"Lho, kok rumah sepi?" gumam Alin melihat isi rumah megah Rafa tampak kosong melompong, benar-benar tak ada satu pun orang, maupun pelayan yang biasanya hilir mudik melakukan pekerjaan.
Alin melangkahkan kakinya menaiki tangga, memasuki kamar Rafa -atau kamar mereka yang sudah di hias sedemikian rupa sebagai kamar pengantin, namun sore ini kamar itu tampak gelap gulita.
Tangan Alin terulur menekan saklar lampu, saat penerangan telah memenuhi ruangan, sontak saja Alin terkejut melihat Rafa duduk di kursi belajar dengan cowok itu menghadap padanya, bagian atas tubuh Rafa bertelanjang dada serta celana jogger panjang.
"Anj- gue kaget bangsat!" umpatnya terkejut bukan main. Rafa terlihat tampak menyeramkan, tampan, dan menakutkan dalam bersamaan. Tatapan mengintimidasi cowok itu seakan menelannya hidup-hidup, seolah-olah dia telah melakukan kesalahan yang sangat fatal sehingga membuat tubuh Alin bergetar ketakutan.
"Apaan sih lo, ngagetin aja." Alin melangkah, meletakkan tasnya di sofa dengan gugup.
"Kemana semua orang? Kok sepi?" Dia mencoba mencairkan suasana.Rafa mendesah kasar, cowok itu bangkit berdiri menarik lengan kurus istrinya membuat Alin seketika berbalik badan lalu menubruk dada bidang Rafa, mendongak tinggi menatap bingung pada lelaki ini.
"Lo kenapa-,"
Ucapan Alin menghilang di udara saat ia merasakan ciuman penuh tuntutan Rafa di bibirnya. Cowok itu mendorongnya hingga jatuh di atas kasur, mencumbunya lebih liar dan intens, tergesa-gesa hingga menyebabkan bibir bawah Alin terluka.
Rafa memenjarakan kedua tangan Alin menggunakan sebelah tangannya, sementara tangannya yang lain ia gunakan membuka kancing kemeja Alin dengan terburu-buru tanpa melepaskan tautan bibir mereka.
Alin memberontak, dia bisa merasakan Rafa meremas dadanya dengan kencang, alhasil menimbulkan rasa sakit.
"Raf-,"Rafa menjauhkan dirinya, menatap lapar pada tubuh Alin yang kini hampir telanjang bagian atasnya. Penampakan seksi karena Alin masih mengenakan pakaian sekolah, tiba-tiba Rafa ingin sekali bercinta dengan istrinya tanpa melepaskan seragam ini.
"Gue gak suka di giniin." Mendadak Alin menangis, dia mendorong tubuh Rafa dengan kasar, membuat cowok itu tergeser sedikit. Dengan cepat Alin turun dari ranjang sambil memperbaiki pakaiannya.
"Lo bener-bener brengsek, Raf. Gue tau kita udah nikah, tapi gue masih belum bisa nerima ini semua. Gue belum bisa nyesuaikan diri termasuk menerima sentuhan lo yang tiba-tiba kayak tadi. Itu bikin gue ketakutan sama lo."Alin mengusap air matanya dengan kasar. Dia tidak salah ucap bukan? Wajar saja dia mengatakan hal itu, meskipun fisik Rafa sangatlah tampan, namun itu bukan berarti dia langsung bisa menerima sentuhan cowok itu. Alin butuh waktu mencerna semuanya, menerima kehidupan barunya, dan juga mulai belajar menerima Rafa.
Dia tidak mencintai cowok itu karena yang Alin cintai saat ini hanyalah Alvian, sedari awal Alin ingin melakukan sesuatu hanya dengan seseorang yang ia cintai, yang akan menjadi suaminya, dan yang ia harapkan tentu saja Alvian. Tapi karena semuanya telah berubah, mau bagaimana? Setidaknya biarkan Alin menyesuaikan diri terlebih dahulu.
KAMU SEDANG MEMBACA
Sincere Love
Romance"Iya gue tau, tapi lo bisa nunggu kan? Please, Raf. Lo gak tau kalo pernikahan kita ini bikin gue stres, nikah muda gak ada di dalam mimpi gue.." Rafa manggut-manggut pelan. "Trus gue harus gimana kalo lagi birahi?" Bibir Alin berkedut menahan tawa...