030: Come?

1.4K 111 2
                                    

BRAK!!

"Aku rindu sekali Haechan-ah!"

Haechan yang sedang membaca buku menghela nafas. Menyimpan bukunya di atas nakas dan menerima terjangan pelukan tiba-tiba dari Jaemin. Mengelus punggung sang sahabat pelan. Menumpukan dagunya di bahu Omega manis itu.

Haechan juga merasakannya. Rindu yang teramat sangat hingga menyebabkan pola makan juga pikirannya yang berkelana kesana kemari. Kuliahnya diliburkan bahkan telah dihentikan sementara karena beberapa dosen dari Neora ikut membantu penyerangan klan besar untuk membasmi penyihir dari kawasan warewolf bahkan menghabisi kaum penyihir itu.

"Hari-hariku terasa hampa sekali. Apalagi jika tanggal heatku tiba, tubuhku seolah-olah menolak suppresant dan mendambakan sentuhan juga belaian sang Alpha. Walaupun aku sudah ditinggalkan selama hampir dua tahun ini, rasa belaian sang Alpha masih melekat di permukaan kulit tubuh. Bagaimana tubuhnya menyentuh sensual leher dan dadaku, bagaimana lengan itu menggenggam pen-hmpph!"

"Sudah! Sudah cukup!" Haechan membekap mulut Jaemin yang mengoceh tentang 'bagaimana Alphanya memuaskannya'.

Jika boleh jujur, Haechan pun sama menginginkannya. Walaupun mereka dulunya belum terlalu mengenal satu sama lain, tapi ikatan yang mereka miliki seolah-olah mereka sudah mengenal lama sekali. Seolah-olah sang Alpha adalah bagian yang telah lama hilang dari hidupnya dan menyatu kembali di waktu yang telah ditentukan. Terdengar mendramatisir memang, tapi itu kenyataan dari apa yang Haechan rasakan.

Masih membekas diingatan saat sang Alpha memujinya cantik juga mengatakan jika ia bisa memuaskannya. Bangga? Tentu saja! Sebagai seorang Omega, Haechan memang harus bisa memainkan beberapa teknik khusus dalam bercinta agar ia bisa membuat sang Alpha puas dan tidak berpaling kepada apapun. Iyap, kepada apapun, bukan kepada siapapun.

Sebut saja Haechan pencemburu, karena memang itulah adanya. Mark bermain dengan lubricant dan sabun pun ia cemburu. Bahkan kepada tisu yang membersihkan, ekhem, anu, ia pun cemburu. Jelas saja jika dengan Omega ataupun orang yang dekat dengan Mark, ia cemburu. Pada apapun dan dimanapun, rasa cemburunya itu ada.

Tapi bukannya Mark kesal dengan sikap cemburu Haechan, Mark malah bersorak senang dengan kekehan bangga. Bangga membuat sang omega jatuh dalam dekapannya. Mencintai dan menyayanginya sedalam itu. Ehek. Kok geli ya aing ngetiknya.

Tak disadari Haechan sedari tadi tersenyum senyum sendiri. Membuat Jaemin menaikan alisnya heran. Tersenyum miring kemudian.

"Kau ternyata mesum sekali Haechan." Mendatarkan mimik wajahnya, Haechan menatap Jaemin dongkol.

"Berbicaralah kepada yang menyebutkan jika ia rindu disetubuhi dengan sang Alpha. Kau juga mesum bodoh." Jaemin terkekeh. Terlentang di kasur yang masih kosong. Menatap langit langit kamar Haechan yang berhiaskan garis abstrak yang bisa menyala jika temaram, menghayal mengawang ngawang dengan tangan yang menarik salah satu bantal milik Haechan untuk didekap.

"Semoga Jeno, Mark, dan semua yang ikut penyerangan ini cepat kembali. Aku merindukannya. Kita merindukannya. Kami merindukannya." Haechan ikut merebahkan dirinya, ikut menatap langit langit kamarnya. Mengangguk kemudian. "Ya, semoga."

-••-

"Bibi!"

Seorang lelaki muda berlari kencang mendekati seorang lelaki paruh baya yang masih terlihat muda di pekarangan rumah yang sepi dengan seorang bayi yang berada dalam gendongannya. Tubuhnya bermandikan peluh dengan wajah memerah padam, basah akan air mata.

"Sudah ku bilang untuk tidak memanggilku bibi. Aku masih lah lelaki biasa jika kau lupa." Lelaki Omega itu berkata ketus. Walaupun ia dan lelaki muda dihadapannya ini adalah sepupu kandung, tetapi dia benci se-benci bencinya kepada pemuda ini. Omega yang dibutakan oleh cinta dan rela menukar hidupnya dengan penyihir brengsek yang meninggalkannya begitu saja.

Mate[END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang