Leo sudah sampai ke alamat yang dikirimkan oleh seseorang yang menelponnya tadi. Gadis dengan rambut yang dikuncir, baju kasual setelan catea berwarna putih sebatas lengang dengan celana panjang berwarna biru gelap dan tas samping mini berwarna hitam keluar dari rumahnya.
Dia menghampiri Leo yang menunggu diatas motornya. "Udah lama ya?" tanya gadis itu dengan senyum yang di ukir diwajahnya.
"Gak kok, baru aja. Buru naik," suruh Leo pada gadis itu untuk menaiki jok motornya.
Diperjalanan hanya terjadi keheningan, hanya terdengar angin yang berhembus dan suara klakson dari kendaraan disekitar. Gadis diboncengan Leo menikmati angin malam sambil menutup matanya, membiarkan hembusan angin menerpa wajahnya.
"Mau nyari makan dimana?!" tanya Leo dengan sedikit berteriak agar dapat didengar jelas oleh penumpang dibelakangnya.
Gadis itu sontak membuka mata dan sedikit mendekatkan wajahnya kesamping Leo.
"Apa?!"
"Mau makan dimana?!"
"Makam? Lo mau apa?!"
Leo menghela nafas saat gadis itu tidak mendengar. Dia hanya diam menunggu adanya lampu merah.
"Lo mau nyari makan dimana?" tanya Leo lagi saat motor mereka berhenti karena lampu jalan.
"Oh makan ... terserah aja sih, lo bisanya makan dimana."
Leo mengangguk lalu kembali menjalankan motornya saat lampu jalan sudah kembali hijau.
Kini mereka sudah sampai di tempat sate pinggir jalan. Leo memilih tempat ini, karena menurutnya sate pinggir jalan kang Ujang sangat enak. Dia dan Lyra biasanya akan singgah ditempat ini sepulang sekolah saat mereka lapar.
"Sate sini aja gakpapa, kan? Enak kok." Leo melirik Helen yang sedang mengamati sekitar.
"Iya gak papa kok."
Helen meminta Leo untuk mengantarkannya mencari makan. Entah dengan alasan apa dia memilih Leo. Helen hanya ingin lebih dekat dengan Leo.
"Makan disini aja yuk, lo belum makan, kan?" ajak Helen pada Leo.
Leo menggaruk kepala belakangnya yang sebenarnya tidak gatal. Dia hanya bingung ingin mengiyakan atau menolak. Leo masih ingat menitipakan rumahnya pada Lyra. Tapi setelah Leo pikir lagi, orang tuanya juga sebentar lagi akan datang. Jadi tak masalah untuk mengiyakan tawaran Helen.Leo mengangguk. "Kang, satenya dua porsi ya."
"Eh nak Leo, tumbenan nih sendiri," canda kang Ujang sambil menyiapkan pesanan.
"Gak sendiri, Kang. Leo bareng temen. Leo tunggu disitu ya, Kang," ucap Leo menunjuk tempat yang sudah ditempati Helen.
"Siap."
Leo mengambil kursi tepat didepan Helen. Dia mengeluarkan ponsel memeriksa apakah Lyra menghubunginya.
"Sorry ya gue duduk duluan, kaki gue pegel banget," ucap Helen.
Leo beralih menatap Helen lalu mengangguk. Dia menyimpan ponselnya lalu melipat tangannya diatas meja dan melihat-lihat kendaraan yang berlalu sampai saat Kang Ujang datang membawa dua porsi sate yang tadi dipesan olehnya."Ini satenya, silahkan dinikmati," ucap Kang Ujang.
"Makasih, Kang."
"Jadi ini toh temennya. Temen apa temen ini?" goda Kang Ujang sambil menaik turunkan alisnya pada Leo.
"Teman kelas, Kang."
"Oalah. Berarti tetap neng Lyra, ya?"
"Lyra mah sahabat Leo, Kang," tutur Leo.
Kang Ujang tertawa lalu kembali pada pekerjaannya semula. Mempersilahkan Leo dan Helen untuk menikmati sate ter-enak buatannya.
"Lo sering kesini bareng Lyra?" tanya Helen disela-sela makannya.
"Iya."
"Lyra ... orangnya emang gimana?"
Leo menghentikan suapannya lalu berpikir. "Kadang nyeremin seperti mak lampir, kadang lucu kayak anak kucing," jawab Leo sambil tertawa kecil mengingat bagaimana sikap Lyra.
"Lo suka sama dia?" tanya Lyra lagi yang langsung mendapat anggukan dari Leo. Sontak saja Helen terkejut.
"Gue suka sebagai sahabat. Lyra udah seperti saudara gue. Gue sama dia udah lama bareng. Rumah kita bahkan sekompleks," jelas Leo membuat Helen membulatkan bibirnya.
****
Jam 22.45, Leo baru sampai didepan rumahnya. Dia memarkirkan motornya lalu masuk kedalam rumah.
"Biasain salam kalau masuk rumah," tegur Alhena pada anak lelakinya.
"Hehe Assalamualaikum, mah."
"Waalaikumsalam. Darimana aja? Kok Lyra ditinggal?" tanya Alhena yang membuat Leo kembali mengingat gadis itu.
"Eh iya, Lyra mana? Udah pulang?"
"Belum. Itu disana lagi tidur." Tunjuk Alhena pada Lyra yang tertidur disofa ruang tengah.
Leo berjalan mendekat kearah Lyra, dia tertawa kecil melihat Lyra yang sedang tertidur dengan mulut yang sedikit terbuka. Dia menaruh tangannya disela kepala dan kaki gadis itu. Menggendongnya dengan gaya bridge style.
"Leo pulangin dia dulu ya, Ma."
Alhena menganggukkan kepalanya kemudian menggelengkan kepalanya setelah Leo keluar. Jika seperti ini tetangga yang melihat mereka akan berpikir hal yang tidak-tidak pada anaknya. Alhena keluar hendak memanggil Leo namun anak itu sudah tidak ada, dia hanya menghembuskan nafasnya lalu kembali masuk kedalam rumah.
KAMU SEDANG MEMBACA
YUANFEN (END)
Roman pour AdolescentsCerita ini mungkin terbilang "klasik" namun didalamnya penuh dengan banyak makna. Orang bilang, pertemanan antara laki-laki dan perempuan itu mustahil. Disinilah Lyra dan Leo yang terjebak dalam kisah umum persahabatan. Silahkan bergabung kedalam c...