47. Cekurukuk Andalan🌿

834 51 10
                                    

Naya kembali melangkahkan kakinya pelan menuju kamar sang putri, sudah 20 menit berlalu sejak ia membangunkannya tadi. Namun hingga kini, tidak ada tanda-tanda bahwa putrinya itu siap untuk pergi ke sekolah.

"Astagfirullah, Rara!! Anak gadis bukan kamu ini hah!?! Bangun!! Udah jam berapa ini?!" serunya seraya menarik selimut tebal yang membungkus tubuh mungil Kira, mulutnya yang terbuka lebar dengan kedua mata yang masih rapat tertutup.

"BANGUN ATAU BUNA TARIK PAKSA KE KAMAR MANDI!!"

Kira yang merasa terancam lantas menahan selimut itu kuat-kuat, lalu membuka matanya secara perlahan. Mengusap telinganya yang sedikit berdengung, kedua matanya sungguh sangat berat untuk terbuka lebar.

"Engh, Rara gak sekolah dulu, Bun." ucapnya dengan suara khas bangun tidur.

"Loh kenapa?" tanya Naya, menghentikan gerakannya membuka gorden kamar bergambar unicorn milik Kira. Kini wanita yang masih mengenakan daster selutut itu menoleh.

"Rara dapet hukuman, skors dua hari." jawab Kira santai seraya membenarkan selimutnya kembali.

Kening Naya mengkerut, dengan perlahan berjalan mendekati Kira yang sudah kembali memejamkan matanya.

"APA LAGI YANG KAMU LAKUKAN, AKIRA PUTRI QHANAYA?!" tanya Naya tidak santai dengan kedua tangan yang sudah berada di pinggang.

Diam-diam Kira meringis, bagaimana bisa ia berkata sejujur itu pada sang Buna?

Kira terpaksa mendudukkan dirinya, menggaruk belakang kepalanya sambil tersenyum kearah Naya.

"Ada apa, Bun?" tanya Kenzo yang baru saja datang berbondong-bondong ke dalam kamar dengan wajah penasaran bersama dengan kedua abangnya dan adiknya.

Naya melirik sinis Kenzo, menghiraukan pertanyaan dari sang suami. Tatapan tajamnya terus tertuju kepada anak gadisnya yang hanya diam sambil tersenyum tidak jelas.

"JAWAB RA!! KENAPA KAMU SAMPAI DI SKORS DUA HARI!?"

"HAH!?" teriak mereka semua terkejut, Naya dan Kira hanya diam menatap keempatnya dengan putaran bola mata malas.

"Kalian diam!!" ucap Naya penuh penekanan, wajahnya yang sudah sangat terlihat menyeramkan membuat keempatnya hanya bisa mengangguk.

Tatapannya kembali beralih kepada Kira, "Jelasin!" kedua tangan Naya bersedekap di depan dada.

"Jadi....., Rara punya 3 Kakak kelas gila nih!"

"Hm, terus." sahut Daniel membuat Kira dan Naya melotot kearahnya bersamaan.

"Iye iye! Maap, lanjut atuh!" ucapnya sambil menunjukkan cengiran lebarnya.

"Diem aja lo bang, dimakan dua macan tutul tau rasa lo!" ucap Raden pelan.

"Nah terus, dia bully adik kelas Rara di kamar mandi. Rara liat itu semua, Bun. Yakalik Rara diem aja, gabisa dong! Rara tonjokkin balik tuh 3 tukang bully, ya jadilah Rara dapet hukuman ini." lanjut Kira membuat Naya mengangguk-anggukkan kepalanya.

"Itu artinya kamu juga jadi pembuli, Akira."

"Ya mau gimana lagi, Bun. Adik kelas Rara udah mau pingsan, tuh Kakak kelas tetep aja benturin kepala dia ke lantai! Rara sebagai Kakak kelas yang baik dan comel gabisa diem aja!" ucapnya menggebu-gebu.

"Keren!" ucap Daniel, Raden dan Zilka bersamaan.

Kira menepuk dadanya bangga, "Gue gitu loh!"

"Bangga? Hampir buat 3 anak orang terluka bangga?"

Ucapan yang terlontar dari mulut Naya seketika membuat Kira merapatkan bibirnya. "Maaf, Bun."

Naya melangkahkan kakinya keluar dari kamar sang putri. Tanpa sepatah kata, membuat Kira menghela nafasnya gusar.

DRAFENZO SHAQUILLETempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang