Pagi yang cerah ini, Alin sudah mulai masuk kesekolah barunya dengan sangat mudah, bahkan kini dia sudah berada di kantor guru, dimana Calon Ayah mertuanya langsung yang mengantarkannya, Alin sudah menolak, namun pria itu tetap bersikukuh mengantarkan dirinya kesekolah.
Soal Rafa, Alin tidak tahu kemana cowok itu sedari tadi, terakhir ketemu saja hanya tadi malam. Ah sudahlah, lagi pula Alin tidak perlu memikirkan pemuda itu.
"Nak Alin, sekarang kamu udah bisa masuk kelas ya. Perlu Papi anterin?" tanya Darsh saat keduanya keluar dari kantor Guru.
"Eh gak usah om.. anu maksudnya Papi, Alin bisa sendiri kok."
Rasanya bibir Alin terasa kaku ketika menyebutkan Papi pada Darsh, namun apalah daya.. sedari perjalanan pria itu terus mengatakan bahwa Alin harus belajar memanggilnya Papi mulai sekarang.
Darsh tersenyum mengangguk. "Yaudah kelas kamu disana ya di IPA-1. Kalo kamu perlu apa-apa tinggal bilang sama Rafa, trus kalo Rafa nakal, tegur atau marahin juga bole.. ingat, Rafa calon suami kamu, kamu berhak atas Rafa."
"Em, iya, Pi. Yaudah Alin masuk kelas dulu ya." Alin mendesah berat, dengan senyum masam dia menyalimi Darsh lalu segera melangkah menuju kelas IPA.
Disana ia sambut baik oleh Guru maupun siswa-siswi, bahkan Alin juga langsung di dekati oleh beberapa cewek itu sekedar menanyakan nama, tempat tinggal, dan nomor ponsel.
"Udah-udah, nanti di lanjutin perkenalannya ya, sekarang keluarin tugas kemarin," ucap seorang Guru perempuan.
"Cakra, kamu kumpulin tugas teman-teman kamu ya, kecuali Alin." Wanita itu berkata pada ketua kelas bernama Cakra, dan di angguki oleh cowok itu."Nama lo siapa?" tanya Cakra ketika cowok itu sampai di dekat bangku Alin.
"Tadi kan udah gue kasih tau, malah nanya lagi."
"Kan basa-basi cantik." Cakra terkekeh, cowok tampan itu pun tersenyum.
Alin hanya memutar bola matanya malas, cewek itu mengabaikan Cakra, kemudian mengeluarkan buku tulisnya dari tas.
"Dih jutek amat si cantik." Cakra geleng-geleng, lantas cowok itu pun kembali mengumpulkan tugas teman-temannya.
Proses belajar mengajar pun berlangsung dengan khidmat hingga bel tanda istirahat berbunyi, beberapa siswa-siswi berhamburan keluar dari kelas, ada pula yang memilih berdiam diri di dalam kelas, ada yang tertidur, ada juga yang bernyanyi.
Alin mendesah kasar, rasanya dia sangat merindukan teman-temannya di sekolah lamanya, memang dia tidak memiliki banyak teman disana, namun mereka cukup baik pada Alin, mereka apa adanya, tidak seperti lima cewek yang sedang duduk di bangku kelas, memerkan perhiasannya, dandanan yang menor, bahkan mereka tak segan-segan menatap Alin sinis.
Tapi ada juga beberapa yang bersikap ramah, seperti sekarang, dua gadis mendekatinya ingin berkenalan.
"Nama gue Ara, kalo yang ini Agnes Salken ya." Cewek cantik bernama Ara mengulurkan tangannya dan di susul oleh Agnes.
KAMU SEDANG MEMBACA
Sincere Love
Romance"Iya gue tau, tapi lo bisa nunggu kan? Please, Raf. Lo gak tau kalo pernikahan kita ini bikin gue stres, nikah muda gak ada di dalam mimpi gue.." Rafa manggut-manggut pelan. "Trus gue harus gimana kalo lagi birahi?" Bibir Alin berkedut menahan tawa...