“Buat apa ... susah. Buat apa ... susah. Lebih baik ... kita bergembiraa!!”
“Asek-asek jos!!”
Penduduk kelas MIPA 2 kini sedang mengadakan konser mendadak. Guru yang seharusnya masuk mengajar sedang mengadakan rapat.
“Aku tidak minta oleh-oleh. Emas permata dan juga uang ...”
“Tapi yang kuharap engkau pulang ... dengan membawa kesetiaan.”
“Berisik woi! Daftar masuk audisi dangdut aja lo sekalian,” tegur Leo. Sedaritadi dirinya mencoba tidur namun orang-orang dikelasnya sangat berisik. Luan dan beberapa orang lainnya sedang menjadikan barang disekitarnya sebagai alat musik. Sapu yang dijadikan gitar, meja yang dijadikan drum, bahkan skop sampah yang juga ikut menjadi mic, ditambah dengan suara mereka yang sangat pas-pasan membuat suatu gabungan yang sangat indah untuk didengar. Saking indahnya kini Leo beranjak keluar dari kelasnya.
Langkah kaki Leo berhenti didepan kelas Lyra. Kelas gadis itu juga sedang tidak ada pelajaran. Leo melangkah memasuki kelas MIPA 1, berjalan menuju gadis yang sedang tertawa dengan temannya. Sepertinya mereka sedang bermain suatu permainan.
Lyra, Lena, dan Rhea yang sedang bermain pancasila lima dasar sontak terkejut dengan kehadiran Leo yang tiba-tiba duduk diatas meja mereka. Lebih tepatnya diatas meja Lyra.
Lyra memukul paha Leo. “Ngagetin aja lo.”
“Gue mau tidur, Ra. Ngantuk,” ucap Leo dengan raut wajah memelas.
“Lapor sama pak kepala sekolah, sana,” cetus Lyra kemudian kembali bermain dengan kedua temannya.
“Pancasila lima dasar.”
Lyra menampilkan sepuluh jarinya, Lena dua jari, kemudian Rhea satu jari telunjuk.
“J,K,L,M. Hewan M,” seru Lena sambil memikirkan hewan yang dimulai dari huruf M.
“Gue, gue! Macan, marmut!” seru Rhea.
“Satu aja, ih,” tegur Lyra. Daritadi gadis itu selalu menyebutkan melebihi dari satu yang membuat keduanya tidak pernah kebagian.
“Musang!” seru Lena. Kini tinggal Lyra yang belum menemukan hewan M.
Matanya mengarah pada Leo yang kini sedang memainkan ponselnya. Sudut bibirnya terangkat, melihat wajah Leo membuatnya mengingat hewan itu.
“Monyet!”
****
Sore ini Lyra dan Leo baru ingin menuju kerumah mereka setelah sepulang sekolah. Tadi Lyra sedang menunggu Leo selesai latihan basket dulu, jadilah mereka pulang kesore-an.
“LEO BERHENTI!” Teriak Lyra sambil menepuk bahu Leo menyuruh laki-laki itu untuk memberhentikan motornya.
Leo sontak saja terkejut dan segera mengerem motornya. “Lo mau kita nabrak hah?!” tanya Leo dengan emosi.
Lyra terkekeh. “Ya maaf. Pinggiran dulu sana,” ucap Lyra sambil menunjuk menggunakan dagunya.
Leo memarkirkan motornya dipinggir taman bermain yang banyak diisi oleh anak kecil. Sekarang Leo tau, pasti gadis itu ingin ikut bermain.
“Yuk main dulu,” ucap Lyra dengan mata yang berbinar kemudian menyerahkan helmnya pada Leo lalu berlari memasuki area taman bermain.
“Dasar anak kecil,” gumam Leo kemudian segera menyusul Lyra.
Ditaman ini ada beberapa anak kecil yang sedang bermain, mungkin sekitaran sepuluh anak. Taman lumayan luas yang dihiasi dengan lampu-lampu kecil yang tergantung dipohon, kemudian terdapat ayunan, jungkat-jungkit, rumah bermain dan perosotan itu merupakan hal yang disukai Lyra. Gadis itu kini ikut bermain selayaknya anak kecil yang bersamanya merupakan teman seumurannya.
KAMU SEDANG MEMBACA
YUANFEN (END)
Ficção AdolescenteCerita ini mungkin terbilang "klasik" namun didalamnya penuh dengan banyak makna. Orang bilang, pertemanan antara laki-laki dan perempuan itu mustahil. Disinilah Lyra dan Leo yang terjebak dalam kisah umum persahabatan. Silahkan bergabung kedalam c...