyadari ada yang tidak beres dengan sikap Papa Jusuf.

LUKA LARUT MALAMTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang