Tak terasa sudah seminggu telah berlalu dengan cepat. Alin kini berada di rumah lain Rafa ⎯di kampung, dalam tiga hari kedepan dia dalam proses pingitan yang artinya dia tak bisa bertemu dengan Rafa terlebih dahulu.
Alin sih bodo amat ya, gak peduli segala tetek bengek pernikahan itu.
Dia berulang kali mendesah kasar, menatap keluar jendela kaca yang memperlihatkan pemandangan pegunungan dan perkebunan teh, nampak asri di atas sini.
Bosan termenung di luar balkon, Alin memutuskan untuk kembali ke tempat tidur, mengambil ponsel yang cukup lama ia abaikan karena Alvian, dan sekarang ia tak tahan lagi, bagaimana pun ia masih mencintai Alvian, lagi pula ia dan Rafa sudah sepakat untuk tidak mencampuri urusan masing-masing karena mereka sama-sama sudah memiliki kekasih.
Puluhan pesan Alvian pun masuk di ponsel Alin, disana Alvian mengatakan bahwa cowok itu sangat merindukannya, menanyakan dimana keberadaannya dan masih banyak lagi spam-spam dari Alvian.
Alin mendesah, mungkin menelpon Alvian tidak masalah, dia pun ingin mengetahui kabar cowok tampan itu.
"H-halo, Yan."
"Al, kamu kemana aja?" Suara di seberang sana nampak khwatir, membuat Alea mendengus kasar.
"Gue gak kemana."
"Kamu kenapa jutek gitu?"
"Gak apa-apa."
Terdengar helaan napas dari sana. "Al, kamu kemana aja sih? Kok tiba-tiba pindah sekolah, aku udah kerumah kamu kata kak Elin kamu udah pindah trus punya pacar baru, maksudnya itu apaan?"
"Iya, gue emang udah pindah sekolah."
"Trus soal hubungan kita?"
"Seharusnya gue yang nanya itu ke lo, hubungan kita gimana? Gue capek lo selingkuhin terus, kali ini gak usah ngelak." Alin berucap, dia sudah menebak jika Alvian akan mengelak seperti biasa. "Yang lagi di cipokan di Mall itu siapa?!"
Alvian disana tampak tergagap. "Al, i-itu aku bisa jelasin."
"Oke, silakan jelasin," ucap Alin terdengar lelah.
"Iya aku ngaku salah, tapi aku berani sumpah kalo bukan aku yang duluan, dia yang nyosor aku, Yang. Kamu tau sendiri seagresif apa Alleta." Nada suara Alvian terdengar frustasi. "Please, Alin. Jangan diemin aku lagi."
"Hm." Alin berdehem. "Yaudah gak usah di ulangi, awas aja kalo lo bohong, gue gak akan maafin lo lagi."
"Iya-iya sayang, sekarang bilang kamu dimana? Aku mau jemput."
Tidak mungkin Alin mengatakan dia sedang berada di kampung Rafa ─calon suaminya.
"Em, aku lagi di kampung nenek.." ucap Alin asal, padahal dia sudah tidak punya nenek lagi."Oh gitu, trus kapan kita ketemunya?"
Dan untungnya cowok itu percaya-percaya saja.
"Nanti aku kabarin kamu aja kalo aku udah pulang."
KAMU SEDANG MEMBACA
Sincere Love
Romance"Iya gue tau, tapi lo bisa nunggu kan? Please, Raf. Lo gak tau kalo pernikahan kita ini bikin gue stres, nikah muda gak ada di dalam mimpi gue.." Rafa manggut-manggut pelan. "Trus gue harus gimana kalo lagi birahi?" Bibir Alin berkedut menahan tawa...