Lyra berada didalam kamarnya sambil berbaring menonton drakor dengan menjadikan paha Leo sebagai bantalan. Leo bersandar pada kepala ranjang sambil memainkan ponselnya.
Miranda dan Izar tak masalah jika Leo berada dikamar anak gadisnya. Karena ia percaya bahwa Leo tidak akan melakukan hal yang seharusnya tidak mereka lakukan. Dan setiap Leo memasuki kamar Lyra, dia tidak pernah menutup pintu kamar gadis itu. Leo tetap membiarkan pintu kamar Lyra terbuka lebar untuk menghindari kecurigaan. Begitupun saat Lyra memasuki kamarnya, Leo tidak membiarkan pintu kamarnya tertutup.
“Ck, kenapa sahabatnya jahat banget sih. Pacar sahabat sendiri aja masih mau ditikung,” gumam Lyra yang mulai bermonolog.
“Kenapa cewek ini terlalu baik, sih. Lawan kek. Lo itu cantik walau tanpa riasan,” gerutunya lagi.
“Efek samping nonton drakor gini ya? Bisa bikin gila?” tanya Leo pada Lyra yang sedaritadi mengomeli laptopnya.
Lyra beranjak dari baringnya kemudian duduk menatap Leo.“Ini namanya penghayatan. Gak seru kalau gak ikut ngomong,” jelas Lyra pada Leo. Lagian kenapa juga laki-laki ini harus selalu menegurnya saat mengomeli pemeran dramanya.
Leo menyudahi gamenya kemudian mengambil yoghurt Lyra yang ditaruh diatas kasur. Lyra melirik Leo kemudian tersenyum.“Yoghurt enak gak, sih?” tanya Lyra pada Leo yang meneguk yoghurt itu.
“Enak. Kan lo suka,” jawab Leo. Apa gadis ini sedang lupa ingatan? Atau sedang berlagak akting?
“Tapi enakan jadi yourgirl gak, sih?”
“Dih. Siapa yang ngajarin lo ngegombal , hah?” tanya Leo yang sudah mengapit kedua pipi Lyra sehingga bibir gadis itu mengerucut.
Tingkah gadis dihadapannya ini selalu membuatnya gemas. Leo tertawa saat Lyra menggelus-elus pipinya akibat Leo yang tadi mengapit kedua pipinya dengan tenaga yang keras. Sudah dibilang tenaga laki-laki itu kuat.
Sebenarnya gombalan tadi hanya didapat dari akun twitter miliknya saat sedang melihat foto-foto candid para oppanya yang diambil oleh para penggemar.
“Udah jam sembilan. Papa lo bilang lo gak boleh tidur diatas jam sembilan malam. Tidur gih,” suruh Leo yang sudah beranjak dari ranjang Lyra membiarkan gadis itu beristirahat.
“Tapi gue belum ngantuk, jangan ditinggal dulu, ntar gue gak punya temen,” keluh gadis itu menahan Leo untuk pulang.
Leo mendekat membereskan laptop dan cemilan Lyra yang berada diatas kasur. Laptop dan cemilan itu ia taruh pada meja belajar Lyra.
“Tidur, udah malem,” suruh Leo lagi membantu lyra untuk berbaring kemudian menyelimuti Lyra sebatas dagu.
“Lo udah mau pulang?” tanya Lyra dengan wajah sedihnya. Ia masih belum bisa tidur.
“Geseran dikit sana.” Bukannya menjawab pertanyaan Lyra, laki-laki itu malah menyuruh Lyra untuk bergeser.
Lyra kemudian sedikit bergeser dan Leo duduk dipinggiran ranjang Lyra dengan kaki yang diluruskan kedepan. Tangan Leo terulur mengelus kepala Lyra agar Lyra dapat tertidur.
Lyra mendongak menatap Leo dengan senyuman. Dia sangat beruntung dapat mengenal laki-laki itu. Lyra sudah sering diperlakukan istimewa oleh Leo. Dan Lyra sangat membenarkan perkataan orang-orang yang berkata bahwa wanita akan menjadi ratu jika bertemu dengan laki-laki yang tepat.
Betapa beruntungnya istri Leo kelak. Ah, Lyra jadi merasa iri. Ia juga ingin mempunyai pacar seperti Leo. Namun bukan Leo. Gadis itu tetap memegang prinsipnya bahwa dia tidak akan menyukai Leo melebihi suka seorang sahabat. Dia tidak mau menjalin hubungan dengan sahabatnya, Leo. Ia takut apabila menjalin hubungan dengan Leo, persahabatan mereka akan hancur. Dan belum tentu juga mereka akan terus berpacaran. Jika sudah putus, pasti akan menjadi asing.
Mata Lyra mulai terpejam merasakan sapuan tangan Leo pada kepalanya. Lyra akan mudah mengantuk jika rambut atau kepalanya dielus-elus.
Mata gadis itu kini tertutup rapat dengan mulut yang sedikit terbuka membunyikan suara dengkuran.
Leo terkekeh kecil melihat Lyra yang sudah tertidur dengan dengkuran kecilnya. Ia tau Lyra sudah mengantuk, namun Lyra hanya memaksakan untuk tetap terjaga. Kini gadis pemarah dan labil itu sudah tertidur dengan wajah damainya.“Lo kalau tidur kalem banget,” gumam Leo terkekeh.
Laki-laki itu menghentikan sapuannya pada rambut Lyra. Dia berdiri perlahan kemudian mengelus kepala Lyra dan mendekatkan wajahnya pada wajah gadis yang kini tertidur lelap.
“Selamat tidur, lampir,” bisik Leo didekat telinga Lyra. Dia kembali menegakkan badannya kemudian melangkah keluar hendak kerumahnya. Sebelum itu dia mematikan lampu kamar Lyra kemudian menyalakan lampu dengan cahaya remang diatas nakas gadis itu.
****
Leo melangkahkan kakinya menuju koridor sekolah mencari-cari gadis yang sedaritadi ditunggunya. Sewaktu bel sekolah sudah berbunyi, Leo segera menghampiri Lyra dikelasnya, namun gadis itu sudah tidak ada. Jadilah dia mencari-cari seperti ini.
“Lo liat lampir?” tanya Leo pada Rhea yang setaunya merupakan teman kelas Lyra.
“Ha? Lampir? Dimana?!” Rhe menjerit dan mendekatkan dirinya pada Leo sambil memegang lengang laki-laki itu.
Leo menghela nafas lalu menghempaskan tangan Rhea yang memeluk lengangnya.
“Maksud gue Lyra. Lo liat?”
“Oh Lyra ... gue kirain lo bisa liat setan.”
“Jadi?”
“Jadi apa?”
Leo berdecak sebal. Apa teman Lyra ini memang lemot? Jika iya, dia tidak akan mebiarkan Lyra berteman dengan gadis itu. Bisa-bisa Lyra nanti dibuat lemot juga.
“Lo liat Lyra, gak?” tanya Leo lagi mencoba sabar.
“Oh, gak,” jawab Rhea sambil menggeleng.
Leo kembali berjalan mencari didalam perpustakaan, kantin, kemudian toilet perempuan, namun Lyra tidak ada juga.
“Leo! Leo!” teriak seseorang di belakang Leo dengan berlari.
Leo mengerutkan keningnya bingung. Kenapa orang ini? Wajahnya seperti ingin menyampaiakan sesuatu yang penting.”Apa?” tanya Leo pada siswa yang sudah dihadapannya.
“Lyra! Lyra, Leo. Lyra—“
“Apasih Lo?! Ngomong tuh yang jelas,” sergah Leo dengan raut yang sudah kesal.
“Lyra kecelakaan!” ujar siswa laki-laki itu yang akhirnya bisa mengeluarkan kalimat yang sedaritadi ingin diucapkannya.
“Mau gue tonjok lo? Ngomong tuh yang bener!”
“G-gue serius. Didepan anak-anak udah—“
Tanpa menunggu kalimat siswa itu selesai, Leo segera berlari keluar sekolah melihat apakah benar yang diucapkan oleh siswa itu.
“Leo!” teriak Lena dengan air mata yang mengalir dipipinya. Gadis itu menghampiri Leo dengan isakan yang terus terdengar.
“Lyra meninggal!” Lena terisak dengan sebelah tangan yang memegang kepalanya.
Leo mematung mendengar apa yang diucapkan Lena. Nafasnya serasa tercekik saat melihat seseorang diangkat dengan kain putih menutupi badannya dan dimasukkan ke dalam mobil ambulance.
Lyra? Benarkah? Lyra-nya tidak mungkin meninggalkannya begitu saja. Lyra masih hidup dia masih—
“LYRA!”
💓💓
Terimakasih sudah membaca:) kritik dan saran dipersilahkan. Silahkan kembali lagi besokk.
KAMU SEDANG MEMBACA
YUANFEN (END)
Teen FictionCerita ini mungkin terbilang "klasik" namun didalamnya penuh dengan banyak makna. Orang bilang, pertemanan antara laki-laki dan perempuan itu mustahil. Disinilah Lyra dan Leo yang terjebak dalam kisah umum persahabatan. Silahkan bergabung kedalam c...